x

diambil dari lpse.pematangsiantar.go.id

Iklan

Jhoni Arifin Tarigan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Januari 2020

Senin, 6 Januari 2020 03:26 WIB

Polemik Pembangunan Tugu Raja Siantar

Raja Sang Naualuh Damanik, penguasa daerah Siantar - Simalungun sekitar tahun 1800an

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bermula dari keputusan Walikota Pematangsiantar yang tertuang pada Surat Keputusan Walikota Nomor 600/5289/X/2018 tertanggal 29 Oktober 2018 maka Pembangunan Tugu Raja Sang Naualuh mulai dikerjakan oleh CV. Askonas Konstruksi Utama melalui Surat Kontrak Perjanjian Kerja Konstruksi Nomor 00001/Kontrak/PML.PSPA.PT/1.03.0101/X/2018 Tertanggal 19 Oktober 2018.

Sumber Dana APBD Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp 1.751.552.000.- oleh CV. Askonas Kontruksi Utama sesuai dengan tender yang disepakati, bahwa pembangunan tugu tersebut akan dimulai pada tanggal 27 September 2018.

Ternyata pembangunan tugu tersebut menuai banyak permasalahan ditengah masyarakat kota Pematangsiantar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semula diputuskan pembangunan tugu akan dilakukan di Lapangan Merdeka (dikenal dengan Taman Bunga) menghadap Bank BRI Cabang Pematangsiantar sesuai dengan hasil pembahasan dan kesepakatan Pemko dengan Ahli Waris Sang Naualuh pada 4 Juni 2018. Tiba-tiba Walikota Pematangsiantar memindahkan tempat yang sudah ditentukan tersebut ke Lapangan H. Adam Malik, ditandai dengan peletakan batu pertama yang ke-dua kalinya pada 10 November 2018.

Dengan pemindahan lokasi pembangunan tugu ini Walikota Pematangsiantar telah melanggar Perda No 15 Tahun 1989 yang mana didalam Perda ini telah mengatur fungsi lapangan H. Adam malik dan tidak ada tercantum di dalamnya bahwa di perkenankan mendirikan Tugu/Patung.

Pemindahan memicu masyarakat kota Pematangsiantar melakukan unjuk rasa mempermasalahkan pelaksanaan proyek yang tidak sesuai dengan lokasi yang ditentukan. Masyarakat meminta akan pembangunan dikembalikan ketempat semula.

Akibat dari ulah Walikota yang memindahkan lokasi pembangunan ini telah memicu keresahan dan kegaduhan di kalangan antar Suku dan Agama. Keputusan Wali Kota juga telah menyalahi tugasnya sesuai UU No 23 Thn 2014 pasal 65 ayat 1 poin b (memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat).

Sehingga sampai saat ini pembangunan tugu diberhentikan karena menuai konflik dan keresahan antar masyarakat dan mengakibatkan kerugian negara akibat pembangunan yang mangkrak serta menuai polemik di kalangan masyarakat sebab pembangunan menggunakan APBD.

Mahasiswa di kota Pematangsiantar yang tergabung dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melalui surat nomor 91/B/Sek/04/1441 tanggal 12 Desember 2019 meminta DPRD Kota Pematangsiantar untuk segera melaksanakan Hak Interflasi serta Mengusulkan Pemberhentian Wali Kota Kepada Menteri sesuai PP No 12 Thn 2018 pasal 23 dan pasal 25 sebagai bentuk pengawasan oleh DPRD terhadap pelaksanaan Perda dan ketaatan terhadap UU oleh Kepala Daerah.

Hingga saat ini tanggal 04 Januari 2020 DPRD kota Pematangsiantar belum terlihat bergerak menyikapi permasalahan ini dan anehnya lokasi masalah itu berada tepat di depan Gedung DPRD. Entah memang DPRD sudah tidak bisa melihat atau memang tidak peduli padahal sudah begitu banyak kelompok masyarakat yang mempermasalahkan ini sejak tahun 2018 sampai sekarang tahun 2020.

Fungsi DPRD adalah perwakilan dari rakyat di daerah, sebelumnya pada Pemilu yang dilaksanakan tahun 2019 lalu mereka berkampanye merayu masyarakat, meyakinkan masyarakat bahwa merekalah yang pantas mewakili masyarakat. Seolah mereka lupa bagaimana indahnya ucapan mereka saat melakukan kampanye atau memang mereka tidak tahu tugas dan fungsi mereka sebagai anggota DPRD.

Sebelumnya tayang di kompasiana.com

Ikuti tulisan menarik Jhoni Arifin Tarigan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler