x

Iklan

M Joko Lukito

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Sejarah Kerajaan Sriwijaya Dan Peninggalannya

Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kerajaan Sriwijaya : Sumber Sejarah, Raja, Peninggalan, Masa Kejayaan Dan Keruntuhannya

Lihat Daftar Inti Pelajaran :

 

Kerajaan Sriwijaya

 

Catatan Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.

Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts’i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sanskerta dan bahasa Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan. Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.

Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini didasarkan dari foto udara tahun 1984 yang menunjukkan bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal, parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi yang dipastikan situs ini adalah buatan manusia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta jaringan kanal dengan luas areal meliputi 20 hektar. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat aktifitas manusia. Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang), dengan catatan Malayu tidak di kawasan tersebut.

 

jika Malayu pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing, serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).

 

 

Sumber Sejarah dan Bukti-Bukti Berdirinya Kerajaan Majapahit

 

Sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.

Berikut beberapa sumber dari luar negeri dan dalam negeri :

  1. Sumber Cina

Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China pertama kali pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke Nalanda, India.

Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada tahun 988 M.

  1. Sumber Arab

Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama Sribuza, Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang mendukung adalah ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.

  1. Sumber India

Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak.

Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda. Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.

  1. Sumber lain

Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi. Sumber lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.

  1. Sumber Lokal atau Dalam Negeri

Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari Kerajaan Sriwijaya sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.

  1. Prasasti Kota Kapur

Prasasti Kota KapurPrasasti Kota Kapur

Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka.

  1. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan BukitPrasasti Kedukan Bukit

Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.

  1. Prasasti Talangtuo

Prasasti Talangtuo

Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.

  1. Prasasti Karang Berahi

Prasasti Karang BerahiPrasasti Karang Berahi

Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.

  1.  Prasasti Ligor ( Malaysia )

     

Prasasti Ligor MalaysiaPrasasti Ligor Malaysia

Tempat ditemukan prasasti ini adalah di daerah Ligor Semenanjung Malaya. Berangka tahun 775 Masehi. Isinya menerangkan bahwa Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) mendirikan sebuah pangkalan di Semenanjung Malaya, daerah Ligor untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.

  1. Prasasti Nalanda ( India )

     

Prasasti NalandaPrasasti Nalanda

Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

  1. Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga BatuPrasasti Telaga Batu

Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya.

Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.


Candi-Candi Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan Kerajaan maritim yang sangat besar, tidak banyak peningalan berupa candi dari kerajaan sriwijaya yang dapat ditemukan. Mengapa demikian, karena letak sriwijaya yang berada di daerah rawa, dikelilingi hutan, serta tidak adanya gunung berapi sebagai sumber batu untuk material bangunan membuat bangunan disana sebagian besar terbuat dari kayu yang hanya dapat bertahan selama 200 tahun.

  1. Candi Muara Takus

Candi Muara TakusCandi Muara Takus

Situs Candi Muara Takus merupakan situs candi Buddha yang terletak di di Riau. Di dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut dengan Candi sulung /tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka. Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan, namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya, sehingga beberapa sejarahwan menganggap kawasan ini merupakan salah satu pusat pemerintahan dari kerajaan Sriwijaya.

  1. Candi Muaro Jambi

Candi Muaro JambiCandi Muaro Jambi

Situs Purbakala Kompleks Percandian Muaro Jambi merupakan sebuah kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Indonesia yang kemungkinan besar merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu. Sejak tahun 2009 Kompleks Candi Muaro Jambi telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.

  1. Candi Biaro Bahal

Candi Biaro BahalCandi Biaro Bahal

Candi Bahal, Biaro Bahal, atau Candi Portibi yang merupakan candi Buddha aliran Vajrayana terletak Sumatera Utara. Candi ini merupakan kompleks candi (dalam istilah setempat disebut biaro) yang terluas di provinsi Sumatera Utara, karena arealnya melingkupi kompleks Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III.

  1. Gapura Sriwijaya

Gapura SriwijayaGapura Sriwijaya

Candi ini terletak di sumatera selatan, dan sedang dalam proses penelitian oleh Koordinator Tim Napak Tilas Gapura Kerajaan Sriwijaya. Mereka menjelaskan di situs Rimba Candi ini keseluruhannya berjumlah 9 gapura. Namun yang baru ditemukan baru tujuh gapura. Kondisi seluruh gapura kerajaan Sriwijaya yang berada di situs Rimba Candi ini dalam keadaan roboh. faktor penyebab gapura tersebut roboh, kemungkinan diakbiatkan oleh faktor alam seperti gempa, erosi dan sebagainya.

  1. Candi Kota Kapur

Candi Kota KapurCandi Kota Kapur

Jangan membayangkan candi di Kota Kapur seperti candi di Jawa yang megah. Lokasi struktur candi terkubur di antara tanaman karet, durian, dan kelapa sawit. Plastik hitam itu berfungsi melindungi batu dari pelapukan, sekaligus untuk mempermudah pencarian kalau suatu saat dilakukan penggalian. Keberadaan Situs Prasasti Kota Kapur sangat erat kaitannya dengan perairan Selat Bangka yang sering dilintasi oleh kapal-kapal nelayan setempat maupun asing.

Menurut sejarah, pada tahun 1700-an di perairan yang jaraknya sekitar 21 mil dari Pantai Kota Kapur (Penagan) tersebut sering terjadi perampokan terhadap kapal-kapal yang melintas oleh para penyamun dan bajak laut yang bersembunyi di sekitar selat Bangka (Kota Kapur dan sekitarnya). Kabar mengenai merajalelanya para bajak laut terdengar oleh Raja Sriwijaya. Menyikapi kondisi tersebut, Raja Sriwijaya mengirimkan pasukan untuk memberantasnya.

Utusan Raja Sriwijaya berhasil menaklukkan para perampok dan penyamun tersebut. Kemudian, agar tidak ada lagi gangguan terhadap kapal-kapal yang melintas dan juga membahayakan Kerajaan Sriwijaya, maka dibuatlah sebuah prasasti yang berisi tentang perjanjian para penyamun dengan Raja Sriwijaya. Ditempat ditemukanya prasasti inilah Candi Kota Kapur ditemukan.

 

Sumber : https://www.gurupendidikan.co.id/kerajaan-sriwijaya/

Ikuti tulisan menarik M Joko Lukito lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu