Dalam suluh yang menerka bagai lelucon
malam di musim panas, dipenuhi pertaruhan
senandung pesisir menuai sisik bedukang
sementara perahu berlayar mencari teduh
akhiri selisih gelombang purnama
berhentilah sejenak, sedetik, sebab
kebenaran tiada pernah memiliki sayap
Namun hari mengandung maut
menyisir permainan tentang lapar
beberapa membuka wadahnya
beberapa meniadakannya
Namun hari mengandung maut
serupa matahari tanpa kepastian
mengintip pekatnya isi mendung
tidakkah kau melihat potongan fragmen?
Bisa jadi, segala yang menadah
hanyalah tabiat menakar labil hati
lantas mendayung haluan paling pipih
untuk gelanggang keberadaan
untuk gelanggang ketiadaan
untuk gelanggan penghabisan
yang suar terkadang memugar di lautan hitam
Ikuti tulisan menarik Okty Budiati lainnya di sini.