x

fOTO AP

Iklan

sucahyo adi swasono

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474
Bergabung Sejak: 26 Maret 2022

Jumat, 30 September 2022 13:25 WIB

Peristiwa G-30-S/PKI 1965; Kontroversi Sejarah Kelam di Bumi Pertiwi

Peristiwa G-30-S/PKI 1965 hingga saat ini masih menjadi misteri dan kontroversi. Anak bangsa kesulitan mendapat penjelasan obyektif. Serenceng pertanyaan masih mengusik: Apakah PKI memang hendak melakukan kudeta? Adakah keterkaitan isu Dewan Jendral dengan tindakan Pasukan Cakra Birawa menculik tujuh jendral? Apakah peritiwa itu by design karena tak luput dari pertarungan ideologi antara Kapitalisme-Liberalisme dan Sosialisme-Komunisme? Historia Vitae Magistra, sejarah adalah guru kehidupan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia 1965 atau G-30-S/PKI adalah tragedi dalam sejarah anak bangsa yang pernah melanda negeri ini. Peristiwa itu tertoreh dalam catatan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Sebuah peristiwa yang terjadi 20 tahun sejak bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta.

Sebagaimana dalam tulisan sejarah Indonesia, maka peristiwa dimaksud tentunya telah dimaklumi bersama karena terdokumentasi dalam arsip sejarah bangsa Indonesia. 

Tragedi kemanusiaan yang berdarah-darah yang tak mungkin kita nafikan dan ingkari sebagai anak bangsa. Peristiwa itu patut dijadikan pelajaran yang sangat berharga guna mendapatkan hikmat kebijaksanaan bagi anak bangsa. Harapannya tak terjadi missink link ataupun menjadi asing terhadap sejarah bangsanya sendiri, dari generasi ke generasi.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Peristiwa itu patut disayangkan terjadi dan kini menandai bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia pernah terjadi "perang saudara". Ini mencederai falsafah, komitmen luhur bangsa Indonesia, yakni Pancasila, utamanya menyangkut sisi Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Persatuan Indonesia.

Saya tidak hendak mengungkit-ungkit ataupun menghakimi peristiwa sejarah itu. Namun, saya hanya berupaya mengemukakan peristiwa kejadian G-30-S/PKI ini dalam kerangka metodologi, sistematika, analitika dan objektif, sebagai variabel keilmuan agar patut dan layak disebut sebagai sesuatu yang ilmiah, khususnya dalam perspektif ilmu sejarah.

Sebab, sejarah adalah sesuatu yang dinyatakan secara tegas sebagai "What's really happened" - Apa yang sesungguhnya terjadi. Bukan apa yang sesusungguh tak terjadi, atau rekayasa yang mengada-ada dalam sebuah kisah yang ditularkan secara estafet seiring dengan bergulirnya waktu. Kita hindari semaksimal mungkin yang sedemikian itu agar tak terjadi subjektivisme dalam sejarah atau "misused of history" --penyalahgunaan sejarah, penyelewengan sejarah.

Peristiwa G-30-S/PKI 1965 hingga saat ini masih menjadi misteri dan kontroversi, sebagai sajian sejarah bagi anak bangsa dalam mendapatkan objektivitasnya, akibat kungkungan pemenang hegemoni kekuasaan hasil pertarungan politik kekuasaan yang menjadi latar belakangnya, maka:

  1. Apakah PKI dari hasil Pemilu 1955 yang menempati urutan ke-4 di bawah Partai NU, memang hendak melakukan kudeta terhadap pemerintahan RI yang sah dalam tampuk kepemimpinan Presiden Soekarno pada 1965?
  2. Adakah keterkaitan tentang isu "Dewan Jendral" dengan tindakan Pasukan Cakra Birawa yang ditengarai telah disusupi ideologi kepartaian PKI, sehingga harus menculik dan membunuh 7 jendral dalam peristiwa G-30-S/PKI dimaksud?
  3. Adakah by design terhadap meletusnya tragedi G-30-S/PKI, terkait dengan polarisasi situasi politik dunia yang diwarnai pertarungan ideologi Blok Kapitalisme Liberalisme (Amerika Serikat) versus Blok Sosialisme Komunisme (Uni Soviet/RRC) dalam perebutan pengaruh hegemoni di panggung politik dunia internasional?

Tigal hal itulah, mari dicermati secara seksama demi tersibaknya tabir misteri kontroversi sejarah yang tertutup oleh nuansa kepentingan politis dan terjebak oleh kubangan sistem kekuasaan. Sebab, yang demikian itu adalah sesuatu yang haram dalam penegakan hukum sejarah yang wajib objektif ilmiah dan proporsional. "Cermatilah apa yang diungkapkan, jangan sekali-kali mencermati siapa yang mengungkapkan," bila berharap atas segala sesuatu yang objektif ilmiah.

Sakitnya Bung Karno

Bermula dari peristiwa  kecil tentang Bung Karno yang terdera masuk angin sebagai peristiwa kecil, justru dibesar-besarkan oleh kelompok bayangan Soeharto, sehingga kemudian menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia. Peristiwa itu adalah sakitnya Bung Karno pada awal Agustus 1965, yang dalam buku-buku sejarah banyak ditulis bahwa sakitnya Bung Karno pada saat itu adalah sangat berat. Dikabarkan, pimpinan PKI, DN Aidit, sampai mendatangkan dokter dari RRT. 

Dokter RRT yang memeriksa Bung Karno menyatakan bahwa Bung Karno sedang kritis. Intinya, jika tidak meninggal dunia, Bung Karno dipastikan bakal lumpuh. Ini menggambarkan bahwa Bung Karno saat itu benar-benar dikabarkan sedang sakit parah.

Dari peristiwa itu (seperti ditulis di berbagai buku), lantas dianalisis bahwa PKI - yang saat itu berhubungan mesra dengan Bung Karno - merasa khawatir pimpinan nasional bakal beralih ke tangan orang AD. PKI tentu tidak menghendaki hal itu, mengingat PKI sudah bermusuhan dengan AD sejak pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Menurut analisis tersebut, begitu PKI mengetahui bahwa Bung Karno sakit keras, mereka menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan. Akhirnya meletuslah G-30-S/PKI. 

Inilah alibi rekayasa Soeharto yang mendasari tuduhan bahwa PKI adalah dalang G30S. Ini juga ditulis di banyak buku, sebab memang hanya itu informasi yang ada dan tidak dapat dikonfirmasi, karena pelakunya - Bung Karno, DN Aidit dan dokter RRT - ketiga-tiganya tidak dapat memberikan keterangan sebagai bahan perbandingan. 

Bung Karno ditahan sampai meninggal. Aidit ditembak mati tanpa proses pengadilan. Sedangkan dokter RRT itu tidak jelas keberadaannya. Itulah sejarah yang dipelintir. Tetapi ada saksi lain selain tiga orang itu, yakni Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri-II, dr. Leimena. 

"Jangan lupa, saya adalah dokter yang sekaligus dekat dengan Bung Karno. Saya juga mengetahui secara persis peristiwa kecil itu. Yang benar demikian: memang Bung Karno diperiksa oleh seorang dokter Cina yang dibawa oleh Aidit, tetapi dokternya bukan didatangkan dari RRT, melainkan dokter Cina dari Kebayoran Baru, Jakarta, yang dibawa oleh Aidit. Fakta lain: Bung Karno sebelum dan sesudah diperiksa dokter itu juga saya periksa. Pemeriksaan yang saya lakukan didampingi oleh dr. Leimena. Jadi ada tiga dokter yang memeriksa Bung Karno. Penyakit Bung Karno saat itu adalah: masuk angin. Ini jelas dan dokter Cina itu juga mengatakan kepada Bung Karno di hadapan saya dan Leimena bahwa Bung Karno hanya masuk angin. DN Aidit juga mengetahui penyakit Bung Karno ini. Mengenai penyebabnya, sayalah yang tahu. Beberapa malam sebelumnya, Bung Karno jalan-jalan meninjau beberapa pasar di Jakarta. Tujuannya adalah melihat langsung harga bahan kebutuhan pokok. Jalan keluar-masuk pasar di malam hari tanpa pengawalan yang memadai sering dilakukan Bung Karno. Nah, itulah penyebab masuk angin." Begitulah penuturan Soebandrio (Soebandrio, 2001, Kesaksianku tentang G30S).

Namun, kabar yang beredar adalah bahwa Bung Karno sakit parah. Lantas disimpulkan bahwa karena itu PKI kemudian menyusun kekuatan untuk mengambil-alih kepemimpinan nasional. Akhirnya meletus G-30-S yang didalangi oleh PKI. Kabar itu sama sekali tidak benar. DN Aidit tahu kondisi sebenarnya. Ini berarti bahwa kelompok Soeharto sengaja menciptakan isu yang secara logika membenarkan PKI berontak atau menyebarkan kesan (image) bahwa dengan cerita itu PKI memiliki alasan untuk melakukan kudeta  .

Ketika Kamaruzaman alias Sjam diadili, ia memperkuat dongeng kelompok Soeharto. Sjam adalah kepala Biro Khusus PKI sekaligus perwira intelijen AD. Sjam mengaku bahwa ketika Bung Karno jatuh sakit, ia dipanggil oleh Aidit ke rumahnya pada tanggal 12 Agustus 1965. Ia mengaku bahwa dirinya diberitahu oleh Aidit mengenai seriusnya sakit Presiden dan adanya kemungkinan "Dewan Jenderal" mengambil tindakan segera apabila Bung Karno meninggal. Aidit memerintahkan dia untuk meninjau kekuatan kita dan mempersiapkan suatu gerakan. Pengakuan Sjam ini menjadi rujukan di banyak buku. 

Tidak ada balance, tidak ada pembanding. Yang bisa memberikan balance, sebenarnya ada lima orang, yaitu Bung Karno, Aidit, dokter Cina, Leimena dan Soebandrio. Tetapi setelah meletus G30S, semuanya dalam posisi lemah. 

Ketika diadili, Soebandrio tidak diadili atas dasar tuduhan dan dakwaan terlibat G-30-S/PKI, sehingga tidak relevan bila dia mengungkapkan kejadian yang sebenarnya saat itu. Semua buku yang menyajikan cerita sakitnya Bung Karno itu, tidak benar. Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya masuk angin, sehingga tidak masuk di akal bila ia memerintahkan anak buahnya, Sjam, untuk menyiapkan suatu gerakan. Ini jika ditinjau dari logika: PKI ingin mendahului merebut kekuasaan sebelum sakitnya Bung Karno semakin parah dan kekuasaan akan direbut oleh AD. Logikanya, Aidit akan tenang-tenang saja, sebab bukankah Bung Karno sudah akrab dengan PKI? Mengapa PKI perlu menyiapkan gerakan di saat mereka disayangi oleh Presiden Soekarno yang masih segar bugar? 

Intinya, pada bulan Agustus 1965 kelompok bayangan Soeharto jelas nampak ingin secepatnya memukul PKI. Caranya, mereka melontarkan provokasi-provokasi seperti itu. Provokasi adalah cara perjuangan yang digunakan oleh para jenderal AD kanan (waktu itu) untuk mendorong PKI mendahului memukul AD. Ini taktik untuk merebut legitimasi rakyat. Bila PKI memukul AD, maka PKI ibarat dijebak masuk ke ladang pembantaian (killing field). Sebab, AD seolah-olah dengan terpaksa membalas serangan PKI. Dan, serangan AD terhadap PKI ini malah didukung rakyat, sebab seolah-olah hanya sebuah tindakan membalas. 

Inilah taktik AD Kubu Soeharto untuk menggulung PKI. Ingat, PKI saat itu memiliki massa yang sangat besar, sehingga tidak dapat ditumpas begitu saja tanpa taktik yang canggih (Soebandrio, 2001, Kesaksianku tentang G30S).

Dewan Jendral

Isu Dewan Jenderal sebenarnya bersumber dari Angkatan Kelima. Angkatan Kelima bersumber dari rencana sumbangan persenjataan gratis dari RRT. Tiga hal ini berkaitan erat. Tawaran bantuan persenjataan gratis untuk sekitar 40 batalyon dari RRT diterima Bung Karno. Hanya, tawaran yang diterima itu, barangnya belum dikirim. Bung Karno lantas punya ide membentuk Angkatan Kelima. Namun, Bung Karno belum merinci bentuk Angkatan Kelima itu seperti apa. Ternyata Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad), Letjen Ahmad Yani, tidak menyetujui ide mengenai Angkatan Kelima dimaksud. 

Para perwira AD lainnya mengikuti Yani, yakni tidak setuju pada ide Bung Karno tersebut. Empat Angkatan (AD, AU, AL dan Polisi) menurut Ahmad yani dinilai sudah cukup. Karena itulah berkembang isu mengenai adanya sekelompok perwira AD yang tidak puas terhadap Presiden yang terus bergulir, sehingga kelompok perwira yang tidak puas terhadap Presiden itu disebut Dewan Jenderal. 

Perkembangan isu selanjutnya adalah bahwa Dewan Jenderal akan melakukan kup terhadap Presiden. Menjelang G-30-S/PKI meletus, Presiden memanggil Ahmad Yani agar menghadap ke Istana. Ahmad Yani rupanya merasa bahwa ia akan dimarahi oleh Bung Karno karena tidak menyetujui Angkatan Kelima. Ahmad Yani malah sudah siap terhadaap kursinya (Menpangad) akan diberikan kepada orang lain. Saat itu juga beredar isu kuat bahwa kedudukan Ahmad Yani sebagai Menpangad akan digantikan oleh wakilnya, Mayjen Gatot Subroto. 

Presiden Soekarno memerintahkan agar Ahmad Yani menghadap ke Istana pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. Tetapi hanya beberapa jam sebelumnya, Ahmad Yani diculik lalu dibunuh.

Yang paling serius menanggapi isu Dewan Jenderal itu adalah Letkol Untung Samsuri. Sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana - Cakra Birawa - ia memang harus tanggap terhadap segala kemungkinan yang membahayakan keselamatan Presiden. Untung gelisah, lantas, Untung punya rencana mendahului gerakan Dewan Jenderal dengan cara menangkap mereka. Rencana ini disampaikan Untung kepada Soeharto. 

Menanggapi rencana Untung tersebut, Soeharto mendukung, malah Untung dijanjikan akan diberi bantuan pasukan. Hal ini diceritakan oleh Untung kepada Soebandrio saat keduanya sama-sama ditahan di LP Cimahi, Bandung. 

"Saya menerima laporan mengenai isu Dewan Jenderal itu pertama kali dari wakil saya di BPI (Badan Pusat Intelijen), tetapi sama sekali tidak lengkap. Hanya dikatakan bahwa ada sekelompok jenderal AD yang disebut Dewan Jenderal yang akan melakukan kup terhadap Presiden. Segera setelah menerima laporan, langsung saya laporkan kepada Presiden. Saya lantas berusaha mencari tahu lebih dalam. Saya bertanya langsung kepada Letjen Ahmad Yani tentang hal itu. Jawab Yani ternyata enteng saja, memang ada, tetapi itu Dewan yang bertugas merancang kepangkatan di Angkatan Bersenjata dan bukan Dewan yang akan melakukan kudeta." Kata Soebandrio (Soebandrio, 2001, Kesaksianku).

Polarisasi Politik Dunia Internasional

Indonesia pada 1960-an, termasuk negara yang tidak disukai oleh blok Barat pimpinan Amerika Serikat (AS). Di era Perang Dingin itu konflik utama dunia terjadi antara kapitalis liberalis (dipimpin AS) melawan sosialis komunis (RRT dan Uni Soviet). AS sedang bersiap-siap mengirim ratusan ribu pasukan untuk menghabisi komunis di Korea Utara. Sementara, di Indonesia Partai Komunis (PKI) merupakan partai yang legal. Saat kebencian AS terhadap Indonesia memuncak dengan menghentikan bantuan, Presiden Soekarno menyambutnya dengan pernyataan keras: Go to hell with your aid! 

Sebagai pemimpin negara yang relatif baru lahir, Presiden Soekarno menerapkan kebijakan berani: Berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari). Dasar sikap Soekarno itu jelas: Alam Indonesia kaya raya. Minyak di Sumatera dan Sulawesi, hutan maha lebat di Kalimantan, emas di Irian (Papua), serta ribuan pulau yang belum terdeteksi kandungannya. Semua itu belum mampu dieksplorasi oleh bangsa kita. Kekayaan alam ini dilengkapi dengan lebih dari 100 juta penduduk yang merupakan pasar potensial, sehingga ada harapan sangat besar bahwa pada suatu saat Indonesia akan makmur tanpa bantuan Barat. 

Ini pula yang mengilhami sikap konfrontatif Bung Karno: Ganyang Nekolim (neo-kolonialisme dan imperialisme). Bung Karno menyatakan, Indonesia hanya butuh pemuda bersemangat untuk menjadi bangsa yang besar. 

Akibatnya, sikap AS juga menjadi jelas: Gulingkan Presiden Soekarno. Sikap AS ini didukung oleh komplotannya, Inggris dan Australia. Sejak AS menghentikan bantuannya, mereka malah membangun hubungan dengan faksi-faksi militer Indonesia. Mereka melengkapi dan melatih para perwira dan pasukan Indonesia. 

Melalui operasi intelijen yang dimotori oleh CIA, mereka menggelitik militer untuk merongrong Bung Karno. Usaha kudeta muncul pada bulan November 1956. Deputi Kepala Staf TNI AD Kolonel Zulkifli Lubis berusaha menguasai Jakarta dan menggulingkan pemerintah. Namun usaha ini dipatahkan. Lantas, di Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, militer berupaya mengambil-alih kekuasaan, tetapi gagal juga. Militer - dengan pasokan bantuan AS - seperti mendapat angin untuk menganggu Bung Karno. Namun, Bung Karno masih mampu menguasai keadaan, karena banyak perwira militer yang masih sangat loyal pada Bung Karno, kendati usaha AS menjatuhkan Bung Karno terus-menerus dirancang. 

Sayangnya, konstelasi politik dalam negeri Indonesia pada saat itu juga tidak stabil. Bung Karno berupaya keras menciptakan kestabilan, namun kondisi memang sangat rumit. Ada Tri Umvirat kekuatan yang mendominasi politik Indonesia saat itu, yaitu: 

  1. Unsur Kekuatan Presiden RI
  2. Unsur Kekuatan TNI AD
  3. Unsur Kekuatan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Unsur kekuatan Presiden RI, yakni Presiden RI sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Perdana Menteri, Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden Soekarno yang akrab dipanggil dengan sebutan: Bung Karno. Anggota Kabinet Dwikora masuk dalam unsur kekuatan ini. Unsur kekuatan TNI AD ada dua kubu, yakni:

  • Kubu Yani (Letjen TNI Ahmad Yani), dan
  • Kubu Nasution (Letjen TNI Abdul Haris Nasution). 

Soeharto awalnya termasuk dalam Kubu Nasution, walaupun kelak mendirikan kubu sendiri. Sedangkan unsur PKI berkekuatan sekitar tiga juta anggota. Hal Itu didukung oleh sekitar 17 juta anggota organisasi-organisasi onderbouw PKI, seperti BTI, SOBSI dan Gerwani. Dengan jumlah itu, PKI merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah RRT dan Uni Soviet. 

Dalam Pemilu 1955 PKI menempati urutan ke-4. Dan, sebagaimana umumnya partai besar, PKI juga memiliki anggotanya di kabinet. Mereka adalah DN Aidit, Menko/Ketua MPRS, Lukman sebagai Menko Wakil Ketua DPRGR dan Nyoto sebagai Menteri Urusan Land-reform. Sebenarnya, sejak 17 Oktober 1952 pemerintahan Soekarno sudah mulai digoyang. 

Kubu Nasution membentuk Dewan Banteng dan Dewan Gajah di Sumatera Selatan. Yang disebut dewan ini, hanya penggalangan massa oleh kubu Nasution, namun mereka terang-terangan menyebut diri sebagai pemerintahan tandingan. Penyebab utamanya adalah karena mereka tidak suka melihat kemesraan hubungan Soekarno-PKI. 

Gerakan Kubu Nasution tidak cukup hanya menggalang massa sipil, namun juga mempengaruhi militer agar ikut mendukung gerakannya. Sebagai petinggi militer, bagi Nasution, itu adalah hal mudah. Caranya, antara lain, perjuangan pembebasan Irian Barat digunakan untuk membentuk Gerakan Front Nasional yang aktif di kegiatan politik. Inilah awal usaha melibatkan militer ke dalam kegiatan politik yang kelak dilestarikan oleh Orde Baru. 

Di sisi lain, kubu Nasution menggalang simpati rakyat dengan membentuk BKS (Badan Kerja Sama) yang melibatkan para pemuda, partai politik, para petani, yang menyatu dengan militer di bawah payung TNI AD.

Keterlibatan AS dalam Pembantaian PKI dan Terungkapnya Dokumen 1965

Sebanyak 245 halaman dari 39 dokumen rahasia Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia periode 1964-1968 dipublikasikan secara terbuka pada 17 Oktober 2017. Isinya menyingkap sebagian sisi gelap sejarah Indonesia pada masa itu, terutama tentang sejarah 1965. Sejumlah hal yang diungkap dalam dokumen tersebut antara lain keterlibatan Angkatan Darat dalam pembantaian massal. Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengumpulkan sejumlah informasi mengenai keterlibatan Angkatan Darat. Tentara menyebarkan sentimen anti-PKI dan ikut terlibat dalam pembantaian di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Medan.

Keterlibatan Amerika Serikat dalam pembantaian massal 1965 juga diungkap dalam dokumen tersebut. Sebuah surat dari Norman Hannah yang menjabat penasihat presiden untuk Asia-Pasifik, kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengungkapkan rencana keterlibatan Amerika. Hannah meminta masukan dari Kedutaan bagaimana pemerintah AS harus merespons bila ada permintaan bantuan dari tentara Angkatan Darat Indonesia untuk melawan Partai Komunis Indonesia. Duta Besar AS saat itu meminta pemerintah mempertimbangkan kemungkinan pemberian bantuan secara rahasia, tanpa atribusi, di antaranya uang, peralatan komunikasi, dan senjata (nasional.tempo.co, 20 Oktober 2017).

Demikianlah, kontroversi-misteri sejarah G-30-S/PKI. Silakan, pembaca yang budiman menyimpulkan sendiri dengan arif nan bijaksana.

Sekian dan terima kasih.

Salam Satu Bangsa Indonesia_Nusantara dalam Bhinneka Tunggal Ika, Salam Seimbang Berfalsafahkan Pancasila ...

Bacaan:

  • Segeh, Sjafri.1966. Soebandrio, Durno Terbesar Abad XX. Padang: Trimuf.
  • Soebandrio.2001. Kesaksianku tentang G30S. Jakarta: Forum Pendukung Reformasi Total.
  • Soebandrio.2006. Yang Saya Alami Peristiwa G30S: Sebelum Saat Meletus, dan Sesudahnya. Jakarta: Bumi Intitama Sejahtera.
  • Soebandrio. 1957. Indonesia in the United Nations: Speech by the Minister for Foreign Affairs, dr Soebandrio. Jakarta: Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia
  • nasional.tempo.co, 20 Oktober 2017

 

*****

Kota Malang, September di hari kedua puluh sembilan, Dua Ribu Dua Puluh Dua.

Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler