x

Kegiatan Praktik Komputer di Masa New Normal.

Iklan

Inggriani Liem

Bebras Indonesia NBO
Bergabung Sejak: 16 Desember 2021

Kamis, 16 Desember 2021 12:43 WIB

Computational Thinking dalam Kurikulum Prototipe 2022-2024 (Bagian 1)

Untuk itu, guru perlu memahami Computational Thinking (CT) dan menjadi Computational Thinker. Guru perlu mengubah mindset, terutama yang selama ini hanya menjadi pengguna atau mengajar TIK (Teknologi Informasi Komunikasi). CT adalah kemampuan berpikir untuk problem solving yang solusinya adalah komputasi. Saat ini kita mengalami betapa hidup dalam sebuah dunia yang  VUCA (Volatile - cepat berubah, Uncertain - serba tidak pasti, Complex – kompleks,  Ambigu)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Inggriani Liem

Bebras Indonesia NBO

https://bebras.or.id/v3/

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)  telah menyiapkan kurikulum pemulihan setelah Covid-2019 untuk periode 2022 - 2024. Sekolah dapat memilih salah satu dari 3 kurikulum yaitu Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Prototipe. Kurikulum Prototipe saat ini telah diterapkan di Sekolah Penggerak. Diharapkan dengan kurikulum yang menekankan kepada hal esensial ini siswa dapat belajar dengan lebih baik dan bermakna.

Penjelasan karakteristik kurikulum di setiap jenjang, antara lain memuat, (1) Integrasi Computational Thinking (CT) dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan IPAS pada jenjang SD, (2) Informatika adalah mata pelajaran wajib di jenjang SMP serta kelas 10. 

(Dikutip dari materi sosialisasi “Kebijakan Kurikulum untuk Membantu Pemulihan Pembelajaran”, yang dirilis Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, 20 November 2021).

Untuk itu, guru perlu memahami Computational Thinking (CT) dan menjadi Computational Thinker. Guru perlu mengubah mindset, terutama yang selama ini hanya menjadi pengguna atau mengajar TIK (Teknologi Informasi Komunikasi). CT adalah kemampuan berpikir untuk problem solving yang solusinya adalah komputasi. Saat ini kita mengalami betapa hidup dalam sebuah dunia yang  VUCA (Volatile - cepat berubah, Uncertain - serba tidak pasti, Complex – kompleks,  Ambigu).

Sistem komputer, teknologi informasi, dan komunikasi merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari maupun profesi apapun. Kemajuan ini membawa kita ke masyarakat 5.0 seiring dengan industri 4.0. Riset AI (Artificial Intelligence) dan Big Data di perguruan tinggi akan semakin maju, jika siswa sudah mengenal CT dan Informatika pada pendidikan dasar dan menengah. Ibarat pohon yang tak mungkin berbuah dalam sekejap, pengetahuan dan keterampilan CT memerlukan waktu untuk tumbuh kembang hingga menghasilkan buah.

Nah, dengan dirilisnya Kurikulum Prototipe tersebut, tentunya semua guru SD perlu bersiap untuk memikirkan bagaimana mengintegrasikan CT dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPAS. Bagi guru Matematika, mungkin integrasi CT ke dalam mata pelajaran Matematika sudah tidak asing lagi. Sebab CT disebutkan secara eksplisit termasuk dalam salah satu aspek literasi Matematika pada PISA 2022. Sedangkan guru Informatika harus menyiapkan diri untuk mengajar mata pelajaran Informatika secara utuh sesuai gambar sebagai berikut.

 

Tentu, CT pada mata pelajaran Informatika jenjang SMP dan SMA muatannya berbeda dengan CT yang juga tetap diintegrasikan di mata pelajaran lainnya. CT dalam mata pelajaran Informatika bukan berarti menghapus integrasi CT dalam mata pelajaran lain di SMP dan SMA. CT memang dapat dipelajari dari dua sisi, yaitu sisi pengguna informatika dan teknologinya  serta sisi keilmuan informatika. Keduanya saling melengkapi. Sama halnya dengan belajar membaca dan menulis yang dimulai dari mata pelajaran Bahasa Indonesia atau Matematika. Kemampuan membaca-menulis dan Matematika tetap perlu diasah melalui semua  mata pelajaran lainnya karena dipakai. Inilah hakekat dari literasi. CT adalah literasi berpikir!

Bagaimana menyiapkan diri untuk mengintegrasikan CT dalam mata pelajaran? Pertama-tama guru perlu belajar tentang CT (detailnya akan disajikan pada tulisan bagian 2) dan bagaimana ‘menularkan’ serta mengajak siswanya melakukan proses berpikir komputasional (ber-CT).  Karena CT  pada hakekatnya adalah problem solving, maka guru  harus banyak praktek problem solving dan dalam kesehariannya harus menunjukkan bahwa ia seorang problem solver handal.

Kemampuan dan keterampilan CT diperoleh secara konstruktif dan berjenjang sesuai dengan usia dan seiring dengan semakin dalamnya pengetahuan bidang lain yang dikuasainya. Itulah sebabnya, CT perlu dimulai sejak usia dini dan perlu terus diasah bersama semua mata pelajaran lainnya.

Pengenalan CT untuk guru dan siswa SD, SMP, SMA di Indonesia sudah dilakukan sejak 2016, melalui Tantangan Bebras. Bebras Indonesia bersama komunitas Bebras Internasional mempromosikan CT dan informatika bagi anak usia 5 sampai 18 tahun. Siswa diajak menstrukturkan  tugas-tugas kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana (dekomposisi), berpikir algoritmik, pengenalan pola, generalisasi pola dan abstraksi.

Soal Tantangan Bebras dijadikan latihan yang dapat diakses gratis. Sejak 2020, lebih dari 36.000 guru telah mendapat pelatihan dari Biro Bebras untuk mengenal dan mengintegrasikan CT dalam pembelajaran, melalui Gerakan PANDAI (Pengajar Untuk Era Digital Indonesia) berkat dukungan dari Google.org 

Bagaimana CT dipraktekkan?

CT dipraktekkan melalui: (a) latihan memecahkan soal-soal literasi, numerasi, literasi sains, literasi finansial semacam soal PISA/AKM/Tantangan Bebras, (b) menganalisis data pada pembelajaran matematika dan sains, (c ) melakukan simulasi dan memodelkan sistem, (d) programming yang bukan hanya koding, (e) proyek STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematics).

Cara paling ampuh untuk memupuk kemampuan CT adalah dengan banyak berlatih (ingat aturan 10.000 jam), tetapi bukan hanya mengulang hal yang sama. Setiap kali siswa diajak untuk latihan memecahkan persoalan bidang ilmu apapun, siswa berlatih untuk mempelajari struktur kemudian mendekomposisi, jika perlu melakukan abstraksi, membangun pola persoalan dan pola solusinya untuk persoalan ‘sejenis’, serta menuliskan secara runtut solusinya. Persoalan ‘sejenis’ yang dipraktekkan perlu dinaikkan tingkat kompleksitasnya. Hal ini nyata dalam contoh-contoh yang akan disajikan pada tulisan bagian 2.

Pada Kurikulum Prototipe, CT secara eksplisit dirancang sebagai bagian dari mata pelajaran Informatika dengan Capaian Pembelajaran (CP) yang sudah didefinisikan mulai dari Fase A (SD kelas 1 dan 2) sampai dengan Fase F (Kelas 12). Guru SD sangat disarankan untuk mempelajari CP Informatika bagian Berpikir Komputasional untuk Fase A, B, C karena bersifat umum dan dapat dipakai sebagai rujukan untuk diterapkan pada semua mata pelajaran terutama dalam kegiatan tematik yang mengandung problem solving. Sebagai literasi, di tingkat SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK.MA disarankan agar guru terinspirasi dari soal-soal Tantangan Bebras 

Bagaimana Mengintegrasikan CT dalam proses pembelajaran?

CT adalah proses, bukan materi. Oleh sebab itu, CT mudah diintegrasikan ke dalam konsep mata pelajaran apapun selama guru memahami materi ajar, CT dan pembelajaran berdasarkan proses yang berpusat ke siswa. Dengan menggali aspek CT, guru akan menyadari bahwa CT sebetulnya bukan hal baru yang jauh dari materi yang pernah dikenalnya.

Guru kemudian dapat mengembangkan materi ajar atau memodifikasi proses pembelajaran yang memancing siswa mempraktekkan CT. Guru yang reflektif dan transformatif akan mampu merancang integrasi CT yang mengajak siswanya berpikir dan bukan hanya menghafal. Menumbuh-kembangkan kemampuan CT menuntut guru berpikir untuk mengajak siswanya berpikir!

Secara umum, integrasi konsep dan praktik  CT pada Informatika, IPA, IPS, Bahasa & Seni, dapat diperoleh secara detail di sini yang akan disajikan pada tulisan bagian 2.

Penutup, CT adalah proses problem solving yang efektif, efisien dan optimal. Bukan materi mata pelajaran tertentu (kecuali Informatika). Oleh sebab itu, CT dapat diintegrasikan dalam semua mata pelajaran. CT bukan satu-satunya cara berpikir. Karena itu  perlu diintegrasikan dengan critical thinking, system thinking, design thinking, engineering thinking.

Rabindranath Tagore (1861-1941) berkata,  “Seorang guru tidak pernah bisa mengajar jika dia sendiri tidak belajar. Lentera tidak bisa menerangi dan menyalakan lentera lain jika dia sendiri tidak bernyala.” Kepada para guru, ayo belajar dan menyalakan CT dalam proses pembelajaran Anda. Siswa Anda akan mengalaminya dan selanjutnya mampu menerapkan CT dalam hidupnya.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Inggriani Liem lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB