x

Bagaimana membangun traction dalam kepemimpinan Anda

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Selasa, 2 Mei 2023 12:49 WIB

Pemimpin Dibentuk, Bukan Dilahirkan

Indonesia membutuhkan banyak pemimpin berkualitas di smeua level. Bagaimana sebaiknya memilih pimpinan? Ikuti terus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Oleh: Bambang Udoyono

Di jaman dahulu kala hampir semua pemimpin di seluruh dunia ditentukan oleh keturunan.  Seseorang menjadi raja hanya karena dia anak raja sebelumnya.  Kecuali raja pertama sebuah dinasti alias pendiri dinasti.  Jengis Khan misalnya, dia bukan anak kaisar.  Dia memang orang unggul sehingga mampu mendirikan sebuah kekaisaran baru.  Demikian juga pendiri dinasti Ming.  Di Jawa Ki Ageng Pemanahan sang pendiri dinasti Mataram bukan anak raja.  Tapi anak turun mereka menjadi raja hanya karena keturunan.  Tidak ada meritokrasi sama sekali.  Di jaman kuno ada juga sih alas an pembenarnya.  Putra putri raja tentu memiliki pendidikan jauh lebih baik daripada anak orang kebanyakan.

Nah anehnya di masyarakat Indonesia sampai detik ini masih tertanam kuat keyakinan bahwa pemimpin idealnya adalah anak pemimpin juga.  Tidak hanya masyarakat tradisional pendukung para raja, bahkan masyarakat modern pendukung para pemimpin modern dari partai masih memiliki keyakinan serupa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Sejatinya lembaga partai adalah lembaga baru dibandingkan kerajaan. Pemmilihan pemimpin seharusnya berdasarkan meritokrasi. Tapi kenyataannya di Indonesia pemimpin partai masih didominasi oleh keturunan.  Tidak perlu disebut namanya semua orang juga sudah tahu. Mari kita resapi apa kata cendekiawan soal faktor keturunan dalam kepemimpinan.

Mitos kepemimpinan

The most dangerous leadership myth is that leaders are born-that there is a genetic factor to leadership. That's nonsense; in fact, the opposite is true. Leaders are made rather than born. —Warren Bennis

Mitos kepemimpinan paling berbahaya adalah bahwa pemimpin dilahirkan – bahwa ada faktor genetik dalam kepemimpinan.  Itu omong kosong.  Nyatanya sebaliknya yang benar.  Pemimpin dibentuk bukan dilahirkan.

 

Maksudnya orang menjadi pemimpin bukan karena faktor keturunan. Pemimpin dibentuk dengan pendidikan dan pengalamannya.

 

Memang benar kualitas seseorang ditentukan oleh pendidikan di dalam keluarganya. Karakternya, attitudenya, dan juga knowledge dan skillnya bisa ditentukan di dalam keluarga asalnya. Meskipun demikian bukan berarti anak pemimpin otomatis punya hak untuk menjadi pemimpin berikutnya.

Pemimpin dibentuk oleh Pendidikan dan pengalaman

Seorang pemimpin harus mampu membuktikan bahwa dia adalah calon pemimpin yang paling mampu memecahkan masalah masalah unit yang dipimpinnya. Pengalamannya adalah buktinya. Artinya dia harus banyak sekali belajar dan berkompetisi dengan sederet pesaingnya dalam persaingan yang sehat. Kompetisi sehat itu kan membentuk kepribadian dna kemampuannya.

Persaingan sehat

Persaingan yang sehat bisa diumpamakan dengan perlombaan dalam olah raga.  Perlombaan berbeda dengan pertandingan. Lomba lari misalnya, itu tidak saling menyerang.  Beda dengan pertandingan tinju yang saling menyerang.   Jadi dalam konteks kekinian persaingan sehat itu tidka melakukan black campaign alias kampanye hitam.  Tidak menjelekkan saingan tapi menunjukkan keunggulan diri sendiri.

Perlunya edukasi kepemimpinan

Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang masih memiliki keyakinan seperti itu, maka tantangan besar kita bersama adalah mengedukasi masyarakat bahwa kepemimpinan itu dibentuk, bukan dilahirkan.  Seorang pemimpin itu dipilih karena karakternya dan kompetensinya mengembangkan masyarakatnya dan mengatasi masalah masalahnya. Dengan kata lain mengorgasisikan semua sumber sumber, menyatukan semua potensi agar masyarakatnya maju Bersama.  Bukan hanya memajukan sebagian unsur masyarakat sembari menganaktirikan unsur lainnya.

 

Penutup

Masyarakat Indonesia masih membutuhkan edukasi soal kepemimpinan. Kita semua harus menyadarkan mereka bahwa kepemimpinan tidka ditentukan oleh keturunan. Pemimpin harus dipilih berdasarkan karakter dan kompetensinya. Itu dibentuk oleh pendidikan formal maupun informal dan pengalamannya.  Tentu saja pengalaman memecahkan masalah unit yang dipimpinnya.   Jadi seorang ketua partai, apalagi yang lebih tinggi sebaiknya memakai dasar meritokrasi, bukan keturunan.

 

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler