Munculnya dua nama kader PDI Perjuangan, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo merupakan bagian dari proses dinamika internal partai. Di beberapa lembaga survei, nama Puan Maharani masih kalah mentereng jika dibanding Gubernur Jawa tengah. Nama Ganjar Pranowo sendiri, selalu menempati tiga besar.
Founder Alvara Research Center, Hasanuddin Ali mengatakan, munculnya dua nama kader PDI Perjuangan itu bagian dari dinamika internal partai. Apapun yang dilakukan oleh masing-masing dua nama tadi, praktis akan berpengaruh pada konsolidasi politik yang dilakukan PDI Perjuangan.
“Itu bagian dari dinamika internal partai. Mereka yang muncul (Ganjar dan Puan) di permukaan publik, pasti akan berpengaruh pada konsolidasi politik PDI Perjuangan,” kata Hasanuddin Ali saat dikonfirmasi, Senin (24/09/2022).
Terkait munculnya relawan Ganjar Pranowo, jika dilihat dari pengalaman sebelumnya pada Pilpres 2014 dan 2019, posisi dan kedudukan relawan memiliki faktor yang cukup dominan. Salah satu kunci kemenangan Joko Widodo di dua periode itu karena gerakan relawan yang bergerak secara strategis.
Hasanuddin Ali melihat, ada pola yang sama sedang dicoba oleh relawan Ganjar Pranowo. Terdapat irisan kuat antara pendukung Jokowi dan dan Ganjar Pranowo. Namun demikian, partai memiliki logika yang berbeda. Terlebih pintu masuk seorang kandidat capres dan cawapres hanya melalui partai politik.
“Partai politik tentunya memiliki agenda lain di luar agenda relawan. Pada akhirnya nanti partai itu akan mempertimbangkan suara publik yang tercermin dari survei yang ada,” imbuhnya.
Langkah Ganjar Pranowo sendiri seringkali tidak leluasa terutama saat dirinya digaungkan menjadi penerus Jokowi. Suara publik melalui relawan Ganjar Pranowo meyakini hak konstitusi setiap warga negara memiliki peluang dan kesempatan untuk dicalonkan dan mencalonkan. Kendati demikian, relawan ini perlu perlu memahami bahwa pencalonan capres dan cawapres ditentukan oleh partai politik.
Menjaga Trah Soekarno
Setiap komunikasi dan jargon kampanye ke publik, PDI Perjuangan selalu di asosiasikan sosok presiden pertama Bung Karno. Terlebih beberapa spanduk Puan Maharani acapkali menuliskan jargon politik cucu dari Bung Besar. Nah, dari sisi itu publik bisa memahami bahwa Puan Maharani tengah didorong ke arah pencapresan.
“Tapi jargon itu saja tidak cukup. Kia harus melihat dari sisi suara publik, kita harus melihat bahwa seorang kandidat (presiden) membutuhkan suara dari semua kelompok masyarakat. Mengasosiasikan dengan presiden terdahulu itu sah secara startegis. Apakah itu diteriam publik, itu urusan lain,” kata Hasanuddin Ali menegaskan.
Ikuti tulisan menarik Ali Mufid lainnya di sini.