x

Sumber gambar : Pixabay

Iklan

Elnado Legowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 12 Desember 2020 17:28 WIB

Cerpen | Loker Nomor Empat

Rendi adalah salah satu peserta klub renang yang skeptis terhadap hal-hal mistis. Bahkan dia tidak mempercayai cerita seram yang menyelimuti sebuah loker nomor empat. Hingga suatu hari, Rendi dengan terpaksa mendapat loker nomor empat dan kejadian-kejadian aneh mulai terjadi terhadap dirinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Namaku Rendi. Aku sangat menyukai olahraga terutama olahraga renang. Maka itu aku ikut bergabung dengan klub renang yang tidak jauh dari rumahku.

Tapi ada satu hal yang paling aku benci. Yaitu cerita horor. Aku tidak percaya dengan hantu, karena bagiku hantu itu hanyalah akal-akalan manusia untuk menakuti anak kecil agar menurut dengan omongannya. Jadi prinsipku, hantu itu tidak ada!

Tapi semuanya berubah ketika aku mengalami sebuah kejadian yang mengerikan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

**** 

Di dalam klub renang sering kali terdengar cerita-cerita mistis mengenai sebuah loker nomor empat di ruang ganti pria. 

Konon ceritanya, berapa tahun yang lalu ada seorang wanita yang dirampok. Karena wanita itu berusaha melawan, dengan terpaksa si perampok membunuh si wanita tersebut. Untuk menyembunyikan bukti, si perampok memutilasi si wanita tersebut menjadi tujuh bagian. Lalu dimasukan ke dalam kantong plastik hitam dan disembunyikan ke dalam loker nomor empat yang berada di ruang ganti pria.

Jenazah wanita tersebut ditemukan keesokan harinya, saat salah satu anggota klub renang hendak memakai loker tersebut. Semenjak peristiwa itu, rentetan peristiwa aneh mulai terjadi, terutama bagi para anggota klub yang menggunakan loker nomor empat.

Kejadian aneh bermula dari pintu loker yang terbuka dan tertutup dengan sendirinya. Barang si pemakai loker yang berhamburan keluar dari loker tersebut. Hingga nasib buruk yang dialami si pemakai loker tersebut. Bahkan ada anggota klub yang melihat sosok penampakan wanita di ruang baju ganti pria maupun di kolam renang.

Hal ini tentu membuat orang-orang berpikir bahwa arwah wanita tersebut masih belum terima dengan kematiannya, sehingga terus mengganggu dan menghantui siapa saja yang menggunakan loker tersebut.

Usaha demi usaha sudah dilakukan dari membuang loker nomor empat tersebut, akan tetapi loker tersebut kembali ke ke tempat asalnya dengan sendirinya. Hingga akhirnya orang-orang klub memanggil paranormal, dukun, hingga pemimpin agama untuk mengusir arwah wanita tersebut. Tapi semuanya gagal. Akhirnya pihak klub tersebut mengambil keputusan untuk tidak meminjamkan loker nomor empat tersebut kepada para anggotanya.

Awalnya aku pikir itu semua cuman cerita fiksi atau orang-orang yang terlalu parno akibat keseringan nonton film horor. Buatku sih hantu itu tidak ada. Jadi, kenapa aku harus takut?

****

Seperti biasanya aku mengikuti klub renang pada jam lima sore. Tapi sialnya, aku datang terlambat sehingga semua loker sudah terpakai oleh teman-temanku dan menyisakan satu loker yaitu loker nomor empat.

“Pak, aku boleh pinjam loker nomor empat nggak?” tanyaku kepada penjaga loker.

“Maaf dek, tidak bisa. Loker nomor empat itu bukan untuk loker umum lagi.” jelas penjaga loker.

Saat aku melihat jam tanganku, terlihat bahwa waktu menyisakan lima menit sebelum klub renang akan dimulai. Apabila aku datang terlambat, maka aku akan dihukum untuk membersihkan toilet ruang ganti. Alhasil, aku berusaha merayu si penjaga loker tersebut agar dia mau meminjamkan loker tersebut.

