x

Keteladanan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 29 Agustus 2022 15:02 WIB

Kurikulum Merdeka Berhasil Membuat Anak Terpenjara di Sekolah?

Kapan, benang kusut pendidikan Indonesia diatasi dengan cerdas, tanpa harus mengorbankan sektor lain yang justru signifikan mengentaskan kemiskinan intelegensi dan persinality SDM kita dari jalur nonformal? (Supartono JW.29082022)

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kurikulum Merdeka, benarkah justru memenjara dan menjajah anak tinggal lebih lama di sekolah? Ini karena menterinya? Sekolahnya? Kepala Sekolahnya? Para gurunya? Atau diantara mereka salah memahami? Salah implementasi? Apa yang digaransi dari penjajahan itu untuk perkembangan pedagogi anak? (Supartono JW.28082022)

Catatan saya, ini adalah kejadian pertama sejak tahun 1999 SSB pertama di gaungkan di Indonesia. Artinya, selama hampir 24 tahun tidak pernah terjadi masalah SSB memanfaatkan waktu sisa siswa setelah sekolah, lalu menyalurkan bakat dan minatnya bergabung dengan SSB.

Tetapi, tahun ajaran baru 2022/2023, inilah pertama kalinya, ribuan atau bahkan jutaan siswa tidak lagi memiliki waktu ber-SSB (juga kegiatan lain) yang normal, sebab waktu sebagian besar siswa sudah diambil oleh sekolah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berikut beberapa nukilan kerasahan itu: "Selama ini jadwal latihan reguler SSB kami dua sesi, yaitu sesi 14.00-16.00 WIB dan sesi 16.00-17.45 WIB. Sejak tahun ajaran baru, jangankan dapat melakukan jadwal latihan sesi satu. Sesi dua pun tidak bisa, sebab di sesi dua hanya beberapa siswa yang bisa hadir, karena sekolah."

"Selama ini, SSB kami biaya operasionalnya dari iuran siswa. Dengan hanya ada beberapa siswa yang dapat hadir latihan di pukul 16.00, bahkan ada yang menyusul datang terlambat pukul 17.00an, biaya operasional untuk membayar sewa lapangan/stadion dan transpor pelatih pun tidak dapat tertutupi. Latihan reguler di hari biasa sudah sering diliburkan. Latihan di hari Sabtu/Minggu pun anak-anak tetap banyak yang izin karena kecapaian atau harus ikut acara keluarga, karena selama seminggu, waktunya sudah habis di sekolah."

"Untuk mengikuti kompetisi ketat, baik yang digelar pihak swasta mau pun oleh PSSI, selama ini latihan reguler dua/tiga kali seminggu di hari biasa saja kurang untuk menaikkan TIPS siswa. Dengan model sekolah yang siswanya sekarang pulang sore, maka latihan reguler di hari biasa sudah tidak bisa diharapkan. Bagaimana siswa dapat memiliki rapor TIPS standar untuk mengikuti turnamen/kompetisi?"

"Kondisi siswa yang sekarang tersandra di sekolah, membuat latihan reguler SSB kami tidak dapat berjalan sesuai waktu dan program, membuat kami berpikir menggeser jadwal latihan SSB ke malam hari. Tapi masalahnya, latihan malam, siswa yang sudah kecapaian di sekolah belum tentu hadir. Berikutnya, biaya sewa lapangan/stadion malam hari, berkali lipat harganya dari latihan. Jadi, kondisi sekolah sekarang sama saja kegiatan SSB dan lainnya, sedang dibunuh oleh sekolah."

"Banyak orangtua siswa di SSB saya yang berharap SSB kami tetap ikut kompetisi bergengsi. Tetapi apakah siswa bisa dan mampu ikut kompetisi setiap pekan tanpa ada latihan? Kami berikan program latihan mandiri di rumah saja, siswa sudah kecapaian dan tidak ada waktu."

Masih, banyak keresahan lain, yang juga dikeluhkan oleh para orangtua yang masuk kepada saya, namun akan saya ungkap dikesempatan lain.

Waktu sekolah formal, habiskan waktu siswa di sekolah

Belum genap dua bulan Tahun ajaran 2022/2023 berjalan, namun beberapa orang tua khususnya di wilayah Jabodetabek, yang menyekolahkan anak-anaknya baik di sekolah negeri mau pun swasta sudah ada yang kesulitan mengatur jadwal kegiatan pengembangan minat dan bakat anak-anaknya, di luar sekolah karena waktu anaknya sudah habis di sekolah.

Memang, tidak semua sekolah melakukan hal yang sama, namun karena ketidaksamaan inilah, membuat program minat dan bakat siswa di luar sekolah pun ikut berantakan. Efeknya nyata terhadap program pendidikan, pelatihan, dan pembinaan yang tidak dapat dijalankan sesuai tujuan dan sasaran. Lebih parah, dari segi anggaran, juga tergerus signifikan.

Apakah hal ini terjadi di seluruh Indonesia? Bila ya, maka sebab pendidikan kita terus terpuruk, salah satu sumber utamanya adalah Kurikulum yang berganti-ganti baju, namun dalam praktik dan implementasinya, anak-anak Indonesia di level SD, SMP, dan SMA sederajat bukannya memiliki waktu lebih sedikit di sekolah, tetapi mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas.

Tetapi kondisinya malah berulang, anak-anak justru kembali terpenjara lebih lama di sekolah. Pertanyaannya, apakah sekolah dan para gurunya menjamin dan menggaransi anak didiknya akan menjadi manusia cerdas berkarakter, manusia unggul harapan Indonesia? Sebab, selama puluhan tahun dunia pendidikan dan pengajaran Indonesia terpuruk. Terus tercecer dari negara Asia Tenggara lain.

Sementara, meski ada program Uji Kompetensi Guru (UKG), ada program sertifikasi guru, namun hasilnya tetap belum signifikan sesuai tujuan yang diharapkan. Tetap banyak keluhan bahwa anak didik setiap level lulusan belum sesuai harapan dalam hal kemampuan menerapkan, mempraktikkan pedagogi (kognitif, afektif, psikomotor) dalam kehidupan nyata. Masih miskin pedagogi.

Masih menggaung, rakyat bangsa ini masih lekat dengan predikat bangsa copypaste, bangsa pemakai produk dan karya orang lain, karena tidak cerdas otak dan hati, sebab gagal di dunia pendidikan, ujungnya miskin kreatifvitas, miskin imajinasi, miskin inovasi. Tetapi kaya hedonisme, kaya kelicikan, dan kaya koruptor.

Yang terus dibangun hanyalah insfrastrukur demi target dan tujuan politik, tetapi sumber daya manusia (SDM) terus menjadi sektor yang memprihatinkan. Mungkinkah ini memang disengaja?

Pertama kali di +62 sekolah formal menjajah siswa?@@ Atas kisah nyata tersebut, khusus dari dunia sepak bola akar rumput seputar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), sudah resah.

Semoga di wilayah lain, para pegiat sepak bola akar rumput atau olah raga lain atau kegiatan lain yang menampung dan menyalurkan bakat dan minat anak-anak Indonesia di bidang olah raga dan bidang lain di luar sekolah formal, tidak turut resah, karena anak-anaknya kini tersandra di sekolah lebih lama di banding tahun ajaran sebelumnya.

Pasalnya, khusus di sepak bola akar rumput, sejak nama Sekolah Sepak Bola (SSB) digaungkan oleh PSSI di bawah Agum Gumelar tahun 1999 melalui turnamen Kid's Soccer Tournamen yang diikuti oleh 16 SSB terpilih dan disebut SSB Pelopor di Indonesia (ASIOP, Bina Taruna, Mutiara Cempaka, Sukmajaya, Gala Puri, Bekasi Putra, Pelita Jaya, Jayakarta, BIFA, Pamulang, Harapan Utama, Bintaro Jaya, Bareti, Camp 82, Depok Jaya dan Kemang Pratama), baru kali ini, proses KBM di sekolah formal, menganggu jadwal dan program pendidikan, pelatihan, dan pembinaan.

Peranan dan fungsi SSB dalam pendidikan, raih Piala AFF U-22 2022

Kendati, wadah SSB sejak 1999 hingga kini masih tetap belum pernah dibakukan oleh PSSI, belum ada regulasi hingga kompetisi resmi atas nama SSB yang digelar oleh PSSI, namun tidak dapat disangkal bahwa keberadaan SSB sangat memiliki peranan vital dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Sepak bola sebagai olah raga rakyat di Indonesia, dan fakta keberadaan SSB yang terus menjamur, terbukti lebih diminati oleh para siswa daripada sekolah formal. Siswa lebih merasa nyaman ketika berada di SSB.

Meski para pelatih (guru) di SSB masih banyak yang belum profesional dan sesuai kualifikasi. Meski belum semua SSB menjalankan fungsi dan perannya dengan benar.

Namun, sebagian besar SSB tetap dapat menorehkan dan mengarahkan kecerdasan intelegensi dan kecerdasan personality siswa untuk menjadi anak-anak yang berkepribadian, berkarakter, berbudi pekerti luhur, santun, memiliki etika, rendah hati, tahu diri, peduli, membumi.

SSB juga menempa anak-anak untuk kreatif, imajinatif, dan inovatif, yang tolok ukurnya dapat dilihat dari hasil kegiatan festival/turnamen/kompetisi yang diikuti oleh SSB dan dalam kehidupan nyata di rumah dan masyarakat. Sebab, para siswa di SSB ditempa teknik, intelegensi, personality, dan speed (TIPS)nya bukan hanya untuk kepentingan sepak bola, tetapi juga untuk praktik kehidupan nyata.

Karena kondisi.tersebutlah, para orangtua merasa nyaman memasukkan para putra-putrinya ke SSB, pasalnya terbukti menjauhkan para putra/putinya dari hal-hal negatif, seperti pergaulan bebas, obat-obatan terlarang/narkoba, tawuran, dan sejenisnya. Para orangtua pun rela merogoh kocek membiayai putra/putrinya untuk program-program yang dibuat oleh SSB dan program festival, turnamen, kompetisi yang diikuti oleh SSB.

Presiden, Mendikbudristek, Menpora, Timnas U-16 baru juara@@ Pertanyaannya, apakah kondisi ini diketahui oleh Mendikbudristek dan Menpora? Juga stakeholder terkait di Indonesia? Juga diketahui oleh Presiden yang punya harapan ada percepatan dalam olah raga sepak bola demi mencapai prestasi?

Mereka semua wajib tahu, bahwa sepanjang saya mengamati dunia pendidikan dan olah raga, khususnya di Jabodetabek, baru pertama kali ini, para siswa kehilangan waktu untuk mengembangkan bakat olah raganya atau sepak bolanya atau kegiatan lain dalam wadah yang representatif di luar sekolah.

Padahal, seluruh SSB resmi yang terafiliasi di Askot/Askab PSSI di wilayah Kota dan Kabupaten, juga memiliki tanggungjawab mengukur keberhasilan program pendidikan, pelatihan, dan pembinaan, dalam ajang festival/turnamen/kompetisi, baik yang dihelat oleh PSSI mau pun pihak swasta yang mendukung sekolah formal.

Presiden, pembuat Kurikulum Merdeka, Menpora, sudah diberikan bukti bahwa anak-anak U-16 Indonesia, baru saja mengukir sejarah, memberikan Trofi Piala AFF U-16 2022 sebagai kado HUT RI ke-77.

Mustahil anak-anak ini memberikan Trofi bagi Indonesia, bila mereka tidak diberikan program pendidikan, pelatihan, dan pembinaan di wadah SSB sejak usia dini. SSB lah yang telah berdarah-darah mendidik, melatih, dan membina anak-anak Timnas Indonesia U-16 memberi prestasi di Indonesia.

Tetapi, dengan kondisi tahun ajaran 2022/2023 ini, nampaknya Nadiem tidak berpikir hal ini akan terjadi dan menjadi masalah besar bagi keberadaan SSB di Indonesia yang bukan saja sebagai kawah candradimukanya lahirnya pemain Timnas Indonesia yang mumpuni, tetapi terbukti andil dan menyumbang pendidikan, pelatihan, dan pembinaan intelegensi dan personality siswa sebagai calon SDM unggul.

Sepak bola menjadi olah raga yang paling digemari oleh rakyat Indonesia pun kini sudah menjelma menjadi industri. Anak-anak Indonesia pun bermimpi menjadi pemain Timnas. Tidak dipungkiri, sepak bola juga menjadi kendaraan politik bagi beberapa pihak. Para pelakunya bisa hidup dari sepak bola. Sepak bola membuka lapangan pekerjaan. Membantu tumbuh kembang UMKM. Para pelakunya juga dimudahkan mendapat pekerjaan dari bekal profesi sebagai pelaku sepak bola. Sepak bola juga sasaran para pengusaha untuk jualan produk. Bukan hanya Klub Liga 1, 2, 3, yang jerseynya ditempeli logo sponsor. Para SSB pun, jerseynya sudah menjamur ditempeli logo sponsor.

Tetapi, ternyata, implementasi Kurikulum Merdeka, malah menjajah waktu sebagian besar siswa di sekolah dari Senin sampai Sabtu. Hari Sabtu pun banyak sekolah yang mewajibkan siswa mengikuti eksul di sekolah.

Kurikulum Merdeka harus bagaimana?

Apakah Kurikulum Merdeka memang diciptakan agar siswa waktunya habis di sekolah?

Dalam sebuah Workshop Implementasi Kurikulum Merdeka di Probolinggo, Sabtu (6/8/2022) yang disiarkan oleh salah satu media online. Pembicara H Saiful Bahri, SP.d., M.Pd. di Graha Ahmad Dahlan Kantor PDM Kota Probolinggo. Peserta sebanyak 120 guru dari 6 sekolah (4 sekolah dasar dan menengah, serta 2 sekolah menengah kejuruan. Peserta mendapat pembekalan IKM (Implementasi Kurikulum Merdeka).

Ringkas kisah Syaiful sampai menyampaikan “Merdeka belajar ya merdeka mengajar sungguhan, walaupun ditambah muatan khusus sekolah. Janganlah kita berlomba-lomba menahan anak di sekolah sampai larut malam. Penglihatannya semakin buram,” ujarnya menggambarkan siswa bisa terjajah karena Kurikulum Merdeka ini.

Sementara di media lain, saya dapati kisah yang terjadi di daerah lain. Ada narasi yang berbunyi: Kata merdeka seolah menjadi polemik bagi guru-guru karena tidak adanya sosialiasi secara lansung. Guru- guru hanya disuguhkan beragai macam link yang dapat digunakan untuk mempelajari kurikulum Merdeka Belajar tersebut dan diminta untuk bisa belajar secara mandiri.

Dari dua contoh informasi tersebut, bagaimana kalau kita selami lebih dalam kondisi sekolah yang menggunakan Kurikulim Merdeka di tahun ajaran 2022/2023 ini?

Imbas Kurikulum Merdeka bagi kegiatan minat dan bakat siswa di luar sekolah sudah menjadi gangguan. Sementara di dalam sekolah sendiri para gurunya pun belum semuanya paham Kurikulum Merdeka. Lalu, bagaimana nasib anak-anak yang waktunya terpenjara lebih lama di sekolah?

Bagaimana Bapak Presiden? Bapak Mendikbudristek, Bapak Menpora, dan lainnya? Khusus untuk wadah SSB, haruskah tutup gara-gara Kurikulum Merdeka? Sudah ada bukti, loh? SSB menyumbang prestasi untuk bangsa dan negara. Juga bidang lain di luar sekolah formal.

Kapan, benang kusut pendidikan Indonesia diatasi dengan cerdas, tanpa harus mengorbankan sektor lain yang justru signifikan mengentaskan kemiskinan intelegensi dan persinality SDM kita dari jalur nonformal? (Supartono JW.29082022)

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu