x

Ilustrasi dari puisi berjudul \x27Sepatu yang Aku Pinjam\x27

Iklan

Galih Shunyatalukha

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Agustus 2022

Senin, 1 Agustus 2022 18:02 WIB

Kisah Semir Sepatu

Ayam pun mulai berkokok tanda pagi hari telah datang. Para anggota geng Protomex sedang bersiap-siap untuk beraksi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Di suatu tempat perkumpulan. Anggota geng sedang melakukan meeting untuk agenda kegiatannya besok siang di pasar.

 

Ketua geng berbicara, "Lur, besok kita beraksi di pasar hewan, yah. Siapkan diri kalian baik-baik. Jangan lupa baca doa, ya, sebelum bekerja. Supaya berkah hasilnya."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

 "Amiiin …," kata para anggotanya kompak dengan penuh semangat.

 

Ketua geng berbicara lagi, "Sore ini ada anggota baru yang ingin bergabung dengan grup kita."

 

Kemudian ketua geng mempersilahkan kepada anggota baru tersebut untuk memperkenalkan diri.

 

"Emmm …."

 

Si anggota baru terlihat gugup untuk memperkenalkan diri.

 

"Jangan malu, Luor! Kita satu tim, satu jiwa dan satu dua tiga," seru anggota dengan canda di akhir katanya.

 

Anak baru itu mulai bicara.

 

"Namaku Polso dari desa Mulyoto. Umur 24 tahun pendidikan SMK jurusan otomotip."

 

 "Jurus apah? Motongintip?"

 

Ledekan anggota lama kepada Polso si anak baru diiringi tawa anggota yang lain.

 

Polso agak takut dengan anggota lama tersebut.

 

"Jangan takut, Polso. Memang seperti inilah kami. Sering bercanda, tidak terlalu sepaneng dan sering tertawa."

 

"Luor. Tolong bimbing aku besok, yah," kata Polso dengan polosnya.

 

"Wooke. Besok kamu partner-ku, ya." Ajakan salah satu anggota yang bernama Pungki.

 

"Siap, Bang!"

 

Muka polosnya Polso membuat Pungki tertawa, "Ha-ha-ha …."

 

***

 

Ayam pun mulai berkokok tanda pagi hari telah datang. Para anggota geng Protomex sedang bersiap-siap untuk beraksi.

 

Pungki, berkata, "Wah, ayam pun kesiangan bangunnya. Jam segini baru berkokok. Padahal ini udah pukul sebelas kurang satu jam. Hey, dulurku, Polso, ayo cepat ! Udah siap belum?!"

 

"Siap, Bang!" jawab Polso.

 

"Yang lain udah pada berangkat. Kita juga berangkat, Luor," tukas Pungki.

 

"Siap, Bang!"

 

Kemudian Pungki dan Polso berjalan-jalan untuk mencari target mangsanya.

 

"Eh, bentar, Polso. Itu lihat, nggak?" ujar Pungki sambil mengacungkan jari telunjuknya ke depan dengan arah ke bawah.

 

"Iyah, Bang. Aku lihat, kok," jawab Polso sambil menatap dan menyipitkan matanya.

 

Pungki bertanya pada Polso lagi, "Apa coba, Luor?"

 

"Itu yang di bawah, 'kan, Bang?"

 

"Iyah."

 

"Hooo ... itu tahi ayam yang kayaknya masih anget itu …."

 

"Haduuuh, bukan itu, Luooor … bukan yang itu! Tapi yang dipakai bapak itu! Aduuuh!" ujar Pungki sambil menepuk jidatnya sendiri.

 

"Oh, yang ituh? Itu sepatu, Bang."

 

"Iyaaah, Polso! sepatu yang dipakai Bapak itu. Itu sepatu mahal, lho, Luor! Kalau dijual, laku lumayan. Kalau di pake, juga pas kayaknya di kaki aku," kata Pungki.

 

"Gini ajah, aku yang mengelabui Bapak itu untuk mengalihkan dia dari sepatunya. Setelah bapak itu jauh dari sepatunya langsung kamu sikat aja, yah, tapi kamu jangan lari. Takutnya kamu ketahuan jika kamu seorang copet. Santai dan pelan-pelan kamu beraksi seolah-olah itu sepatumu sendiri. Okey?"

 

Polso pun menjawab, "Iyah, Bang, siap laksanakan!" 

 

Saat waktu mulai memasuki zuhur. Si Pungki pun mulai mendekati bapak itu. Mengajaknya masuk ke Mushola untuk segera azan. kebetulan bapaknya juga adalah seorang muazin di desanya.

 

Adzan Zuhur pun berkumandang. 

 

Karena Polso tidak melihat bapak itu lagi, ia hanya melihat sepatunya saja, maka ia menghampiri sepatu bapak itu ke depan Mushola bersama para jamaah yang mau melaksanakan sholat Zuhur di sana. 

 

Pungki pun ikut salat Zuhur bersama bapak muazin di dalam Mushola.

 

Pungki merasa senang setelah salat Zuhur berjamaah selesai.

 

"Yess! Aku punya sepatu baru!" ujarnya dalam hati begitu riang.

 

Betapa terkejutnya Pungki saat berjalan melewati teras mushola, ia melihat si Polso menyikat sepatu bapak muazin tadi memakai sikat cuci pakaian. Dan melumurinya dengan semir sepatu. 

 

"Wadduuuuh … kenapa kau sikat sepatunya, dodol?" tanya Pungki sambil menghela nafas.

 

"Iya, 'kan, katanya tadi suruh nyikat. Lha ini aku sikat. Sekalian aku semir nih sepatu. Anggap aja sebagai sepatu sendiri. Hihihi," ujar Polso nyengir polos tanpa dosa sembari terus menyikat sepatu.

 

End.

 

"Hadeeeeh … dasar ember panci!"

 

TAMAT.

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Galih Shunyatalukha lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB