Kakak Perempuan

Senin, 15 November 2021 06:52 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

KAKAK PEREMPUAN
Karya: Febrianti Dwi Amaliyah

    Siang itu sangat terik, aku merasa sangat lemas bahkan hanya untuk menegakkan badanku sendiri. Akhirnya setelah 10 menit berlalu dengan terpaksa ku tegakkan badanku dan melangkah menuju ke dapur. Aku mengambil sebotol air dari dalam kulkas, kubuka tutup botol itu dan aku terduduk di depan kulkas yang terbuka lebar sambil meminum air yang dingin menyegarkan itu, aku berpikir “ahh, ini sejuk”. Aku menutup pintu kulkas dan pergi ke kamar. Aku mengambil sebuah buku di rak. Dengan senyuman, aku duduk di kasur sambil bersandar di dinding di sebelah jendela. Hembusan angin masuk ke dalam kamarku melalui jendela yang terbuka dan mengayunkan helaian rambutku dengan lembut. Aku membuka bab terakhir buku itu, sangat penasaran dan antusiasme tinggi aku membaca kata demi kata dengan mata berbinar-binar.
    Pada kalimat terakhir dalam buku itu “terikat bukanlah saat untuk memulai”, aku menghela napas karena merasa sangat puas kemudian menutup buku itu. Aku beranjak dari kasur untuk meletakan buku itu dalam rak. Belum puas membaca, aku mencari buku lain yang mungkin bisa lebih menarik dari buku yang barus saja selesai ku baca. Setiap kali saat merasakan ketidaknyamanan dan kegelisahan tanpa ada penyebab pasti akan hal itu, aku memilih untuk membaca buku untuk menghilangkan semua perasaan itu. Aku kutu buku. Bisa dibilang begitu karena sering merasa hal yang membuatku tidak nyaman, tanpa sadar aku selalu membaca dan lama-kelamaan itu menjadi hobi dan kesenanganku. Terkadang saat merasa bosan dan tidak ada kegiatan yang menarik untuk dilakukan, aku melangkahkan kaki ke toko buku tanpa ku sadari. Menghabiskan berjam-jam untuk melihat buku-buku yang baru saja terbit dan akhirnya membeli beberapa buku karena penasaran saat membaca sinopsis.
    Setelah mencarinya, aku menemukan satu buku yang menarik perhatianku. Aku menariknya dari rak dan saat itulah aku menemukan secarik kertas terjatuh bersamaan dengan buku itu. Aku mengambil kertas itu dan kusadari bahwa kertas itu adalah sebuah foto. Ada dua anak kecil yang memiliki tinggi yang berbeda sambil berpegangan tangan atau lebih tepatnya anak yang lebih tinggi memegang lengan si anak yang lebih pendek dari dirinya. “ohh, foto ini. Sudah lama sekali. Waktu itu aku masih kecil sekali”, pikirku sambil tersenyum. Tetapi senyuman itu sebenarnya mengingatkanku pada masa kecilku yang sekarang menjadi kenangan berharga sekaligus kesedihan yang mendalam.
    Usiaku 7 tahun saat itu, aku ingat dengan jelas bahwa tidak ada yang istimewa dengan masa-masa itu. Hari itupun, siang terasa sangat terik. Aku sedang tertidur setelah meminum obat deman yang diberikan oleh ibuku. Sudah tiga hari aku lemas tidak bertenaga di kamar. Dengan tubuh lemah seperti ini, aku yang sudah sering sakit sejak masih kecil. Aku terbangun pukul 3 sore. Aku pikir badanku sudah terasa segar dan demamku sudah turun. Aku meminta tolong ibuku untuk mengambilkan makanan karena merasa lapar. Aku makan agak banyak dan sudah tidak merasa lemas seperti 2 hari sebelumnya. 
“Oh adek. Udah mau makan?”. Tanya kakak perempuanku dengan semangat dan suara yang bahagia sambil masuk ke kamarku.
“Hhmm, rasanya udah gak terlalu sakit lagi”. Jawabku sambil menyelesaikan suapan terakhir.
    Malam harinya, aku menonton tv bersama ayah, ibu dan kakakku. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam, aku meminum obatku yang rasanya tidak enak sama sekali kemudian tidur hingga pagi. Hari ini, aku belum juga masuk sekolah jadi aku di rumah sendirian. Ayah dan ibu pergi bekerja agak siang dan kakakku pergi k sekolah jam 7 pagi. Kondisi tubuhku sudah membaik, aku tidak merasa lemas lagi dan aku pikir bahwa aku sudah sepenuhnya pulih dari sakit ini. Aku hanya menonton tv dan sedikit belajar agar tidak ketinggalan pelajaran di sekolah karena aku sering sekali izin tidak masuk. Saing harinya, orang tuaku pulang bersama kakakku dan membawakan bubur kacang hijau yang manis. Aku dan kakakku memakan bubur itu dengan lahap sambil menonton kartun di tv. 
    Sore harinya, aku sudah bisa bermain diluar rumah. Kakakku mengajakku bermain sepeda. Aku dibonceng di bangku belakang dan kami menuruni jalan yang menurun di depan rumah dengan kecepatan yang kencang. Kami tertawa-tawa bersama. Setelah itu, kakakku menurunkan ku di halaman rumah, dia pergi untuk mengayuh sepeda bersama beberapa temannya. Aku pun ingin mengendarai sepeda milikku. Aku mengambilnya di garasi rumah dank u keluarkan menju ke jalan. 
“Dek, mau kemana?”. Tanya Ibuku yang berada di halaman samping rumah.
“Mau main sepeda sama kakak”. Jawabku yang sudah duduk dan siang mengayuh sepeda.
“Iya, jangan sampai kecapekan lagi. Nanti demamnya malah kambuh”. Kata Ibuku.
“Iyaaaa”. Jawabku yang sudah siap menuruni turunan tadi.
Aku mengejar kakakku yang sudah berada di atas tanjakkan. Kami mengendarai sepeda selama beberapa menit, menuruni dan menaiki tanjakan dan pergi keluar gang rumah lalu kembali lagi.
    Sudah sekitar pukul 5 sore, kakakku masih bermain dengan temannya dan aku bermain sendirian dihalaman depan rumah yang cukup luas. Ayah dan Ibuku yang dari tadi sibuk merawat tanaman dan kulihat ibuku menanam bibit baru juga.
“Dek, kenapa masih diluar”, Tanya kakakku yang sudah kembali dan menuju ke garasi untuk meletakkan sepedanya.
“Yuk kak, aku bonceng naik sepeda. Sini duduk dibelakang”. Kataku sambil menepuk-nepuk bangku velakang sepeda.
“Hahahaha. Iya, memangnya bisa?” Tanya kakakku.
“Iya, bisa. Yukk kak, cepetan”. Kataku sedikit memaksanya.
Aku mengayuh sepedaku sekuat tenaga untuk naik ke atas jalan tanjakkan sambil kakakku yang duduk dibelakang. Saat sampai diatas, aku mengayuh sepedaku dengan sangat kencang menuruni jalanan yang menurun itu.
“Hahahahhhahahaha”. Tawa kami bersama yang merasa sangat senang karena hembusan angin kencang saat menuruni jalan itu.
Lalu pukul sudah menunjukkan setengah 6 lebih. Matahari sudah hampir terbenam, Ayahku memanggil kami berdua. 
“Pulanglah, sekarang udah mau magrib”. Kata Ayahku dari halaman depan rumah.
“Sebentar Yah, dua kali lagi trus pulang”. Kataku pada Ayahku.
Ayahku hanya diam dan pergi untuk merapikan barang-barang yang tadi digunakan untuk merawat tanaman. Aku dan kakakku bersiap-siap untuk melakukan hal seperti tadi untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke rumah. Terasa sangat menyenaangkan dengan yang kami berdua rasakan hingga pada saat sampai di jalanan yang mulai lurus. Tiba-tiba sepedaku bergoyang dan langsung spontan aku menarik tuas rem dengan sangat kencang. Lalu bagian belakang sepedaku agak terangkat karena roda depan yang sudah berhenti dengan mendadak, aku pun jatuh tersungkur kearah depan sepeda dengan posisi tengkurap dan sedikit terseret. Hanya selang beberapa detik, kakakku yang berada di belakang langsung menimpa tubuhku. Suara yang ditimbulkan akibat kecelakaan itu lumayan kencang. Kakakku langsung menjauhkan tubuhnya dariku. Saat aku mulai bangkit, aku merasakan perih dan sakit dibeberapa bagian tubuhku. Tanpa sadar aku meangis sangat kencang saat badanku sudah berdiri. Aku terluka dilutut dan tangan dengan darah yang mulai keluar dari luka akibat gesekan dengan aspal jalan yang terdapat banyak kerikil. Mendengar suara tangisanku, kakakku hanya terdiam. Lalu tidak lama kemudian, ayahku muncul dari halaman rumah dan berlari menghampiri kami berdua. Kulihat wajahnya yang sangat cemas Ayahku berkata “kenapa nak? Kok bisa jatuh?”. Setelah ada didepan kami, Ayahku memeriksa kondisi kakakku yang hanya terluka sedikit di bagian telapak tangannya dan saat melihatku yang banyak luka, Ayah menggandeng kami menuju rumah. 
    Saat di rumah Ibuku sangat kaget melihatku yang menagis dan kakakku yang hanya terdiam karena mungkin masih sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Ibuku berpikir bahwa kakakku yang membuatku memiliki banyak luka. Dia marah pada kakakku dan aku hanya tetap menangis karena masih merasakan sakit. Ibuku membersihkan dan memebrikan obat pada lukaku sambil tetap mengomel pada kakakku. Kakakku terlihat sedih dan juga tidak melakukkan apa-apa mendengar semua yang dikatakan Ibuku padanya. Dan aku pun tidak bisa mengatakan apa-apa pada saat itu.
    Kejadian itu membuatku teringat terus hingga sekarang. Setelah beranjak dewasa, aku merasa bersalah terhadap kakakku. Aku berpikir apa yang dia rasakan saat itu, padahal itu bukan kesalahan yang dia perbuat tetapi dia yang kena marah. Aku juga sadar bahwa aku adalah adik yang payah. Kakakku selalu saja mengalah untukku tetapi aku tidak melakukan apapun utnuknya. Ketika aku ingin berterimakasih terhadap semua yang telah dia berikan padaku dan meminta maaf untuk kejadian-kejadian yang tidak enak yang dia alamai karena aku, semua itu tidak akan pernah bisa aku ungkapkan dan tidak akan pernah bisa terdengar oleh kakakku. Penyesalan karena tidak bisa mengatakannya saat dirinya masih ada, selalu menghantui diriku hingga kini. Aku hanya bisa menebak-nebak dan berharap kakakku mngkin sudah mengetahui bahwa aku sangat menyayanginya walaupun aku tidak sempat mengatakan hal itu padanya, bahwa aku sangat menyesal atas perlakuanku yang mungkin saja membuat dia kesal, marah bahkan jengkel padaku dan mungkinkan dia tau jika dialah satu-satunya yang aku miliki, dialah kakakku, saudaraku, temanku, sahabatku, inspirasiku bahkan dia role model yang sangat berharga untukku. 
    Kemudian, aku meletakkan foto itu kedalam album foto. Aku membuka lembar demi lembaran album untuk menemukan tempat kosong. Aku letakkan foto itu disebelah foto lainnya. Kini aku hanya bisa melihat dirinya dalam sebuah foto saja tetapi fakta bahwa dia adalah orang yang sangat berharga bagiku tidak akan pernah berubah. Aku menyimapan album itu ditempatnya. Lalu aku membawa buku yang sudah aku ambil tadi dan pergi meninggalkan kamarku. Aku membuka halaman pertama buku itu sambil duduk menikmati hembusan angina di terasa rumah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagikan Artikel Ini
img-content
Febrianti Dwi Amaliyah

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Musim Semi Pertama di Jepang

Senin, 15 November 2021 08:44 WIB
img-content

Kakak Perempuan

Senin, 15 November 2021 06:52 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
Lihat semua