“Gapapa deh pak. Aku pinjem dulu loker ini. Nanti aku traktir bapak makan bakso.” rayuku.

“Maaf de, tetap tidak bisa. Soalnya loker nomor empat itu angker. Nanti kalau adek kenapa-kenapa gimana?”

“Yaelah bapak! Jaman modern kayak sekarang masih percaya begituan. Udah ketinggalan jaman pak! Hahahahaha!” ejekku.

“Astaga ade! Bapak ngom…”

“Bapak percaya sama Tuhan kan? Kitakan diajarkan takut sama Tuhan bukan sama setan kan?” potongku dengan kata-kata bijak seperti pengkhotbah.

Perdebatan-pun akhirnya berhasil dimenangkan olehku. Alhasil si bapak penjaga loker tersebut memberikan kunci loker itu kepadaku.

“Kalau terjadi apa-apa, tanggung sendiri ya!” peringatan bapak tersebut dengan ekspresi kesal.

“Siap pak! Mukanya jangan asam begitu dong. Nanti cepet tua loh! Hahahaha!” ejekku sambil berlari memasuki ruang ganti baju.

Setiba di ruang ganti baju, aku-pun langsung mendekati loker nomor empat dan memasukan kunci tersebut. Lalu aku memutar kunci tersebut untuk membuka penyegel loker ini. Kubuka loker tersebut secara perlahan-lahan. Lalu keluarlah tiupan angin dari dalam loker tersebut. Hawa yang tidak enak mulai membuat buluku merinding.

“Kenapa tiba-tiba saya merasa takut. Ah mungkin perasaanku saja. Hantu itu tidak ada! Come’on men! Jangan percaya takhayul seperti gituan!” ujarku dari dalam hati.

Seketika, sebuah tepukan hangat mendarat di atas pundakku.

“Woi bro! Yang lain sudah nungguin dari tadi! Nanti disuruh bersihin toilet baru tahu lu!”

Ternyata itu adalah Eric, teman dekatku di klub renang.

“Sorry bro! Abis tadi minjem loker aja susah setengah mati. Ini gua baru dapat nih, satu-satunya loker yang tersisa.” jawabku sembari menunjukkan loker yang telah kupinjam.

“Gile lu! Itu kan loker angker! Bisa-bisa lu dihantuin ampe mampus loh!” ujar Eric dengan terkejut.

“Ah! Lu percaya begituan Ric? Uda ga jaman percaya begituan!”

“Sumpah! Lu emang bener-bener nyari petaka! Lu belom denger yeh tuh loker ada penghuninya?” ujarnya dengan wajah serius.

“Hah ada penghuninya? Gada tuh. Nih loker gua buka kosong isinya. Siapa penghuninya? Debu? Nyamuk? Ato kecoak?” candaku.

“Ga lucu Ren! Penghuninya arwah wanita yang pernah meninggal disini!”

“Wew arwah wanita? Kayaknya asik juga tuh! Cantik nggak ya?”

“Mana gua tau Ren!”

“Hah cupu lu! Tahunya yang berbau takhayul sih! Yang mistik-mistik! Makanya jomblo! Nih yee, kalau gua ketemu tuh setan, gua pacarin deh tuh setannya” ujarku dengan songong.

“Sumpah lu Ren! Lu emang be…”

“Woi! Ngapain kalian disini?” tiba-tiba terdengar suara gertakan dari arah pintu keluar.

Ternyata itu adalah pelatih klub renangku yang bernama Ucok. Dia memiliki badan yang besar dan kekar seperti gorilla. Bahkan, raut wajahnya juga tidak jauh berbeda dengan raut wajah gorilla. Oleh karena itulah dia sering dijuluki Pak Gorilla oleh anak-anak klub renang.

“Rendi! Kamu tahu sekarang jam berapa?” tanya Pak Gorilla dengan nada tinggi kepadaku.

Aku-pun langsung melihat jam tanganku. Ternyata aku sudah terlambat lima menit. Akhirnya aku mendapat hukuman membersihkan toilet ruang ganti setelah pulang latihan berenang.

**** 

Aktivitas klub renang dimulai. Semua berjalan seperti biasanya. Semua peserta klub mulai berlatih renang. Dari gaya bebas, gaya kodok, gaya tidur, hingga gaya kupu-kupu. Setelah satu jam telah berlalu, kita mendapat waktu bebas.

Teman-temanku ada yang memilih mengakhiri aktivitas dan masuk ke ruang ganti. Ada yang masih berenang. Ada pula yang bermain air seperti anak kecil. Sedangkan aku lebih memilih untuk berbincang dengan Eric di pinggir kolam renang.

Saat aku sedang asik berbincang dengan Eric, seketika pandanganku terfokus ke arah pintu masuk ruang ganti. Disana terlihat sosok wanita, yang sedang berdiri, mengenakan gaun berwarna merah. Kulitnya berwarna putih dan rambutnya berwarna cokelat muda. Tubuhnya langsing. Yang paling tidak kusangka adalah wanita itu melirik ke arahku. Paras wajahnya begitu cantik memesona, sehingga aku-pun menjadi terpukau.

“Ric, lu liat nggak di depan pintu ruang ganti?” tanyaku kepada Eric, sembari menatap wanita tersebut.

“Liat apa?” Tanya Eric kebingungan.

“Itu yang di depan pintu ruang ganti!”

“Mana? Tidak ada siapa-siapa!”

“Itu loh! Masa lu ga bisa liat sih! Cewek cakep pake gaun warna merah!” ujarku mulai emosi dan memalingkan pandanganku dari wanita tersebut ke Eric.

“Hah cewek? Mana? Nggak ada siapa-siapa! Adanya tuh, Si Gorilla! Coba lu liat lagi! Anggota klub kita-kan cowok semua!” ujar Eric sembari menunjuk Pak Gorilla yang sedang bersantai di tepi kolam renang.

“Ya ampun Ric! Masa lu nggak liat sih?! Itu yang di… loh kemana dia?”

Saat aku kembali mengarah ke arah pintu masuk ruang ganti, wanita tersebut sudah hilang. Akupun langsung melihat sekelilingku apakah wanita itu masih ada atau tidak disekitar sini. Tapi sosok wanita itu tidak terlihat kembali.

“Mana Ren? Makanya jangan kebanyakan nonton film biru terus lu! Pantas otak lu ngeres!” ujar Eric mengejek.

Aku tidak menghiraukan ejekan Eric. Aku terus mencari sosok wanita tersebut. Tidak mungkin dia lari masuk ke ruang ganti baju, sebab ruang ganti baju tempat dia berdiri tadi itu adalah tempat khusus cowok.

****

Setengah jam telah berlalu. Aku-pun kembali masuk kedalam ruang ganti baju lalu mengambil handuk dan mandi.

Saat aku sedang mandi, tiba-tiba aku merasa ada cengkraman tangan yang kuat dari belakang. Aku-pun terkejut dan secara refleks aku menoleh ke belakang. Tetapi tidak ada siapa-siapa.

Seketika bulu kudukku mulai berdiri, tetapi aku berusaha positif thinking dan tetap pegang pada prinsipku bahwa hantu itu tidak ada. Aku rasa aku terlalu lelah sehingga aku sering kali berhalusinasi yang bukan-bukan.

Maka itu, aku tidak mempedulikannya dan kembali menyabuni badanku. Namun, seketika terdengar bunyi orang mengetuk pintu dengan keras.

“Sabar! Gua masih mandi”

Tiada jawaban. Tapi ketukan itu malah semakin kencang seolah-olah hendak menghancurkan pintu kamar mandiku.

“WOI!!! Jadi orang sabaran dikit kek! Masih banyak kamar mandi yang kosong!” ujarku mulai emosi.

Tapi tetap tidak ada jawaban. Malah ketukannya malah berubah menjadi dobrakan pintu.

Aku yang mulai kesal, langsung menyudahi mandiku. Aku langsung mengambil handuk dan mengelap badanku yang basah dan mengenakannya. Setelah itu dengan kesal aku bergegas membuka pintu dan hendak memarahi orang yang menggedor-gedor pintu kamar mandiku.

Setelah kubuka pintu kamar mandiku, tidak ada seorangpun yang berdiri. Bahkan teman-temanku sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing di ruang ganti yang terletak tidak jauh dari ruang mandi.

Lalu, kudatangi mereka satu persatu untuk kutanya siapa yang menggedor pintu kamar mandiku. Tetapi tidak ada yang mengaku bahkan salah satupun dari mereka bersaksi tidak melihat ada orang yang berdiri di depan kamar mandiku. Yang mereka tahu hanya aku yang teriak-teriak dari kamar mandi seperti orang gila yang sedang mengamuk.

Aku menjadi kesal karena merasa dipermainkan. Lalu aku langsung menuju ke lokerku untuk mengambil barang-barangku dan memakai pakaianku. Kebetulan lokerku terletak di ujung ruangan.

Setiba disana, aku melihat lokerku terbuka lebar. Semua barang-barangku keluar berhamburan dari lokerku dan berceceran di lantai. Melihat kejadian ini aku tidak bisa menahan emosiku dan langsung kembali ke kerumunan teman-temanku.

"Sialan! Siapa yang berantakin barang-barang gua? Ngaku ga lu pada? Gua sudah muak dipermainkan seperti ini! Tidak lucu! Sialan memang kalian pada!” ujarku dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan cacian ke arah temanku.

Lantas semua teman-temanku terkejut dan menatapku dengan bingung. Mereka berusaha menenangkanku dan menjelaskan bahwa mereka benar-benar tidak tahu apa-apa.

Berapa lama kemudian Eric datang kepadaku dan berkata;

“Mungkin ini ulah penghuni loker nomor empat.”

“Ngawur! Gua ga percaya begituan! Jangan-jangan, lu yang sengaja ngusilin gua agar gua percaya sama omongan kosong itu!”

“Sumpah Ren! Gada gunanya lu nyuruh gua dan kita-kita buat ngaku kalau kita yang gedor pintu kamar mandi lu ampe ngeberantakin barang-barang lu! Sedangkan kita aja tidak tahu apa-apa, bagaimana ngelakuinnya?!”

“Terserah lu pada!”

“Sudah-sudah kalian! Jangan berantem!” ujar Pak Gorilla yang datang untuk melerai kami semua.

Akhirnya dengan kesal aku langsung membereskan semua barang-barangku yang berserakan di lantai dan berpakaian. 

****  

Sesuai dengan hukuman yang diberikan Pak Gorilla, aku membersihkan toilet seorang diri sebab teman-temanku yang lain sudah pulang.

Pikiranku menjadi berantakan, antara bingung dan kesal atas kejadian yang tadi. Aku tidak tahu siapa yang mengusiliku dengan segitu jahatnya dan rumitnya tidak ada satu-pun yang mengaku.

Setelah dua jam aku menjalani hukuman membersihkan toilet, aku langsung pergi ke teman peminjaman kunci loker untuk menaruh alat pembersih yang kupakai tadi. Lalu aku kembali ke ruang ganti baju untuk mengambil peralatanku.

Setiba di ruang ganti, aku terkejut tidak main. Semua barang di dalam ruang ganti berantakan total bagaikan kapal pecah. Kursi-kursi banyak yang terbalik. Sampah-sampah berserakan dimana-mana. Hampir semua pintu loker yang tertutup rapi kini menjadi terbuka semua. Bahkan toilet yang sudah kubersihkan tadi menjadi kotor kembali.

Bulu kudukku mulai berdiri. Tidak mungkin ada orang yang mampu membuat tempat ini menjadi sangat berantakan dalam waktu singkat. Karena semenit yang lalu, aku meninggalkan ruangan ini dalam kondisi yang masih rapi.

Tiba-tiba mataku terfokus pada sebuah kantong plastik berwarna hitam yang terletak di dalam loker nomor empat yang dalam kondisi pintu loker yang terbuka lebar. Kantong plastik hitam itu bergerak dengan sendirinya seperti ada makhluk hidup di dalamnya.

Aku mulai kebingungan. Sebab aku tidak melihat kantong plastik hitam selama ikut klub bahkan saat membersihkan toilet-pun tidak ditemukan sampah kantong plastik.

Secara perlahan-lahan dan penuh waspada, aku mendekati kantong plastik hitam tersebut. Rasa curiga dan takut sudah mulai merambat ke seluruh pikiranku. Bahkan keringatku membasahi seluruh tubuhku.

Aku meraih kantong plastik tersebut. Lalu kubuka secara perlahan-lahan. Dan di dalamnya terdapat banyak sekali potongan tubuh manusia dan semuanya masih bergerak - seakan masih hidup - dengan darah segar mengalir keluar dari tiap potongan-potongan itu.

Aku langsung menjauh dari kantong plastik itu. Mungkin apa yang dikatakan Eric dan orang-orang benar bahwa loker nomor empat itu ada penunggunya. Aku langsung berdiri mematung di depan wastafel yang terletak di tengah ruang ganti. Kakiku terasa mematung sehingga sulit untuk digerakan. 

Aku berapa kali mencoba memastikan bahwa kantong plastik itu hanyalah halusinasi belaka. Tetapi, bau anyir darah yang menusuk membuatku tidak dapat berpikir secara positif lagi. Potongan-potongan tubuh manusia yang masih bergerak, selayaknya tubuh katak yang meronta-ronta, membuatku menjadi semakin percaya bahwa ini semua adalah nyata.

Lampu mulai mati redup. Suasana semakin mencekam, apalagi situasi saat ini adalah malam hari dan tinggal aku seorang diri di ruang ganti.

Seketika saya merasa ada seseorang yang memerhatikanku dari belakang. Akan tetapi, di belakangku hanyalah cermin wastafel. Tetapi, rasa penasaranku lebih tinggi sehingga aku membalikkan badan ke arah cermin wastafel yang kubelakangi ini. Ternyata hanya sosok bayanganku saja.  

Namun, seketika aku merasa ada yang aneh. Bayangku di dalam cermin terlihat tersenyum lebar sedangkan kondisiku saat ini sedang tidak tersenyum. Tatapan matanya juga terlihat lebih tajam dan menyeramkan.

Aku langsung mengucek kedua mataku untuk memastikan bahwa yang kulihat ini bukan ilusi. Tapi setiap kali aku mengucek mata, wujudnya semakin berubah menjadi lebih menyeramkan dan semakin lama wajahnya tidak mirip dengan wajahku lagi, melainkan sosok wanita bergaun merah yang kulihat tadi.

Tapi kali ini wajahnya tidak lagi terlihat cantik memesona - seperti yang tadi kulihat saat renang - melainkan terlihat seperti nenek sihir yang jahat. Bahkan gaun yang dia kenakan itu berwarna merah dari merah darah yang mengalir deras dari lehernya.

“Apa yang kamu maksud dengan debu? Apa maksudmu dengan nyamuk? Apa yang kamu maksud dengan kecoak?” ujarnya dengan nada marah.

Aku teringat kalau aku mencemooh penghuni loker nomor 4 tadi. Lalu aku berusaha memohon ampun kepada sosok wanita tersebut. Tetapi, wanita itu melangkah keluar dari dalam cermin dan mendekatiku. Aku berusaha menjauhi cermin itu hingga aku tersandung sampah botol plastik dan terjatuh duduk di hadapannya.

“Kamu barusan bilang tidak takut hantu kan? Dan kamu bilang mau menjadi pacarku kan? Ayo sekarang temani aku di dalam loker ini untuk selamanya! Hihihihi!” ujar hantu wanita tersebut sambil melompat ke arahku bagaikan singa yang hendak menerkam mangsanya.

Seketika semua pandanganku menjadi gelap gulita dan aku tidak tahu atau mengingat kejadian selanjutnya.     

****

Ikuti tulisan menarik Elnado Legowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB