x

Ilustrasi kendaraan listrik. Sumber foto: misautomoviles.com

Iklan

Delly Ferdian

Pegiat Lingkungan, Peneliti di Yayasan Madani Berkelanjutan
Bergabung Sejak: 13 Mei 2023

Kamis, 25 Mei 2023 08:23 WIB

Kendaraan Listrik: Transisi Energi yang Manis di Bibir Saja

Program transisi energi melalui kepemilikan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KLBB) yang digencarkan pemerintah saat ini, benar-benar tampak berkilauan, padahal begitu keropos karena dikerumuni banyak kepentingan. Bak seorang primadona, program ini dipoles dengan berbagai narasi menarik agar membuat banyak orang terpikat, tergiur, dan tertarik untuk memilikinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Program transisi energi melalui kepemilikan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KLBB) yang digencarkan pemerintah saat ini, benar-benar tampak berkilauan, padahal begitu keropos karena dikerumuni banyak kepentingan.

Bak seorang primadona, program ini dipoles dengan berbagai narasi menarik agar membuat banyak orang terpikat, tergiur, dan tertarik untuk memilikinya. Bagaimana tidak, kendaraan ini ditawarkan sebagai solusi cepat untuk atasi beragam persoalan lingkungan seperti halnya polusi udara yang menjadi salah satu penyebab krisis iklim dunia yang kian mengkhawatirkan. 

Tidak salah, dengan mengendarai kendaraan ini, otomatis si pengendara dibuat merasa tidak berdosa karena tidak lagi mengotori udara dengan polusi dari gas buang hasil pembakaran kendaraannya. Dengan bertenaga baterai, tidak sedikitpun udara kotor dibuang dari saluran pembakaran seperti kendaraan konvensional berbahan bakar minyak (BBM) pada umumnya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bukan hanya itu, dengan memiliki kendaraan ini, pemilik dibuat untung karena tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli bahan bakar. Untuk satu kali pengisian baterai dari kosong menjadi penuh, motor listrik hanya menghabiskan uang sebesar Rp8.000 saja dan mobil listrik sebesar Rp 213.291 dengan estimasi Rp 2.466 per kWh. Biaya yang dikeluarkan itu tentu jauh lebih kecil dibandingkan biaya isi BBM kendaraan konvensional pada umumnya. Pemilik pun lebih cuan jika memiliki kendaraan listrik. 

Akan tetapi, dibalik semua keuntungan yang ditawarkan itu, ada banyak persoalan yang bak benang kusut yang belum bisa terurai sampai dengan saat ini. Di hilir, kendaraan listrik tampak begitu manis, sedangkan di hulu diselimuti begitu banyak problematika. 

Problematika Hulu Kendaraan Listrik

Dengan meningkatnya permintaan terhadap kendaraan listrik, meningkat pula kebutuhan akan nikel yang menjadi bahan baku utama dari baterai yang digunakan kendaraan ini. Tentu, makin tinggi permintaan akan nikel, makin suram bumi pertiwi karena makin rusak lingkungan yang katanya ingin dilestarikan. 

Dengan tren positif pertumbuhan industri kendaraan listrik, Indonesia menjelma sebagai negara produsen nikel terbesar di dunia. Dari 2,67 juta ton produksi nikel dunia, berkontribusi sebesar 800 ribu ton nikel. Beberapa wilayah seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, dan sebagian Papua, akhirnya menjadi tuan rumah untuk memproduksi komponen berharga ini. 

Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki 72 juta ton cadangan nikel atau 52 persen dari total deposit dunia sebesar 139,41 juta ton. Adapun, menurut US Geological Survey 2020, cadangan nikel Indonesia terhitung sebesar 21 juta ton, 22 persen dari 95 juta ton perkiraan cadangan dunia. Sungguh kekayaan alam yang luar biasa yang membuat mata para pencari rente terbelalak dan air liur mengalir deras.  

Dari tren yang begitu positif tersebut berkorelasi dengan angka deforestasi yang juga tumbuh makin menjulang. Temuan Yayasan Auriga Nusantara mengungkap bahwa pada rentang 2001 hingga 2021 seluas 3,95 juta hektare total lahan konsesi tambang nikel. Dari total konsesi lahan tambang nikel seluas 3.958.468 hektare itu, tercatat bahwa ada seluas 333,409 hektare hutan alam terdeforestasi. Tertinggi, deforestasi tercatat terjadi di 2016 dan 2015 dengan luas masing-masing 56.495 hektare dan 47.537 hektare. 

Untuk mengeruk batu ajaib bernama nikel ini, lingkungan benar-benar harus dikorbankan. Mulai dari perambahan hutan yang akhirnya berujung pada peningkatan pesat angka deforestasi, terjadinya pencemaran air dan tanah efek dari limbah pertambangan, sampai dengan peningkatan emisi gas rumah kaca yang tentunya sangat signifikan. Alih-alih ingin menyelamatkan lingkungan dengan menghadirkan kendaraan listrik, yang terjadi malah sebaliknya, merusak lingkungan dengan cara yang lebih terlihat manis. 

Bukan hanya soal bahan baku nikel yang menyebabkan industri ini membuat kita geleng-geleng kepala. Faktanya, makin besar permintaan akan kendaraan listrik, maka makin tinggi pula permintaan akan listrik itu sendiri. Baik jika listrik yang dihasilkan bersumber dari energi yang bersih dan terbarukan seperti panel surya atau kincir angin, namun, kenyataannya listrik di negeri ini masih ditopang oleh penggunaan batu bara yang amat besar. Sungguh ironis.

Niat baik untuk memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang dianggap penyebab peningkatan emisi karbon, rasanya kian utopis.

Oligarki Kendaraan Listrik 

Tidak kalah berbahaya dari persoalan meningkatnya pertambangan nikel dan pemanfaatan batu bara, program pengadaan kendaraan listrik di Indonesia disebut-sebut terkontaminasi kepentingan oligarki yang begitu kuat. Hal ini disampaikan Ekonom Senior, Faisal Basri yang mengkritik kebijakan subsidi kepemilikan kendaraan listrik yang sarat kepentingan bisnis segelintir orang.

Faisal Basri menyebut bahwa dua nama besar seperti Moeldoko (Kepala Staf Kepresidenan) dan Luhut Binsar Panjaitan (Menko Marinves) terlibat dalam kepentingan subsidi kendaraan listrik ini. 

Faisal Basri menyebut Moeldoko merupakan pendiri dari PT Mobil Anak Bangsa (MAB). Tak hanya dikenal sebagai perusahaan penghasil bus listrik, MAB terendus sudah mulai mengembangkan motor listrik yang bisa bersaing dengan produsen lokal lainnya seperti Gesits. (CNN Indonesia, 9/1/2023)

Sedangkan, Faisal Basri menyebut bahwa Luhut Binsar Panjaitan diduga terlibat dalam bisnis kendaraan listrik melalui PT Toba Sejahtera. Luhut tercatat dengan kepemilikan 9,9% per 2017. TOBA dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mendirikan perusahaan patungan bernama Electrum. Electrum sudah menjalin kerja sama dengan Pertamina dan Gogoro Inc., perusahaan energi dan produsen kendaraan listrik asal Taiwan. (Katadata, 24/5/2023)

Agar Kendaraan Listrik Benar-Benar Manis

Terkait dengan kendaraan listrik ini, pemerintah Indonesia sebenarnya telah merencanakan kendaraan listrik sebagai salah satu motor utama untuk mencapai target emisi nol bersih 2060. Hebatnya, Indonesia dengan tegas menjanjikan target yang lebih besar dalam dokumen yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) yang telah direvisi (enhanced) dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,2 persen dengan dukungan internasional. 

Tentu jika melihat dengan kacamata yang baik, dalam konteks kendaraan listrik, teknologi ini tentu benar-benar teknologi yang didambakan untuk mencapai target pengurangan emisi. Kendaraan ini adalah wujud kemajuan berinovasi para ahli teknologi untuk menyelamatkan lingkungan karena tidak ada satupun emisi yang dikeluarkan. Sungguh menarik. 

Namun sayang, perkembangan pesat teknologi seperti halnya kendaraan listrik tidak diiringi dengan komitmen kuat untuk penyelamatan lingkungan. Hemat saya, kendaraan listrik adalah inovasi penyelamatan lingkungan yang gagap ditanggapi karena lamban untuk melompat dalam melakukan transisi energi dari energi kotor menuju energi bersih yang berkelanjutan. 

Kegagapan inilah yang seharusnya diatasi. Para pemangku kepentingan harus benar-benar menunjukkan integritas dan komitmen untuk penyelamatan lingkungan melalui transasi energi yang sesungguhnya serta melepaskan kepentingan pribadi dan kelompok untuk mencari cuan di tengah masyarakat yang kini terdesak krisis multidimensi yang makin menakutkan. Mari bersama kita renungkan. #LombaArtikelJATAMIndonesiana

Ikuti tulisan menarik Delly Ferdian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu