Kesehatan Mental sebagai Pilar Kehidupan Bermakna di Era Modern
2 jam lalu
***
***
Wacana ini ditulis oleh Saschia Amanda, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.
Dalam sebuah wawancara yang mendalam dengan beberapa mahasiswa dan pekerja profesional, terungkap bahwa banyak dari mereka merasa tekanan hidup modern bukan hanya menuntut produktivitas, tetapi juga menimbulkan beban emosional yang berat. Salah satu peserta menyatakan, "Saya merasa sering tidak cukup tidur karena pikiran terus bekerja, tapi tidak tahu bagaimana menenangkannya."
Dari pengamatan ini, menjadi jelas bahwa kesehatan mental bukan sekadar istilah baru yang populer di media, melainkan fondasi yang menentukan kualitas kehidupan. Kesehatan mental mencakup kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial yang memungkinkan seseorang menyadari potensinya, mengatasi tekanan sehari-hari, bekerja secara produktif, dan berkontribusi positif pada komunitas.
Kondisi ini bukan sekadar tidak adanya gangguan mental, tetapi juga hadirnya ketenangan batin yang memungkinkan individu menikmati hidup dan membangun hubungan sehat dengan orang lain. Seorang individu dengan kesehatan mental yang baik mampu memaksimalkan potensinya dalam menghadapi tantangan sekaligus menjalin interaksi positif, sementara gangguan kesehatan mental dapat menimbulkan perubahan suasana hati, gangguan berpikir, dan kesulitan mengendalikan emosi yang akhirnya memengaruhi perilaku dan prestasi.
Penyakit mental membawa konsekuensi yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya mengganggu interaksi sosial dan hubungan interpersonal, tetapi juga berdampak negatif pada prestasi akademik dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, pengembangan pola hidup yang sehat menjadi suatu kebutuhan yang mendesak.
Salah satu bentuk tantangan utama kesehatan mental adalah stres, yaitu kondisi ketika seseorang mengalami tekanan emosional atau mental yang intens. Individu yang tertekan cenderung menunjukkan gelisah, cemas, dan mudah tersinggung, yang berdampak pada konsentrasi, motivasi, bahkan dapat memicu depresi. Stres tidak hanya memengaruhi psikologi, tetapi juga perilaku dan kesehatan fisik. Misalnya, mereka mungkin menarik diri dari teman atau keluarga, kehilangan minat terhadap aktivitas yang sebelumnya menyenangkan, mudah tersinggung, atau bahkan menunjukkan perilaku agresif, dan mengabaikan perawatan diri.
Dampak fisiologis dari stres juga signifikan, termasuk sakit kepala, gangguan tidur, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, gangguan pencernaan, dan rentan terhadap infeksi. Faktor pemicu stres bervariasi, mulai dari masalah keuangan, tekanan sosial, hingga tuntutan pekerjaan. Penanggulangan stres menekankan identifikasi akar permasalahan dan penerapan strategi manajemen, seperti menerima hal-hal yang tidak dapat diubah, memandang tantangan sebagai pembelajaran, mengendalikan diri, berpartisipasi dalam aktivitas fisik, meditasi, atau aktivitas baru yang menumbuhkan rasa percaya diri.
Selain stres, gangguan kecemasan menjadi fenomena kesehatan mental yang patut mendapat perhatian. Gangguan ini ditandai oleh rasa cemas yang berlebihan dan sulit dikendalikan, berbeda dari kecemasan normal yang muncul pada situasi tertentu.
Bagi penderita, rasa cemas muncul secara konstan, memengaruhi kehidupan sehari-hari dan mengurangi kemampuan untuk rileks. Faktor yang memicu gangguan kecemasan antara lain trauma akibat intimidasi, pelecehan, atau kekerasan, stres berkepanjangan, predisposisi genetik, ketidakseimbangan hormon seperti serotonin dan noradrenalin, serta penyalahgunaan alkohol dan narkoba. Gangguan ini dapat dikelola dengan pola hidup sehat, termasuk konsumsi makanan bergizi, tidur cukup, mengurangi kafein dan alkohol, berolahraga, serta melakukan teknik relaksasi seperti yoga atau meditasi.
Depresi menjadi tantangan lain yang signifikan dalam konteks kesehatan mental. Kondisi ini ditandai dengan kesedihan yang berlangsung lama, jauh melampaui perasaan sedih biasa. Depresi memengaruhi emosi, fisik, cara berpikir, serta perilaku individu, sehingga sering mengganggu aktivitas sehari-hari dan dalam kasus ekstrem dapat memicu ide atau tindakan bunuh diri. Gejala psikologis depresi meliputi perasaan putus asa, rendah diri, cemas berlebihan, kesedihan yang berkelanjutan, mudah marah atau menangis, serta kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan.
Menjaga keseimbangan antara kesehatan mental dan hubungan sosial menjadi tantangan yang harus dihadapi setiap individu. Hubungan sosial yang sehat mendukung kesejahteraan psikologis, namun penting untuk menetapkan batasan dan mencari bantuan profesional bila diperlukan.
Strategi yang tepat, seperti membangun hubungan positif, menetapkan batasan, dan mendapatkan dukungan, memungkinkan individu mencapai keseimbangan ini, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh. Kesehatan mental bukan sekadar kebutuhan, melainkan investasi penting untuk kehidupan yang seimbang dan bermakna. Merawat kesehatan mental berarti memaksimalkan potensi, menjalani kehidupan yang produktif, dan menikmati kebahagiaan sejati.
Saschia Amanda Corresponding Author: [email protected]

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler