x

Iklan

Molly Hana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 November 2021

Sabtu, 4 Desember 2021 20:47 WIB

Sendirian Mencari Pahlawan

Aku seorang yang tidak suka belajar dan membenci para guru, sampai suatu hari seorang guru yang aneh menjadi wali kelasku.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika aku masih SMA, aku adalah anak yang nakal, membantah dan bodoh. Aku sekolah di SMA swasta terburuk di kotaku. SMA-ku selalu menjadi yang terakhir dalam ajang apapun, lomba, ujian, dan siswa-siswanya semuanya sama, mereka tidak memiliki niat belajar sedikitpun. Anak-anak yang nakal cenderung akan dimasukkan ke SMA tersebut, dan yang membuat semakin parah adalah murid-murid di SMA ini sama-sekali tidak menghormati guru. Bagiku wajar saja dalam beberapa tahun SMA itu selalu menjadi yang terburuk, tidak ada perubahan dan tidak ada yang peduli mengenai hal itu.

Sesuatu yang membuatku merasa bersyukur adalah ketika memasuki awal semester kelas tiga. Dimana waktu itu ada seorang guru baru yang akan menjadi wali kelas kami. Namanya Pak Toni Marko, wajahnya keliatan humoris dengan kumis tipis dan badannya sedikit kurus, beliau berumur sekitar 27 tahun. Sesuatu yang membuatku dan teman-teman lainnya merasa lega adalah bahwa kelihatannya beliau bukan guru yang pemarah dan mungkin bisa kami atur. Wajar saja wali kelas kami sebelumnya adalah Pak Herman yang berumur lebih dari setengah abad, hari-hari yang kami lalui penuh dengan penyiksaan dan pengorbanan seperti tugas setiap hari, tidak boleh telat dan harus menghafal nama-nama pahlawan, dan yang lebih parahnya lagi adalah beliau sering menceritakan bahwa istri beliau tidak pernah masak enak di rumah dan selalu masak ikan. Kami dibuat harus mendengarkan curhat-curhatan keluarga beliau setiap hari dan ketika kami tidak mendengarkan beliau. Beliau akan marah dan menghukum kami. Sungguh kejam bukan! tapi untungnya sekarang beliau sudah pindah dan kami merasa terbebas dari siksaanya. 

Hari pertama Pak Toni mengajar dilalui dengan kesunyian, kelas kami bertotalkan 23 murid tapi aku dan 15 lainnya memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan memilih untuk main voli di pantai. Aku berpikir bahwa tidak ada gunanya untuk serius belajar di sekolah “bobrok” itu, dan lagi sepertinya Pak Toni bukan guru yang pemarah dan tidak terlalu serius. Jadi sepertinya tidak masalah untuk membantah beliau. Hari demi hari kami lalui dengan kebebasan, terkadang yang berada di kelas hanya sembilan orang, enam orang, sepuluh orang dan lebih parahnya lagi pernah suatu hari yang hadir di kelas cuman satu orang. Aku berpikir bahwa ternyata memang benar Pak Toni sama-sekali tidak peduli dengan kami ataupun sekolah itu. Sepertinya beliau hanya peduli dengan diri sendiri dan gajinya saja. SMA itu mungkin beberapa saat lagi akan ditutup. Bagiku itu adalah hal yang bagus untuk mengurangi orang-orang bodoh yang sekolah secara sia-sia. Sampai suatu ketika aku mendengar bahwa Pak Toni melakukan sesuatu untuk mengajak beberapa anak agar mau masuk pelajaran beliau. Salah-satu teman kelasku “Romi” yang juga jarang masuk kelas bercerita padaku bahwa katanya Pak Toni kerumahnya dan menjemputnya untuk sekolah. Tentu Romi tidak bisa menghindari itu dan bisa dibilang bahwa jarak rumahnya ke sekolah memang jauh. Jadi aku berpikir bahwa Romi akan sangat menghargai itu. Selain itu aku juga mendengar kabar dari teman kelasku yang lainnya “Agus”, bahwa katanya pak Toni juga datang ke rumahnya untuk membantu beberapa pekerjaannya dan meminta Agus untuk kembali masuk sekolah. Pada saat itu aku berpikir bahwa mungkin saja Pak Toni sudah tidak tahan akan kelakuan kami yang sering bolos sekolah, tapi biarpun begitu aku dan teman lainnya yang sering main voli tetap melanjutkan apa yang biasa kami lakukan yaitu “bolos sekolah”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa waktu berlalu, beberapa dari kami biasanya ada yang masuk kelas dan ada yang tidak. Aku sendiri baru masuk kelas sekitar tiga kali dari total 20 pertemuan dengan Pak Toni. Sungguh waktu itu aku benar-benar seseorang yang tidak memikirkan tanggung-jawab dan hanya sibuk melakukan hal yang tidak penting. Tidak ada satupun hal yang membuatku tertarik untuk mengikuti pelajaran di kelas, biarpun sekarang ini aku sudah kelas tiga. Pak Toni sendiri pernah berbicara padaku dan menyuruh kami untuk tidak bolos, tapi aku tidak menghiraukan beliau dan melupakan ajakannya. Lalu tanpa disangka Pak Toni dan beberapa anak yang rajin masuk kelas datang menemui kami di pantai yang sedang bermain voli. Aku tidak tau apa yang ingin mereka lakukan, ketika itu Pak Toni mengajakku dan rombongan temanku yang sering bolos untuk bertanding bermain voli. Dimana jika kami kalah, kami harus mengikuti pelajaran beliau dan sebaliknya, jika kami menang, maka kami bebas melakukan apa saja, termasuk untuk bolos sekolah. Pada waktu itu aku cukup semangat menerima tantangan itu, dan aku berpikir bahwa beliau sudah memberikan tantangan yang bodoh karena aku yakin diriku dan teman lainnya akan menang dengan mudah dalam pertandingan itu. Wajar saja aku berpikir begitu. Aku yakin bahwa Pak Toni sama sekali tidak bisa bermain voli, belum lagi anak-anak yang akan dijadikan satu tim dengan beliau, beberapa dari mereka bahkan tidak pernah bermain voli. Tim mereka benar-benar kacau-balau dan pasti akan kalah. Pada akhirnya ternyata yang kalah bukanlah mereka, tapi kami. Banyak hal yang di luar dugaanku, salah-satunya adalah bahwa ternyata Pak Toni adalah mantan pemain voli provinsi. Hal itu sulit kuterima sebelumnya, tapi melihat apa yang sudah Pak Toni lakukan membuatku menjadi tertarik dan senang terhadap guru seperti itu. Pada saat itu aku berpikir bahwa Pak Toni adalah guru yang sangat terbuka dan tidak kaku.

Aku merasa tidak gagal untuk kekalahan dalam pertandingan voli dan harus mengikuti kelas. Aku merasa mungkin aku bisa lebih jago bermain voli jika langsung belajar dengan Pak Toni. Jadi, kembali masuk kelas adalah sesuatu yang bisa kuterima kali itu, begitupun teman lainnya. Hari-hari dengan kelas yang penuh murid kami lalui bersama Pak Toni, karena beliau adalah wali kelas kami, beberapa mata pelajaran diajarkan langsung oleh beliau seperti Matematika, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Namun tidak seperti dalam bermain voli, dalam mengajar mata pelajaran tersebut Pak Toni sama sekali tidak memiliki keterampilan, tapi beliau mempunyai semangat yang tinggi dan cara mengajar yang menyenangkan. Sehingga kami bisa menikmatinya dan bersemangat untuk mengikuti pelajaran. Pada saat itu banyak yang dilakukan oleh Pak Toni untuk membuat kami yang bodoh ini rajin belajar, dan untuk membuat kami menjadi bertanggung-jawab. Beberapa yang aku ingat adalah kami diajak untuk pergi ke pasar, seperti melihat orang-orang berjualan, berbicara pada nelayan, kadang kami juga disuruh beliau untuk membantu mereka sedikit. Awalnya aku berpikir hal tersebut membosankan, tapi ketika dilakukan dengan teman lainnya, hal tersebut menjadi sangat menarik dan banyak membuatku sadar. Ketika kami sudah sangat lelah, aku menyarankan Pak Toni untuk mengajak yang lainnya pergi ke pantai dan beliau setuju saja. Di pantai hal yang kami lakukan adalah belajar dan terkadang bermain voli, tapi pernah satu atau dua kali kami bermain kartu dengan beliau di sana. Kami selalu membuat perjanjian berupa bagi yang kalah dalam pertandingan harus membersihkan sampah di pantai. Tentu kami yang sudah kalah akan senang hati melakukan itu dan pada akhirnya semuanya juga tetap membantu. Aku yakin bukan hanya aku saja, tapi yang lainnya juga sudah mulai sadar akan tanggung-jawab karena cara mengajar Pak Toni.

Beberapa bulan mendekati Ujian Akhir kami menjadi lebih fokus belajar dan kebanyakan kami melakukannya di luar kelas, tapi tidak semuanya berjalan lancar. Bahwa ternyata banyak laporan masuk kepada kepala sekolah mengenai cara mengajar Pak Toni yang sering mengajak murid-muridnya untuk belajar di luar kelas. Hal tersebut tentu membuatku dan anak-anak lainnya menjadi tidak senang karena Pak Toni sudah menjadi guru favorit kami, dan banyak dari kami yang sudah mulai memiliki rasa tanggung-jawab untuk fokus belajar. Pada saat itu Pak Toni hanya bilang “Tenang saja, semuanya pasti baik-baik saja”. Beliau memang orang yang sangat santai seperti yang aku pikirkan. Setelah tersisa satu bulan mendekati Ujian Akhir, sesuatu yang tidak terduga dan tidak kami inginkan akhirnya terjadi. Bahwa Pak Toni harus dipindahkan dari SMA tersebut secara tiba-tiba karena cara mengajarnya yang juga masih belum diubah. Sebenarnya pada waktu itu Pak Toni sudah mendapat teguran akhir dari kepala sekolah, tapi melihat kami yang tidak menunjukkan kemajuan ketika belajar di kelas, Pak Toni tetap mengajak kami belajar di luar untuk mengatasi hal tersebut. Pada akhirnya kami harus mendapat wali kelas yang baru, yang lebih serius untuk menghadapi Ujian Akhir yang sudah sangat dekat. Semua teman kelasku pada saat itu tidak setuju akan kepindahan Pak Toni, tapi beliau sudah dipindahkan dan kami tidak bisa melakukan apapun. Setelahnya, pada saat itu kami selalu mengikuti pelajaran yang diberikan oleh wali kelas baru dan memang benar! bahwa kami tidak menunjukkan perkembangan ketika hanya belajar di dalam kelas. Kami yang sudah memiliki rasa tanggung-jawab memutuskan untuk pergi ke rumah Pak Toni dan mengajak beliau untuk mengajari kami di luar. Tapi sayangnya bukan hanya pindah sekolah tapi Pak Toni juga pindah rumah dan menetap di kota lain untuk mempermudah beliau dalam mengajar. Pada akhirnya kami sama sekali tidak bertemu dengan Pak Toni dan kami tetap belajar bersama di luar kelas tanpa beliau sampai Ujian Akhir datang.

Ujian akhir telah selesai dan banyak pihak yang dikagetkan atas pencapaian kami, terutama kepala sekolah. Kami yang biasanya selalu mendapat peringkat terakhir dibanding tujuh SMA lainnya, kini bertengger di posisi kedua. Sebuah pencapaian yang luar biasa, dan yang membuat kaget kepala sekolah adalah biasanya beliau hanya ingin anak kelas tiga lulus ujian tanpa peduli mereka akan berada di peringkat terakhir. Seperti yang pernah kukatakan bahwa SMA tersebut sudah memiliki sejarah anak-anak bodoh yang luar biasa dan kini sejarah itu telah berubah, sejarah itu telah berubah akibat seorang guru bernama Pak Toni yang sudah membuat sadar murid-muridnya dengan cara mengajar yang kreatif dan menyenangkan.

Beberapa waktu berlalu, sekarang aku sudah kuliah, aku sudah berubah banyak semenjak SMA dulu, aku menjadi lebih serius dan peduli terhadap diriku. Suatu waktu ketika aku berada di stasiun, aku dikagetkan dengan seseorang yeng terlihat mirip dengan Pak Toni, aku tidak begitu yakin tapi rasa penasaranku membeludak dan membuatku untuk tidak segan menghampiri orang tersebut, dan langsung bertanya apa beliau adalah Pak Toni. Iya, Beliau memang Pak Toni! Itu membuatku benar-benar kaget dan sangat senang bertemu beliau, beliau pun masih ingat denganku, salah-satu anak yang paling bandel di kelas dulunya. Aku tidak menghabiskan waktu sia-sia kali ini dengan beliau, aku mengajak beliau untuk minum kopi dan mengobrol bersama. Banyak yang beliau katakan untuk mengingat masa lalu dan mimpi masa depan. Beliau juga bilang bahwa “Menjadi guru akan membuat hidup saya menjadi lebih baik, saya senang menjadi guru dan melakukan banyak hal untuk keberhasilan murid-murid saya. Saya akan terus menjadi guru dan membuat murid-murid saya menjadi lebih baik”. Bagiku sendiri Pak Toni akan selalu menjadi guru yang hebat, guru yang bermakna “Pahlawan” bagi banyak murid-muridnya.

Ikuti tulisan menarik Molly Hana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler