x

Ibukota

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 17 Januari 2022 07:37 WIB

Ketika Pindah Ibukota Negara Serasa Pindah Rumah Sendiri

Potensi pengulangan proses penyusunan UU Cipta Kerja dikhawatirkan oleh banyak pihak akan terjadi kali ini. Masyarakat hanya jadi penonton tanpa terlibat untuk isu sepenting pemindahan ibukota negara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketika Pindah Ibukota Negara Serasa Pindah Rumah Sendiri

Pernahkah sampeyan pindah rumah? Misalnya saja karena sampeyan merasa sudah tidak nyaman lagi tinggal di rumah lama dan ingin punya rumah baru dengan suasana baru. Bukan hanya suasana yang baru, tapi rumahnya memang benar-benar baru, jalan-jalan baru, dan lingkungan baru.

Karena sampeyan yang akan pindah, sampeyan merasa tidak perlu meminta izin kepada tetangga. Kapan mengemas barang-barang, mengangkutnya, sebagian atau seluruhnya breg, sampai kapan sampeyan dan keluarga pindah, itu urusan sampeyan. Sampeyan merasa tidak perlu memberi tahu tetangga.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sampeyan merasa tidak perlu ngobrol dulu dengan tetangga, apa lagi meminta pendapat mereka: ‘Bagaimana yang bu/pak baiknya, saya ingin pindah rumah soalnya di sini saya sudah gak betah, sumpek, macet, banjir, polusi.’ Buat apa nanya-nanya, pikir sampeyan. Pokoknya, semua terserah sampeyan, mau pilih rumah baru dimana, luasnya berapa, bagaimana desainnya, harganya berapa, siapa kontraktornya, bahkan pakai cat warna apa—semua sampeyan putuskan sendiri.

Kalaupun ada tetangga yang berkomentar, ‘Lho jeng, ngapain pindah, enak di sini sudah kenal semua tetangga.’ Sampeyan tersenyum semanis mungkin sembari dalam batin menganggap para tetangga itu penonton belaka: ‘Tahu apa sih kalian.’ Saking sebel dengan komentar mereka yang menurut sampeyan kurang bermutu, sampeyan akhirnya pergi tanpa berpamitan. ‘Aku mau pindah dan menikmati rumah baru. Titik.’

***

Presiden Jokowi ingin memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke tempat baru di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Entah bagaimana, seperti bola yang cepat menggelinding di tempat kemiringan, rancangan undang-undang tentang ibukota negara baru direncanakan disahkan DPR pada 18 Januari 2022.

Para politisi yang duduk di DPR dengan sigap menyambut RUU yang disodorkan pemerintah dan mulai bekerja untuk merapikannya sehingga nanti jadi landasan hukum untuk pemindahan ibukota. Prosesnya terkesan unik, tempat calon ibukota baru sudah dipilih, bahkan infrastruktur penghubung dengan wilayah sekitarnya sudah dibangun. Tapi, undang-undangnya baru dibuat. Jadi, undang-undang ini tidak ubahnya surat jalan bagi yang mau pindah agar tidak ada hambatan di tengah jalan.

Untuk mengejar target pengesahan, anggota DPR terkait pun terus bekerja walaupun di masa reses. Ngebut dengan kecepatan super-ekspres. Ini mengingatkan bagaimana anggota DPR bekerja siang malam untuk membuatkan UU Cipta Kerja. Patut dipuji tinggi-tinggi antusiasme anggota Dewan dan wakil pemerintah dalam membahas penyusunan undang-undang itu. Andaikan saja antusiasme serupa mereka perlihatkan saat menyusun undang-undang lain yang dalam pandangan masyarakat lebih penting dan sangat mendesak. Bukan hanya mendesak dari sudut pandang pemerintah dan kemudian diiyakan oleh DPR, seperti biasa.

Di balik antusiasme luar biasa itu, sayangnya ada hal-hal penting yang tidak memperoleh perhatian semestinya. Salah satu hal penting itu ialah terbatasnya kesempatan partisipasi masyarakat luas, sehingga aspirasi rakyat banyak tidak memperoleh tempat yang selayaknya sebagaimana diamanahkan dalam undang-undang tentang penyusunan undang-undang. Suara-suara protes dari masyarakat, para guru besar, mahasiswa, pakar dan akademisi, tidak cukup memperoleh perhatian yang semestinya. Inilah salah satu alasan mengapa Mahkamah Konstitusi kemuian memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional karena kurang sekali melibatkan masyarakat dalam penyusunannya.

Akankan proses yang sama dijalani oleh pemerintah dan DPR demi mengejar target pengesahan 18 Januari 2022—tinggal berapa hari ya? Ngebut dengan kecepatan supertinggi? Siapakah ahli dan pakar yang diundang, serta pemangku kepentingan mana yang diundang untuk bertemu dengan panitia khusus? Apakah yang kira-kira berbeda pandangan memperoleh tempat dalam dengar pendapat itu, bila dengar pendapat itu memang ada dan bukan sekedar memenuhi aturan prosedural? Sejauh mana masyarakat luas dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan pembahasan isi rancangan undang-undang itu—transparan, terbuka, umpan baliknya diperhatikan?

Potensi pengulangan proses penyusunan UU Cipta Kerja dikhawatirkan oleh banyak pihak akan terjadi kali ini. Masyarakat hanya jadi penonton tanpa terlibat untuk isu sepenting pemindahan ibukota negara. Ada yang mengatakan bahwa pemerintah dan DPR mestinya belajar dari penyusunan UU Cipta yang dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam hemat saya, pemerintah dan DPR justru menarik pelajaran berharga dari pengalaman tersebut. Pelajaran yang membikin mereka cuek terhadap kritik masyarakat ialah sekalipun nanti UU Ibukota Negara digugat ke MK, mereka tidak perlu cemas, sebab sudah ada preseden atau contoh rujukan bagaimana undang-undang yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK masih boleh berlaku hingga direvisi dalam waktu dua tahun.

Kelonggaran yang diberikan MK terkait UU Cipta Kerja itu boleh jadi akan dimanfaatkan untuk mengebut pembuatan raturan di bawah undang-undang sesuai aspirasi pemerintah dan DPR—yang mayoritasnya berasal dari partai politik yang sama. Pokoknya kebut, perkara digugat rakyat, itu urusan nanti—kira-kira jalan pikiran mereka seperti itu. Tinggal revisi. Begitu beres undang-undang ibukota, pembangunan dan proses pemindahan bertahap sudah bisa berjalan. Setidaknya, sebelum Presiden Jokowi mengakhiri periode kedua jabatannya, sudah tampak wajah ibukota baru yang menyilaukan walaupun mungkin belum full-furnished. Ngebutnya pembuatan UU Ibukota Negara kelihatannya berkejaran dengan momen ini. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler