x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 29 September 2019 20:36 WIB

Kedaulatan Negara di Dunia Maya

Meraih dan mempertahankan kedaulatan negara adalah sejarah tentang pergumulan yang tak pernah mudah, berdarah-darah dan juga tidak murah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Teori atau doktrin atau konsep tentang "kedaulatan suatu negara" adalah sebuah konsensus atau kontrak sosial, yang sejak dirumuskan tidak pernah mudah diraih, dan tak pernah enteng dipertahankan, dan so pasti, tak pula murah pengelolaannya.

Kata sovereign (diterjemahkan ke Indonesia menjadi kedaulatan) berasal dari akar kata soverain, sejak awal mengandung makna pemaksaan: alteration by influence of reign (perubahan atau penyesuain dengan cara memaksakan kekuasaan dan kewenangan).

Ketika Eropa berada pada periode city-state, kedaulatan yang benar-benar terkontrol hanya sebatas dinding-benteng yang mengelilingi negara-kota. Karena tak mungkin sebuah negara-kota bisa bertahan tanpa memperlebar wilayah kekuasaannya, maka ekspansi pun dilakukan, untuk menjamin adanya suplai logistik kehidupan untuk warga yang memilih hidup di dalam wilayah negara-kota.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam proses perluasan wilayah kekuasaan itu, perang menjadi tak terelakkan, baik untuk melawan penduduk di luar wilayah city-state yang tidak mau ditundukkan, ataupun perang melawan penguasa negara-kota yang lain. Ketika itu, perluasan wilayah kekuasaan hanya berlangsung damai ketika merebut atau menduduki "wilayah tak bertuan".

Namun di era modern ini, tidak ada lagi wilayah fisik (tanah-air-udara) yang tak bertuan itu. Sebab bahkan hamparan samudera pun telah dikavling oleh negara-negara yang memiliki armada yang beroperasi 24 jam di laut lepas.

Ketika akhirnya kita memasuki era digital dengan jaringan internet yang menciptakan wilayah operasi yang tak berbatas, maka batasan kedaulatan negara pun menjadi semakin kabur: dunia maya.

Di dunia maya, kedaulatan menjadi tak berbatas, saling beririsan bahkan tumpang tindih. Sekelompok dua-atau-tiga buzzer yang bekerja di ruang seluas 3x3 meter persegi, bisa menguasai dan menggiring opini publik untuk mengangkat dan/atau merongrong kehormatan seorang tokoh negara atau sebuah negara, atau menggerogoti kedaulatan sebuah negara.

Akibatnya, negara yang royal dan jor-joran membiayai semua yang mungkin dilakukan untuk mempertahankan kedaulatannya saja belum tentu sukses. Apalagi negara yang pelit mendanai setiap upaya untuk memelihara marwah kedaulatannya.

Sekarang ini, tidak banyak atau mungkin belum ada negara yang secara terang-terangan mengalokasikan item mata anggaran "pemeliharaan kedaulatan di dunia maya" dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN)-nya.

Padahal, kedaulalatan sebuah negara adalah persoalan yang tak mungkin dikelola dengan biaya sekedarnya. Sebab kedaulatan memang tidak pernah murah harganya, yang harus dikelola secara aktif, agresif dan kreatif.

Syarifuddin Abdullah | 29 September 2019/ 30 Muharram 1441H

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler