Reparasi Hati
Jumat, 19 Agustus 2022 15:01 WIBBeberapa hal memang tak berjalan seperti keinginanmu. Itu lumrah dan manusiawi. Kau boleh menangis sekeras yang kau mau. Tapi tetap beri batas, bahkan untuk kesedihan.
Bagian 7,
Sepekan lagi, Arsyad akan merayakan kelulusannya setelah menamatkan kuliah di salah satu kampus di Surabaya. Tempat yang sama, dimana Maria menempuh pendidikan. Mereka sudah tak saling berkabar beberapa pekan, tapi Maria tetap mempersiapkan hadiah kecil untuk pria itu. Ia berharap hubungan mereka kembali baik dan semua kesalahpahaman bisa dijernihikan.
Sore, saat matahari masih cukup tinggi. Dan teriknya masih terasa menyengat kulit. Maria sempatkan mampir ke salah-satu tempat.
Ia ingin membeli hadiah untuk Arsyad. Sebuah dompet. Cukup lama ia memilih, hanya untuk mepertimbangkan warna dan model yang Arsyad suka. Gadis itu tak benar-benar tahu, apa yang disukai lelaki itu. Ia memilih sesuatu yang juga ia suka.
Dompet dengan dua corak warna, biru dan cokelat muda jadi pilihannya. Ia pulang dengan senang, Maria yakin Arsyad akan menyukainya. Setibanya di rumah, Maria kembali dibingungkan dengan bungkus kado. Namun, ia putuskan untuk menjahit kantung kecil berwarna hitam, seukuran dompet yang ia beli. Pikirnya, kantung itu bisa Arsyad gunakan menyimpan koin (uang receh). Iya, laki-laki itu gemar mengumpulkan koin untuk diberikan pada tukang parkir atau pengamen.
Setelah semua siap, Maria justru tampak murung.
"Aku tak bisa memberikan hadiahnya, karena kita sedang tak saling berkabar," guman gadis itu.
Maria memandangi hadiah itu, bertanya, bagaimana cara ia memberikan hadiah itu pada Arsyad. Lelaki itu tak menghubunginya sama sekali. Maria ingin mengirim pesan, tapi ia selalu mengurungkan niat nya.
Ia masih terjebak, tentang status hubungan mereka. Akan aneh jika Maria memberi Arsyad kado, saat mereka justru tak saling sapa. Gadis itu greget dan ingin bertanya, apa dia membuat kesalahan? Apa ada sesuatu yang membuat laki-laki itu tersinggung? Atau memang, ia hanya ingin menjauh? Tapi toh semua itu hanya mengendap di kepalanya.
Hari yang ditunggu tiba, hari kelulusan Arsyad, laki-laki itu mengunggah fotonya memakai toga di lini stori. Maria hanya melihat tanpa berkomentar. Gadis itu kembali menyimpan hadiahnya di laci, menyibukkan lagi diri dengan pekerjaan. Apapun yang membuatnya teralihkan. Setidaknya, itu akan mengurangi rasa sedihnya.
Tapi toh, bayangan laki-laki itu selalu ada. Ia terus menempel di pikiran Maria. Akhirnya, Maria putuskan menghubungi Arsyad, tapi laki-laki itu justru bertanya.
"Masih ingat?" tuturnya.
Aku sedih saat kau katakan itu. Kau tak tahu, seberapa keras aku menahan diri untuk tak menghubungimu. Seberapa cengeng aku saat kau tiba-tiba tak berkabar. Dan kepalaku yang ramai olehmu.
Seperti dugaan Maria, lelaki itu sepertinya marah akan sesuatu hal. Sesuatu yang menahannya memberi kabar. Tapi, Maria tak tahu. Apa kesalahan yang ia perbuat.
Jika ada perilaku atau ucapanku yang mengganggumu. Kuharap kau menegurku, katakan padaku apa yang membuatmu marah. Agar aku tahu, apa yang harus kulakukan.
Maria bertanya balik,
"Bukankah, sebaliknya?"
Tapi lelaki itu juga tak menjawab. Akhirnya, Maria beranikan diri mengajak Arsyad kembali bertemu, ia benar-benar ingin memberikan hadiahnya. Arsyad mengiyakan, meski dengan sedikit acuh.
Keduanya akhirnya bertemu, tampak mereka saling menahan diri. Tapi, pertemuan itu kembali mencairkan suasana mereka yang dingin. Arsyad menyukai hadiahnya, Maria senang lelaki itu suka dengan pilihannya.
Mereka membuat janji untuk perjalanan ke Malang. Maria berharap hubungan mereka kembali baik. Ia ingin mengutarakan perasaannya. Gadis itu tak ingin terus terjebak dengan pikirannya sendiri. Ia ingin semuanya terang.
Maria bukan tak pernah mencoba. Ia pernah bertanya pada Arsyad terkait kejelasan status mereka. Maria lakukan itu via telepon. Tapi laki-laki itu hanya membalas sekenanya. Maria mendengar ia tertawa dengan temannya, kala Maria bertanya tentang status mereka."Kamu itu berharap terlalu tinggi, " celotehnya.
Gadis itu lalu kembali murung.
Salahkah jika aku berharap padamu. Pada kita yang telah merakit kebersamaan. Atau itu hanya pikirku sepihak.
Ia menutup teleponnya dan menangis. Sepertinya, ia memiliki kebiasaan baru, sejak ia kembali membuka hatinya untuk pria itu. Iya, selain rasa bahagia, ia juga jadi cengeng. Bahkan untuk hal-hal kecil.
Bukankah telah kuwanti-wanti sedari awal? Tapi kau kekeh dan bersikeras menerobos jalan itu. Maka tanggunglah perihnya harapan. Maria.
bersambung,
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Reparasi Hati
Jumat, 19 Agustus 2022 15:01 WIBSelepas Kau Pergi
Kamis, 11 Agustus 2022 08:16 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler