Sejak kemaren banyak beredar di berbagai media berita tentang bocornya 2,3 juta data warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kelompok yang mengaku meretas data tersebut berencana untuk membocorkan paling tidak 200 juta data lainnya!
KPU tak henti-hentinya dirundung masalah. Setelah skandal suap yang melibatkan salah satu pejabat utama di komisi yang (seharusnya) terhormat itu, kini satu lagi isu tak sedap merebak.
Berbeda dengan skandal suap, kasus ini bila benar berpotensi menempatkan hampir seluruh warga negara dalam "bahaya" karena data pribadinya terkekspose. Ironisnya, data tersebut didapatkan dari lembaga penyelenggara pemilu yang sudah puluhan tahun bercitra LUBER, Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.
Lalu, bagaimana prinsip "rahasia" tersebut terjaga bila data tersebut bisa "luber" keluar alias bocor. Bagaimana rakyat Indonesia dapat hidup "bebas" bila dihantui kekhawatiran data yang dimiliki dimanfaatkan oleh penjahat sebagai komoditas dagang. Data yang awalnya bersifat pribadi kini menjadi informasi "umum" yang bisa diakses "langsung" melalui transaksi di pasar gelap.
Semoga berita ini tidak benar. Atau bila benar, KPU dan negara bisa mengambil tindakan efektif untuk melindungi kepentingan rakyatnya.
Bila tidak, mari bersiap-siap mendapat penawaran baik produk maupun jasa yang tidak kita butuhkan, dalam skala yang jauh lebih masif dari yang selama ini kita alami. Atau, bersiaplah menjadi tersangka atas kriminalitas yang tidak kita lakukan karena data yang bocor tersebut meliputi NIK dan KK yang hari-hari belakangan menjadi syarat utama memiliki sejumlah aset, salah satunya nomor seluler. Selain dua hal tersebut, masih tak terhingga mimpi buruk yang dapat menimpa kita warga negara Indonesia.
Semoga tidak.
Semoga!
Berharap #DariRumah
Menulis masih #DiRumahAja
Ikuti tulisan menarik Rudolf Tambunan lainnya di sini.