x

Petugas medis dr Yenny (kiri) melakukan simulasi vaksinasi COVID-19 Sinovac kepada warga penerima vaksin di Puskesmas Kampung Bali, Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat, 8 Januari 2021. Simulasi itu dilakukan untuk memastikan kesiapan yang dimulai dari alur proses vaksinasi, kesiapan tenaga medis, observasi dan penerapan protokol kesehatan di puskesmas. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 23 Februari 2021 11:40 WIB

Keluarga Pejabat Menyerobot Antrian Vaksinasi; Keadilan Dipertanyakan

Upaya menekan jumlah penumpang gelap vaksinasi mesti diperkuat. Banyak warga yang tengah mengantri untuk divaksinasi, penyerobotan antrian merupakan tindakan menyakitkan. Ditengarai penumpang gelap ini bisa masuk antrian karena katebelece. Jelas ini merupakan wujud ketidakadilan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Di tengah upaya pemerintah menggenjot vaksinasi bagi tenaga kesehatan, Majalah Tempo mengabarkan bahwa ada pula orang-orang yang menyerobot barisan agar memperoleh kesempatan vaksinasi lebih cepat dari jadwal. Majalah Tempo memakai istilah ‘penumpang gelap’, sebab mereka sebenarnya bukan termasuk kelompok warga yang paling awal divaksinasi. Mereka ada yang pegawai kantor, sosialita, birokrat, pejabat, anggota parlemen, hingga keluarga kepala daerah.

Majalah Tempo juga menulis bahwa kekacauan data vaksinasi ditengarai menjadi salah satu penyebab kebocoran vaksinasi—maksudnya, mereka yang sebenarnya belum dijadwalkan memperoleh vaksinasi ternyata disuntik lebih dulu. Bagaimana hal itu dapat terjadi? Itulah yang penting ditelusuri untuk menyingkapkan fakta kebenaran mengapa warga yang bukan tenaga kesehatan bisa masuk ke dalam barisan yang divaksinasi awal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa waktu lalu ramai dibicarakan adanya sosialita yang mengunggah foto tengah divaksinasi. Dikabarkan ia membawa surat sebagai pegawai apotek, sehingga ia pun lolos dari filtering—jika ini memang dijalankan. Jika filtering dijalankan, berarti filternya tidak berfungsi baik atau data yang dijadikan rujukan untuk vaksinasi memang kacau. Perlu ditelusuri mengapa kacau? Apakah saat pemasukan data, atau sumbernya tidak valid, atau terjadi manipulasi sehingga mudah diakali.

Di tengah tujuan memperkuat lebih dulu barisan depan tenaga kesehatan, banyak orang yang bersikap manipulatif tanpa rasa empati dan tanggung jawab karena ingin divaksin lebih awal. Seperti dilaporkan Tempo, mengapa birokrat, pejabat, anggota parlemen, dan keluarga tidak memberi teladan, tapi malah meminta keistimewaan secara diam-diam. Bagaimana pula mereka dapat memperoleh layanan vaksinasi?

Kebiasaan menerjang antrian ternyata dipraktikkan juga di sini. Sayangnya pula, praktik ini tidak dicegah melalui filtering berlapis atau barangkali sudah dilakukan, tapi tetap saja lolos. Ketika kekacauan data sudah disadari, mestinya filtering diperketat antara lain dengan melakukan verifikasi surat pengantar yang dibawa warga yang minta divaksin. Cara ini memang akan memakan waktu, namun dapat mengurangi jumlah penumpang gelap.

Di tengah penolakan sebagian masyarakat untuk menjalani vaksinasi Covid-19, serta sebagian lainnya kurang percaya terhadap efektivitas vaksin, upaya menekan jumlah penumpang gelap vaksinasi mesti diperkuat. Bagi warga yang percaya pada divaksinasi, penyerobotan antrian merupakan tindakan yang tidak layak dibiarkan. Jika ternyata para penumpang gelap ini bisa masuk antrian karena katebelece, maka ini merupakan bentuk ketidakadilan yang akan mengecewakan warga lainnya.

Dalam vaksinasi pun, menjaga keadilan sangat patut diperhatikan untuk menjaga kepercayaan warga yang setuju divaksinasi. Pengistimewaan sebagian warga secara sengaja ataupun tidak ataupun dibungkus kepura-puraan berupa alasan tidak tahu bukanlah langkah yang bijak. Jalankanlah asas keadilan, dalam hal vaksinasi sekalipun. Mudah-mudahan ini memotivasi mereka yang masih menolak vaksinasi, apapun alasannya, untuk ikut dalam barisan warga yang siap divaksin. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler