x

Iklan

Didi Adrian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Februari 2023

Rabu, 26 April 2023 21:51 WIB

Adon

Bisnis kesedihan tidak bisa dianggap main-main karena ada makna sosial di dalamnya dan tidak ada acara kematian yang sama. Tiap acara kematian berbeda. Kendati hidup adalah kesempatan, namun menyiapkan kematian juga pembelajaran bagaimana hidup dengan baik termasuk menyiapkan ruangan sempit terakhir di dunia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Nama: Donhaji A.N., pekerjaan: mahasiswa, alamat:… , agama: Buddha, dan seterusnya, dan seterusnya. Tekun dan saksama Adon melengkapi isian lembar data pelamar lamaran kerja yang disediakan oleh pewawancara. Setelah lengkap semua, tandatangan dan disodorkannya kembali kepada si pewawancara. Si pewawancaranya berdiri dan berbalik keluar ruangan wawancara, meminta dia menunggu.  Si pewawancara jika kelamaan diamati tampangnya mirip pelawak Aneka Ria jaman dulu, hanya ini kumisnya sedikit nian seperti bulu tak niat menempel.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tercengut Adon menanti, mengingat-ingat lembar isian tadi. Isian yang nyaris selalu ada selain nama, alamat, jenis kelamin tentulah kolom agama. Hampir tiap kali berurusan isi mengisi formulir, lembaran data, kuestioner, mulai hal serius di dinas pemerintahan, bank, kantor bisnis bahkan kadang-kadang remeh temeh untuk pesan badut ulang tahun atau jasa sedot WC, isi formulir daring selalu ada dicantumkan kolom agama. Entah, karena negara sangat menjamin keber-agama-an penduduk atau memang penduduk kita sangat religius.

 

 

O ya, nama panggilan dia Adon kendati nama lengkapnya Donhaji A.N. atau Donhaji Amukti Nirvana. Namanya pun menyebabkan komplikasi lain. Karena ada sebutan haji di belakang dikira dia Islam tapi kok gelar haji letaknya di belakang. Ternyata dia beragama Buddha, karena lahir di keluarga Tionghoa pelosok desa Randublatung, sudah di tepi Jawa Tengah sana. Panggilan di rumah Adon kadang malah sebutannya Adonan. Kemudian nama berikutnya Amukti Nirvana, bisa jadi karena orang tuanya penggemar komik Mahabharata. Untuk kelas nama desa, namanya sulit diingat sulit dieja sulit dihapal dan acap kali salah tulis. Pegawai kependudukan dan  catatan sipil yang jelas pertama kali melakukan kesalahan  fatal jika berjumpa nama seperti ini. Sudahlah.

 

Kendati berada di jalan arteri yang sibuk, kantor tempat dia melamar kerja ini biasa-biasa saja. Lebih mirip tempat tukang cukur. Dia tak peduli. Yang penting surat lamarannya bulan lalu sudah tembus, dia dipanggil wawancara dan kemungkinan besar diterima bekerja. Benarlah, tak lama si pewawancara datang membawa satu bundel dokumen, diletak di meja dan kembali menerangkan. bahwa Adon diterima bekerja di kantor tersebut dengan jabatan cukup enak didengar dan disebut: Sales Supervisor.

 

Gaji diberikan sesuai UMR, plus tunjangan lain konsumsi, transportasi, jaminan kesehatan dan bonus berganda tergantung omset penjualan. Diminta silakan pelajari profil, keterangan, seluk-beluk hingga keunggulan kelemahan produk yang mesti dijual. Apa yang mesti dijual Adon? Peti mati. Ya, peti mati. Blanko kartu nama pun sudah siap: CV Indah Damai, penyedia aneka peti mati, melayani pesanan online. Tinggal ditambahkan nama dia: Donhaji A.N., Sales Supervisor. Cakep.

 

Adon lulus kuliah 5 tahun yang lalu dari perguruan tinggi mentereng di ibukota provinsi.  Adon berhak menambahkan beberapa karakter pembeda di belakang namanya  sebagai Sarjana Pertanian. Adapun Laporan Tugas Akhir atau skripsinya adalah studi Ilmu Tanah. Cocok pikirnya. Sekarang dia bekerja sebagai sales peti mati. Toh, setiap orang akan mati dan kembali ke tanah. Tak ada yang salah dari jalan karirnya. Hanya calon pelamar yang tidak jeli membidik lowongan seperti ini ujarnya dalam hati membela diri.

 

Relung batin Adon bergemuhak, melontarkan pembenaran demi pembenaran setelah kenyang menganggur sehabis tamat kuliah. Ratusan lamaran, puluhan wawancara baik langsung, telepon atau video call dilaluinya. Pintu rejeki belum terbuka. Tak satupun perusahaan atau kantor atau bisnis berjodoh dengannya. Hasil wawancara selalu sama, hingga dia mulai terpojok kerap menyalahkan diri sendiri atas kegagalan demi kegagalan bertubi-tubi. Mulai gaya menjawab formal, sopan, rapi dan jujur hingga mencoba berpura-pura meminta belas simpati. Tak menyerah, wawancara demi wawancara masih dia ikuti sekadar membuktikan dirinya masih hidup kendati tak berharap apa-apa. Rejeki dan nasib mengantarkan dia bekerja di pemasok peti mati.

 

 

Apa mau dikata. Dia bukan dicampakkan tapi ditunjukkan. Toh, tiap orang pasti mati dan biasa umat Nasrani dan Buddha pasti butuh peti mati saat mati. Ini bisnis tidak main-main. Tinggal bagaimana nanti siapkan amunisi jawaban yang elegan saat ditanya kerja dimana sebagai apa. Sales Supervisor tentu jabatan yang mentereng dan harus disebut sambil bermegah-megah, selanjutnya tempat kerja. Sebut saja penyedia jasa dan bisnis peristirahatan. Istirahat abadi.  Sudah.

 

Adon sedari kuliah rajin membaca dan pernah ada  filsuf mengatakan tanpa kematian, hidup akan kehilangan nilai dan makna. Namun hidup abadi adalah hal yang paling tidak diinginkan manusia. Kematian tidaklah dimaknai sebagai kehancuran hanya berpindah dari satu wadah ke wadah lain jadi meninggalkan dunia atau proses meninggal dunia. Mati adalah hal yang paling absolut dan pasti, katanya manusia terlahir justru untuk mati. Nikmati saja perjalanan menuju kesana, kecemasan hanya akan membuat makna hidup menghilang. Karena itu, bisnis peti mati tak akan pernah mati. Makin yakinlah Adon dengan kerja baru dan jabatan barunya ini.

 

Dalam masa percobaan  jabatan baru ini, banyak hal dipelajari oleh Adon. Termasuk belajar ke jejaring tetap CV Indah Damai, solusi bisnis peristirahatan yakni rumah duka, asuransi, rumah sakit dan pemakaman. Jenis-jenis peti  pun dia hapal seluk-beluknya dari segi harga, bahan, jenis, kualitas ataupun modifikasi jika ada.  Peti mati yang berbentuk kembang cengkeh atau disebut siupan boleh dikatakan yang paling mahal. Biasa dipesan oleh kalangan berduit. Bahan petinya kayu kelas satu biasanya jati hingga bobotnya juga tidak main-main, perlu banyak orang membopongnya ke liang lahat.

 

Bos CV Indah Damai, pak Arik, orangnya baik dan ramah. Kedekatannya dengan karyawan tidak berjarak, kadang sambil makan siang, dia berbagi cerita dan pengalaman. Menu makan siangnya herannya selalu sama, telor orak-arik. Adon tak berani menebak, apalah karena itu namanya pak Arik. Pak Arik bercerita bahwa bisnis peti mati ini sudah ditekuni sejak jaman kakeknya dari tahun 1960-an. Saat ini, dia  adalah generasi ketiga yang mencoba menekuni bisnis turun temurun ini.

 

Sebagai generasi ketiga, bisnis kematian tidak melulu masalah mengambil untung, kendati ada satu peti yang bisa laku terjual Rp 250 juta. Namun, dia tidak ingin merasa bisnisnya berbahagia atas kesusahan orang lain, seperti bisnis yang mengambil keuntungan dan kesenangan di balik kepergian seseorang yang dicintai keluarganya. Apalagi jika seperti mempermainkan kedukaan seseorang atau keluarga yang meninggal, bisnis kesedihan tidak bisa dianggap main-main dan ada makna sosial di dalamnya. Mereka yang mampu, dimohon perkenan membayar lebih untuk membantu yang tak cukup rejeki membeli peti. Terkadang ada juga peti sumbangan kepada mereka yang membutuhkan.


“Untuk keluarga yang masih kuat pegang tradisi, kita siapkan paket lengkap. Dari alat upacara seperti lentera, rumah-rumahan bahkan seragam khusus keluarga yang berduka cita,” kata pak Arik berpromosi.

 

Lengkapi ritual agar tenang secara spiritual, begitu prinsipnya. Saat acara pemakaman, jika perlu menambah pekerja harian lepas, karena menggotong peti kembang cengkeh berbobot ratusan kilo jangan sampai terlepas atau malah terguling. Tidak ada acara kematian yang sama kata pak Arik. Tiap acara kematian berbeda. Kendati hidup adalah kesempatan, namun menyiapkan kematian juga pembelajaran bagaimana hidup dengan baik termasuk menyiapkan ruangan sempit terakhir di dunia.

 

Peti-peti yang mahal biasa disimpan di ruangan dalam kantor dengan pendingin udara. Satu kali, tatkala sudah sangat penat sepulang dari cari order, Adon menyelinap di balik jajaran peti mahal mencari posisi untuk rebahan sepukul dua pukul. Seperti tikus kekenyangan yang pintar cari sela untuk sembunyi. Tak lama seperti ada suara merepet dan dengungan naik turun. Adon terbangun. Ada sejumlah pegawai menunjuk-nunjuk dengan tegang peti tempat dia sembunyi di belakangnya.

 

“Ada yang mengetuk-ngetuk peti dan bergetar!” kata satu pegawai

 

Yang lain mengiyakan, menambah seram suasana. Bahkan ketukannya berirama, kata mereka.

Adon muncul dari balik peti. Pegawai kantor sempat menjejak mundur, kemudian memberitahu dia kejadian aneh dan mistis barusan. Adon hanya menyeringai enteng dan terkekeh kecil. Rupanya itu suara nada getar handphone yang diletakkannya sejajar peti. Ada panggilan masuk.

 

Kadang-kadang memang ada cerita unik nan menyeramkan di kalangan pedagang peti mati. Pegawai tadi bahkan cerita pernah mendengar ketukan aneh yang tiba-tiba terdengar dari peti jenazah yang terpajang. Cerita dari orang tua-tua bahwa suara ketukan tersebut sebagai sebuah tanda bahwa peti tersebut sudah dipilih oleh arwah yang sebentar lagi akan meninggal. Dan sejak saat itu, Adon tak berani lagi curi-curi waktu sekadar rebahan di dekat peti-peti mewah itu.

 

Hari Jum at siang hari. Panas terik. Adon yang selesai berkeliling ke beberapa jejaring tetapnya, kali ini memarkir motornya di dekat pondok juru kunci pemakaman tengah kota. Pemakaman yang sudah ada sejak zaman Belanda luasnya 5 hektar lebih. Karena berposisi strategis, sudah banyak yang mengincar tanah pemakaman tersebut untuk tukar guling. Buat bisnis kehidupan. Karena sudah langganan mampir di pondok itu, Adon tak canggung lagi rehat sejenak atau rebahan, mengelak sebentar dari sengatan mentari. Siang bolong adalah saat sang Illahi terjaga penuh. Melukis dinding kekuasaanNya sejadi-jadinya dengan milyaran bias palet warna sekali sapu. Saat banyak makhluk berlomba-lomba cari nafkah.

 

Area pemakaman itu cukup terawat dan banyak pepohonan rindang. Apalagi ditingkahi  semilir angin cukup sejuk untuk mengajak matanya terkatup sebentar. Mengatur napas dan posisi nyaman. Lepas penat dan agak pulih rasanya, buru-buru ada pesan masuk di handphone Adon. Pesanan mendadak peti mati dari pinggiran kota, Adon diminta mengecek dan menemui pemesan. Bergegas pamit dan segera memacu motornya menuju petunjuk alamat pemesan.

 

Semakin lama semakin mendekati tujuan, Adon melambatkan motornya. Mulai ada jajaran papan bunga ucapan duka di kanan kiri jalan ke rumah si pemesan. Bauran perasaan Adon berkecamuk silih berganti antara heran, ingin tahu dan syak wasangka. Bola matanya bergulir pelan menyongsong papan-papan ucapan duka berderet rapi sepanjang jalan. Serasa pernah tahu. Sembari berhenti, masih di atas motornya, Adon membaca lamat-lamat tulisan papan bunga duka cita: Turut Berduka Cita atas Wafatnya Bpk. Donhaji A.N, kemudian nama si pengirim.

 

Tiba-tiba nada alarm lagu Don’t Cry- Guns N’ Roses berbunyi di handhone Adon. Hari sudah menjelang sore, matahari setengah padam.

Ikuti tulisan menarik Didi Adrian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu