Pentingnya Budaya Positif Sekolah

Rabu, 24 November 2021 21:07 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Budaya Positif Sekolah merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang harus diamalkan di lingkungan sekolah sebagai upaya mewujudkan pelajar Pancasila.

Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guru hanya menuntun bagi tumbuh kembangnya anak atau peserta didik sesuai kodratnya agar tumbuh dan berkembang sesuai apa yang menjadi bakatnya serta mencapai cita-citanya. Dalam proses menuntun tersebut, anak  diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan potensi bakat dan minatnya sebagai individu yang unik, akan tetapi guru sebagai pamong harus memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya . Guru sebagai pamong dapat memberikan tuntunan agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar mencapai cita-citanya.

Sebagai pamong, Guru diharapkan memiliki nilai-nilai positif yang dibutuhkan  untuk  membentuk karakter  Pelajar Pancasila  dengan memberi contoh  (Ing Ngarso Sung Tulodho) dan melakukan habituasi atau pembiasaan yang konsisten di sekolah agar terbebtu karakter pelajar Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, bersikap mandiri dan gotong royong, berpikir kritis dan kreatif serta berkebhinnekaan global.  Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk dapat  mengembangkan budaya positif di sekolah  agar  dapat menumbuhkan motivasi intrinsik  dalam diri murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab  dan  berbudi pekerti luhur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekolah Sebagai Institusi Pembentuk Karakter

Tujuan membangun  budaya positif di sekolah adalah menumbuhkan karakter anak sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila. Semua sekolah tentunya memiliki visi dan misi sekolah yang tidak terlepas dari pembentukan karakter peserta didik. Misalnya dengan kegiatan berbagai macam ekstrakurikuler seperti Pramuka, OSIS, PMR, Paskibraka dan lain-lain. Untuk menumbuhkan kejujuran dibentuk kantin kejujuran di lingkungan sekolah. Untuk menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter di sekolah guru perlu membangun komunitas praktisi di sekolah melalui kerja sama antar sesama guru teman sejawat di sekolah. Dengan demikian karakter Pelajar Pancasila sebagaimana disebutkan di atas dapat dapat terwujud.  

Budaya positif di sekolah  akan dapat menumbuhkan karakter positif  yang bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

Sekolah sebagai institusi pembentuk karakter dapat menerapkan budaya  positif dengan terlebih dahulu menentukan posisi kontrol guru yang sesuai dengan kebutuhan murid, melakukan kesepakatan kelas dan penerapan disiplin positif di kelas. Berikut adalah langkah-langkah dan strategi  dalam mewujudkan budaya positif di sekolah secara efektif dan mengembangkan karakter murid:

  1. Posisi Kontrol Guru

Hubungan guru dan murid adalah faktor penting dalam membangun budaya sekolah, karena  berpengaruh pada kualitas pendidikan di sekolah. Penting bagi guru untuk memahami bagaimana harus memosisikan diri saat berhadapan dengan murid. Dalam komponen kelas, posisi guru dapat dikatakan sebagai penggerak utama.  Kontrol guru dalam proses belajar mengajar yang baik memosisikan sebagai manager.  Jika ada murid yang melakukan pelanggaran tata tertib, guru manager akan bertanya tentang alasan mengapa murid tersebut melanggar aturan dan memuat kesepakatan untuk langkah perbaikan. Guru juga akan bertanya tentang harapan murid dalam KBM. 

Akibatnya murid akan merasa didengarkan dan tumbuh  disiplin dari dalam diri. Posisi kontrol guru yang demikian  akan menumbuhkan motivasi intinsik  dalam merubah perilaku untuk memperbaiki dirinya. Posisi kontrol seperti inilah yang sesuai dengan kebutuhan murid.

  1. Membuat Kesepakatan Kelas

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk  membantu guru  dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid,  tapi juga harapan murid terhadap guru. Sehingga aturan  yang jelas membuat murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan guru dari mereka dan sebaliknya guru juga memahami apa keingan murid.  Kesepakatan yang disusun perlu mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan, dapat diperbaiki  dan dikembangkan secara berkala. Kesepakatan kelas dapat berbentuk poster yang ditandatangani bersama guru dan murid sebagai kesepakatan kontrak. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.

  1. Menerapkan Disiplin Positif

Disiplin merujuk pada praktik mengajar  atau melatih seseorang untuk mematuhi  peraturan atau perilaku  dalam jangka pendek dan jangka panjang. Disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku  para murid tersebut serta mengajarkan  murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari.  Tujuan akhir dari disiplin positif agar murid memahami perilaku mereka sendiri, mengambil insiatif, menjadi bertanggung jawab atas pilihan mereka dan menghargai diri mereka sendiri dan orang lain. Dalam penerapannya, disiplin poisitif juga memberikan pemahaman kepada siswa mengenai konsekuensi logis jika  sebuah aturan dilanggar.  Kesalahan adalah kesempatan baik bagi anak untuk belajar.

Mengembangkan Budaya Positif di Sekolah

Mengembangkan budaya positif di sekolah pada hakekatnya adalah melakukan perubahan positif  dalam mencapai visi sekolah yang ideal yaitu sekolah yang dapat mendukung penumbuhan murid merdeka belajar.  Sekolah sebagai sarana untuk menanamkan nilai-nilai karakter perlu terus berupaya untuk meningkatkan  kualitas, efisiensi, dan kompetitif dalam mewujudkan lingkungan belajar  yang berpihak pada murid.  Perubahan positif  tersebut  dapat  dicapai dengan mengembangkan budaya positif di sekolah.

Untuk melakukan perubahan tersebut, dapat dilakukan dengan paradigma  Inkuiri Apresiatif (IA).  Sebagai model  manajemen  perubahan Inkuiri Apresiatif  (IA) merupakan teknik spesifikasi   yang digunakan  untuk membawa perubahan positif dalam suatu system.  Langkah operasionalnya bisa dilakaukan dalam tahapan  BAGJA, yaitu  Buat pertanyaan,  Ambil  pertanyaan, Gali mimpi, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi.

Untuk mewujudkan budaya positif di sekolah, perlu menggandeng semua pihak  untuk menjadi aktor dan pemangku kepentingan yang bisa berkontribusi  mewujudkan visi sekolah inklusif  yang berpihak pada murid. Prinsip perubahan  menurut KHD dikenal dengan Trikon yaitu Kontinu (berkesinamnbungan), Konvergen (kesamaan, universal, titik temu),  dan konsentris  (Kontekstual, latar belakang, kultur, lokal/individual).

Tahapan BAGJA:

1. Buat pertanyaan utama sebagai penentu arah penelurusan terkait perubahan yang kita inginkan: 

         Bagaimana mewujudkan karakter religius di lingkungan sekolah?

2. Ambil pelajaran ini:

Hal yang biasa dilakukan:

  • Melaksanakan sholat dhuha berjamaah sebelum memulai pelajaran
  • Literasi kitab suci sesuai agama dan keyakinan masing-masing di kelas sebelum memulai pelajaran
  • Berdo’a sebelum memulai pelajaran
  • Melaksanakan sholat dhuhur berjamaah
  • Melaksanakan sholah ashar berjamaah

3. Gali mimpi bersama:

Gali mimpi bersama, dalam tahapan ini komunitas sekolah akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan. 

  • Semua warga sekolah memiliki keimanan dan ketakwaan serta beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing di lingkungan sekolah
  • Terciptanya lingkungan sekolah yang religius
  • Sikap saling toleransi antar umat beragama di lingkungan sekolah 

4. Jabarkan rencana untuk mencapai gambaran yang diinginkan:

Tahapan ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan mengambil keputusan-keputusan.  

  • Untuk mewujudkan karakter religius di lingkungan sekolah semua warga sekolah harus turut mendukung kegiatan tersebut mulai dari Kepala Sekolah, Guru, Karyawan dan peserta didik
  • Sholat dhuhur dilaksanakan secara bergiliran mulai kelas X,XI,XII yang didampingi oleh guru pengajarnya yang dilaksanakan mulai pukul 6.30 sampai 6.45
  • 6.45-7.00 peserta didik melakukan literasi kitab suci agama masing-masing di kelas yang didampingi oleh guru pengajar jam pertama
  • 11.30-12.00 sholat dhuhur berjamaah
  • 14.30-15.00 sholat ashar berjamaah

5. Atur Eksekusi, tahapan ini membantu transformasi rencana menjadi nyata. 

  • Pelaksana dari kegiatan ini adalah seluruh warga sekolah, mulai dari murid, guru, kepala sekolah, karyawan sekolah 
  • Setiap ketua kelas memberikan laporan kepada wali kelas dalam bentuk buku laporan kegiatan
  • Wali kelas memberikan laporan kepada kepala sekolah dan wali murid untuk ikut memotivasi putera puterinya



Bagikan Artikel Ini
img-content
Istinah Sofariyah, S.Pd.,M.M.

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler