Langit-Langit Peraduan - Novel Berlatar Belakang Kerusuhan Cina Tahun 1980

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Langit-Langit Peraduan
Iklan

Mayon Sutrisno merangkai kerusuhan anti Cina 1980 dengan pergumulan seorang pemuda terhadap cinta yang dijalaninya.

Judul: Langit-Langit Peraduan

Penulis: Mayon Sutrisno

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun terbit: 2005

Penerbit: Harapan Baru

Tebal: 333

ISBN: 979-3359-50-1

 

Langit Langit Peraduan adalah novel yang berlatar belakang kerusuhan anti Cina di Semarang pada tahun 1980. Novel ini menggambarkan betapa kerusuhan tersebut telah memakan korban nyawa dan harta benda, khususnya bagi orang-orang Tionghoa. Juga bagi para demonstran yang terluka atau terbunuh oleh pasukan keamanan. Dari koleksi novel bertema kerusuhan anti Cina, novel ini adalah satu-satunya yang mengambil latar belakang kerusuhan anti Cina yang terjadi di Solo dan Semarang tahun 1980. Kerusuhan yang berawal dari Solo dan kemudian menyebar ke kota-kota lain di Jawa Tengah, termasuk Semarang.

Sayang sekali, Mayon Sutrisno tidak mengelaborasi lebih lanjut tentang kerusuhan dan korbannya. Mayon Sutrisno justru membawa tokoh utamanya yang bernama Ditya (Adityawarman) ke persoalan cinta. Persoalan cinta dengan dua gadis Tionghoa dan seorang perempuan Jawa yang berprofesi sebagai perawat.

Ditya adalah seorang mahasiswa di sebuah universitas di Semarang. Ia ikut menggerakkan demo anti Cina karena menganggap orang-orang Tionghoa telah menguasai ekonomi dan tidak nasionalis. Namun Ditya begitu kecewa karena demonstrasi tersebut malah memicu kerusuhan dan penjarahan. Dalam peristiwa kerusuhan tersebut, ia sempat menyelamatkan seorang gadis Tionghoa dan keluarganya. Nama gadis tersebut adalah Meliani.

Ditya bertemu dengan Meilani di rumah sakit karena Ditya tertembak saat kerusuhan. Kebetulan Meliani juga sedang berada di rumah sakit tersebut. Mereka berdua menjadi akrab. Pada saat yang sama ada seorang perawat yang sangat memperhatikan Ditya. Nama perawat tersebut adalah Hermiati. Maka Ditya diombang-ambingkan antara memacari Meliani atau memilih Hermiati.

Hubungan Ditya dengan Hermiati telah terlalu jauh. Mereka telah berhubungan layaknya suami istri. Hermiati ternyata masih berstatus sebagai istri sah. Ia melarikan diri dari rumah karena tidak tahan hidup dengan suaminya yang sudah tua. Hubungannya dengan Ditya membuatnya hamil. Saat hamil itulah Hermiati memutuskan untuk kembali ke suaminya.

Hubungannya dengan Meliani kembali terjalin saat Ditya dipenjara karena dianggap lalai saat berkendara. Ditya mabok dan menabrak seorang ibu dan anaknya. Keduanya meninggal. Di penjara inilah Ditya bertemu dengan ayah Meliani. Ayah Meliani adalah pendeta yang memberi pelayanan rohani kepada para narapidana. Atas bimbingan dari ayah Meliani, Ditya kembali menjadi seorang Kristen yang baik.

Ditya harus pulang ke Nias karena ayahnya meninggal. Di Nias ia bertemu kembali dengan Lian Wha, kekasihnya saat SMA. Kekasihnya yang hamil karena dia. Meski sebenarnya Ditya ingin bertanggungjawab, tetapi ternyata Lian Wha malah dinikahkan dengan pemuda Tionghoa. Pertemuan Ditya dengan Lian Wha membuat Ditya tahu baWha sesungguhnya Lian Wha sangat menderita. Sebab suaminya tidak pernah mencintainya. Suaminya tahu baWha anak yang dilahirkan oleh Lian Wha bukanlah anaknya. Suami Lian Wha hanya ingin menguasai harta keluarga Lian Wha. Suami Lian Wha tidak mau menceraikannya karena jika mereka bercerai maka seluruh harta akan kembali menjadi milik Lian Wha.

Lian Wha memutuskan untuk bercerai setelah anaknya meninggal karena sakit. Ia berharap baWha Ditya akan menerimanya kembali. Namun karena Lian Wha tidak bisa lagi mempunyai anak, sementara Ditya adalah anak lekaki dari seorang tokoh Nias yang sangat dihormati, maka Ditya akhirnya memilih untuk melarikan diri. Ditya pergi ke Sibolga dan bekerja di sana. Di Sibolga ia terlibat dengan penyelundupan dan kembali dipenjara. Selepas dari penjara ia kembali ke Nias dan berniat untuk menjalin hubungan kembali dengan Lian Wha. Namun ternyata Lian Wha telah memilih untuk menjadi suster.

Ditya juga mendapatkan informasi baWha Hermiati kehilangan janinnya karena keguguran.

Pertemuannya yang intens dengan Meliani membuat Meliani hamil. Meliani melahirkan anak kembar dampit. Kali ini Ditya memilih untuk bertanggung jawab dan menikah dengan Meliani.

Kisah cinta Ditya dengan tiga perempuan ini sangat menarik. Mayon Sutrisno berhasil mengisahkan kegelisahan Ditya untuk mengambil keputusan. Pertimbangan adat dan ras dipakai oleh sang penulis untuk menggambarkan sosok Ditya yang peragu tersebut.

Sayangnya, dalam novel ini Mayon Sutrisno menempelkan topik yang tak terbahas tuntas. Topik pertama adalah tentang anak tentara yang bisa seenaknya memermainkan hukum. Alex, kawan saat demonstrasi adalah anak tentara. Alex bisa melanggar prosedur pengamanan sebuah tahanan hanya dengan menyebutkan nama ayahnya. Alex juga bisa terbebas dari hukuman karena menabrak orang dan mengalihkan tanggungjawabnya kepada Ditya. Alexlah yang seharusnya dipenjara, karena Alex yang mengemudi. Tapi nyatanya Dityalah yang dipenjara. Topik tentang perilaku anak pejabat ini sebenarnya bisa dielaborasi lebih kuat. Namun sayang sekali topik ini hanya menjadi sebuah tempelan.

Topik kedua yang menurut saya juga tak terbahas tuntas adalah tentang Hermiati yang ternyata adalah anak tokoh PKI. Status Hermiati sebagai anak PKI ini dibiarkan begitu saja oleh Mayon Sutrisno, tanpa dikaitkan dengan kisah yang lebih luas.

Ketiga, Mayon Sutrisno mengidentifikasi ayah Meliani sebagai seorang pendeta. Padahal keluarga Meliani digambarkan sebagai keluarga Katholik. Bukankah di agama Katholik tidak ada pendeta? 960

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler