x

Iklan

Sulistiyo Suparno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Juli 2023

Kamis, 3 Agustus 2023 07:41 WIB

Jangan Asal Tulis dalam Penyingkatan Gelar Akademik

Semua ada aturannya, termasuk menyingkat gelar akademik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekilas, menulis singkatan gelar akademik merupakan hal sederhana, namun sampai saat ini masih banyak orang yang salah melakukannya. Penyingkatan semua gelar akademik harus diakhiri dengan tanda titik, namun masih banyak orang yang mengabaikan aturan ini.

Banyak pula kita temukan kesalahan atau perbedaan penyingkatan gelar akademik di ijazah dan di transkrip nilai, meski nama penjabatnya (rektor, dekan) sama. Misal, di ijazah penyingkatan gelar akademik milik rektor menggunakan tanda titik, namun di transkrip nilai tidak menggunakan tanda titik. Secara kasat mata, perbedaan seperti ini tentu membingungkan. Secara hukum, bisa berpotensi cacat hukum.

Tahun 2018-2020 saya menjadi Kepala Biro Adminitrasi Akademik di sebuah PTS di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Saya menerima banyak berkas lamaran untuk posisi dosen dan tenaga kependidikan. Saya terpaksa mengembalikan beberapa berkas pelamar karena terdapat kesalahan penyingkatan gelar akademik di ijazah dan atau di transkrip nilai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun 2019 saya sempat bertemu dengan seorang pegawai Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VI Jawa Tengah dalam sebuah acara koordinasi pimpinan PTS di Jawa Tengah, bertempat di sebuah hotel di Pekalongan. Kami berdialog tentang penulisan atau penyingkatan gelar akademik. 

Beliau mengakui bila penyingkatan gelar akademik, sampai saat ini, masih membingungkan, sehingga tidak mengherankan bila banyak pihak yang masih salah dalam menulis singkatan gelar akademik. Beliau menegaskan bahwa, penulisan atau penyingkatan gelar akademik harus mengikuti hukum positif atau peraturan yang berlaku saat ini.

Kesalahan penulisan atau penyingkatan gelar akademik akan terus berlangsung, bila  kita bersikap masa bodoh. 
***
Revolusi gelar akademik di Indonesia bermula pada 9 Februari 1993, ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Fuad Hasan, mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 036/U/1993 tentang Gelar dan Sebutan Lulusan Perguruan Tinggi. Dalam lampiran Keputusan tersebut memuat daftar gelar akademik untuk jenjang sarjana, magister, dan sebutan atau gelar profesi.

Sejak saat itulah gelar akademik di negeri ini menggunakan Bahasa Indonesia, tidak ada lagi gelar akademik yang berbahasa asing. Dahulu, jumlah gelar akademik bisa dihitung dengan jari, seperti Doktorandus (Drs.), Doktoranda (Dra.), Sarjana Hukum (S.H.), Insinyur (Ir.). 

Dahulu, kita mungkin bingung untuk menempatkan gelar akademik, apakah di depan atau di belakang nama? Sekarang, semua gelar akademik untuk jenjang S1 dan S2 ditempatkan di belakang nama, sedangkan gelar akademik yang ditempatkan di depan nama hanya Doktor (Dr.).

Bagaimana dengan gelar dokter (dr.) yang berada di depan nama? Dokter (dr.) adalah gelar profesi, sedangkan gelar akademiknya adalah Sarjana Kedokteran (S.Ked.).

Bagaimana dengan predikat Profesor? Profesor (Prof.) bukan gelar akademik, itu semacam pangkat tertinggi yang diraih oleh dosen setelah memenuhi angka kredit maksimal. Itu semacam Jenderal di lingkungan militer.

Sekarang ada sekitar 119 gelar akademik. Beberapa gelar memiliki inisial yang sama, namun berbeda cara menulis atau menyingkatnya, seperti Magister Sains (M.Si.) dan Magister Sains Informasi (M.S.I.).  Kita perlu panduan agar tidak salah dalam menyingkat gelar akademik.

Dahulu kita mengenal gelar akademik Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.), Sarjana Pendidikan Sekolah Dasar (S.Pd.S.D.). Sekarang semua program studi yang masuk rumpun ilmu pendidikan menggunakan gelar akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd.). Untuk membedakan bidang keahliannya, apakah ahli di bidang pendidikan Islam, pendidikan sekolah dasar, dan lainnya, tercantum di Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI).

Peraturan tentang penulisan gelar akademik mengalami beberapa kali perubahan atau pembaruan. Pembaruan terkini adalah melalui Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 59 Tahun 2018 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar, dan Tata Cara Penulisan Gelar di Perguruan Tinggi.

Berbagai pembaruan tersebut menegaskan bahwa, penulisan semua gelar akademik harus diikuti dan diakhiri dengan tanda titik.

Pemerintah melalui kementerian terkait melakukan pembaruan gelar akademik di perguruan tinggi karena mengikuti perkembangan zaman. Perubahan atau pembaruan itu antara lain dalam pembagian rumpun ilmu, penggantian nama program studi, penambahan program studi baru, yang berimbas pada perubahan nama gelar akademik atau penambahan gelar akademik baru.

Perubahan tersebut antara lain pada progam studi Administrasi Negara dengan gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) kini menjadi program studi Administrasi Publik dengan gelar Sarjana Administrasi Publik (S.A.P.). 

Program studi Manajemen yang semula masuk rumpun ilmu ekonomi dengan gelar Sarjana Ekonomi (S.E.), kini menjadi rumpun ilmu manajemen dengan gelar Sarjana Manajemen (S.M.).

Beberapa program studi yang baru muncul antara lain Logika dengan gelar Sarjana Logika (S.Lgk.), Ilmu Aktuaria dengan gelar Sarjana Aktuaria (S.Aktr.), Logistik dengan gelar Sarjana Logistik (S.Log.), Kewirausahaan dengan gelar Sarjana Bisnis (S.Bns.), Ilmu Lingkungan dengan gelar Sarjana Lingkungan (S.Ling.), Ilmu Biomedis dengan gelar Sarjana Biomedis (S.Biomed.), dan masih banyak gelar akademi yang baru muncul.

Meski peraturan tentang gelar akademik sering berubah, namun pemerintah menjamin bahwa gelar akademik yang dikeluarkan sebelum sebuah peraturan terkini berlaku, masih sah dan dapat dipergunakan. Namun, penulisan gelar akademiknya harus mengikuti peraturan yang berlaku saat ini.

Misal, seorang lulusan Fakultas Hukum tahun 1980-an yang bergelar SH (tanpa tanda titik), ketika ia membuat dokumen pada saat ini (2023) yang memerlukan nama dan gelar akademik, maka penulisan gelar akademiknya adalah S.H. (pakai tanda titik).

Kesalahan penulisan gelar akademik banyak kita temukan dalam dokumen-dokumen tulis yang dikeluarkan instansi pemerintah dan lembaga pendidikan. Instansi atau lembaga yang seharusnya menjadi teladan dan rujukan, justru melakukan kesalahan. 

Ini menjadi tugas sederhana namun mungkin melelahkan bagi kita yang bekerja di bagian administrasi atau bagian lain yang bertugas membuat dokumen tulis. Alangkah baik bila kita memiliki peraturan terkini tentang penulisan gelar akademik, baik berupa cetakan (buku) atau dalam bentuk berkas elektronik (file) di komputer.

Biasakanlah menulis gelar akademik secara benar. Kelak, dokumen yang kita tulis akan dibaca atau menjadi rujukan oleh anak cucu kita. Apa jadinya kalau gelar akademik dalam dokumen tersebut salah tulis? Tentu, anak cucu kita akan terseret dalam kesalahan yang entah sampai kapan akan berakhir. 

Bagi mahasiswa yang akan lulus kuliah dan akan mendapatkan ijazah, telitilah terlebih dahulu ijazah tersebut. Pastikan tidak ada kesalahan penulisan dan penyingkatan gelar akademik, baik gelar akademik di nama Anda, maupun gelar akademik di nama-nama penjabat yang tercantum dalam ijazah.

Begitu pula pihak perguruan tinggi yang akan mengeluarkan ijazah, transkrip nilai, surat keterangan pendamping ijazah (SKPI) harus lebih cermat dalam menulis atau menyingkat gelar akademik. Bila perlu, siapkan tenaga editor bahasa yang khusus bertugas memeriksa penulisan atau penyingkatan gelar akademik.

Kesalahan penulisan dan penyingkatan gelar akademik di ijazah dan atau di transkrip nilai bisa berakibat fatal bila di kemudian hari berhadapan dengan pihak yang bertindak cermat, seperti perusahaan besar nasional bahkan perusahaan internasional. Jangan sampai Anda gagal melamar pekerjaan gegara kesalahan penyingkatan gelar akademik di ijazah dan atau transkrip nilai. 

Dahulu, tahun 1999 ketika akan lulus kuliah, saya menolak menandatangani ijazah, karena penyingkatan gelar akademik yang salah (kurang tanda titik), dan ada ejaan yang salah. Saya harus membuat surat permohonan pada rektor untuk mendapatkan berkas ijazah yang baru. Dua minggu kemudian, ketika perbaikan ijazah sudah terbit, saya bersedia menandatangani.

Info tambahan: penulisan gelar akademik hanya berlaku untuk kegiatan akademik seperti penerbitan ijazah, transkrip nilai, karya ilmiah (tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi). Di luar kegiatan akademik, kita tidak wajib menuliskan gelar akademik. Namun, kalau mau menuliskan gelar akademik, ya silakan, asal penulisan atau penyingkatan gelar akademiknya harus sesuai aturan.

Dahulu, saya sering menerima surat-surat dari Kementerian Pendidikan. Surat-surat tersebut tidak mencantumkan gelar akademik penjabat yang menandatangani. Meski saya tahu penjabat tersebut bergelar Doktor (Dr.). 

Saya punya koleksi Surat Keputusan pengangkatan dosen dari beberapa PTN yang ditandatangani rektor. Tak ada gelar akademik yang dicantumkan di depan atau di belakang nama rektor tersebut.

Surat Keputusan, surat edaran, surat pemberitahuan, surat undangan, tidak memerlukan gelar akademik penjabat yang bertanda tangan, karena itu kegiatan administratif, bukan kegiatan akademik.
***SELESAI***
Sulistiyo Suparno, lahir di Batang, 9 Mei 1974. Lulusan S1 Administrasi Negara, Universitas 17 Agustus 1945, Semarang. Menulis berbagai jenis tulisan; opini, cerpen, dongeng, puisi, dan tulisan lainnya. Bermukim di Batang, Jawa Tengah. 

Ikuti tulisan menarik Sulistiyo Suparno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu