x

Menegur dengan bijaksana

Iklan

Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Oktober 2022

Senin, 11 September 2023 09:55 WIB

Sudah Dapatkah Kembali Saudaramu?

Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu, engkau telah mendapatkannya kembali.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Sudah Dapat kah Kembali Saudaramu?(satu catatan)

 “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu, engkau telah mendapatkannya kembali”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

(Matius 18:15)

 

 Ini bukan salah dan dosa sesama pada umumnya. Tetapi dosa sesama yang ‘engkau tahu.’ Dan sepertinya ‘engkau tertantang untuk bicara.’ Tetapi bicara salah dan dosa sesama dalam animasi Yesus adalah “tegurlah dia di bawah empat mata.”  Soal ‘bicara empat mata’ tentu isyaratkan kecerdasan dan bagaimana bijaksananya ‘harus menegur.’

 

“Tegur di bawah empat mata” acapkali terpeleset jadi menegur di hadapan “berpasang-pasang mata.” Maka yang terjadi bukanlah koreksi bijak, tetapi hanyalah aksi penelanjangan orang berdosa  di hadapan publik. Jadi lebih repot ketika orang merasa puas sebab sudah ‘kupas tuntas kedosaan sesama.’ Dan lalu merasa ‘menang’ sebab ‘tadi itu saya sudah sikat dia, tidak ada sisa memang. Dia mati kutu dan tidak berani berkotek!’

 

Tak hanya ‘berani sembarang’ tegur tak bijak waktu dan kesempatan, ada lagi eksrim pasif sebaliknya. “Bagusnya urus diri masing-masing. Repot amat urus masalah orang lain.” Orang mengambil langkah apatis. Jalani hidup sendiri-sendiri. ‘Si dia tahu ada di jalan salah, pasti dia tahu harus tahu jalan untuk kembali pulang.’

 

Sebagian merasa tak miliki otoritas moral lagi. Karenanya, orang tak merasa punya daya atau kewibawaan untuk ‘menegur sesama yang ada dalam nista.’ Mungkin saja ada kerkah diri yang penuh khilaf, “Tak mungkin orang buta menuntun orang buta. Tidakkah keduanya bakal jatuh ke dalam lubang?” (cf Mat 15:1-2). Orang terhalang total untuk bicara empat mata, sebab ia dipaksa untuk mesti serius “tengoklah ke dalam sebelum biara. Singkirkan debu (sendiri) yang masih melekat.”

 

Tetapi “tegur di bawah empat mata,” butuhkan energi positif yakni keberanian, apa adanya, ketulusan, keterbukaan, yang semuanya itu berujung pada intensi utama: mendapatkan kembali seorang saudara yang ‘hilang dan bersalah.’

 

Sebab itulah “kebersamaan atau dinamika empat mata adalah kehadiran daya kasih korektif untuk mengajak pulang sesama atau saudara sendiri. Demi satu rekonsiliasi ‘untuk kita kembali lagi atau kembali kita bersama-sama lagi. Sampai akhir waktu nanti.”

 

Namun, tetaplah jadi ganjalan yang tak pernah berakhir, sekiranya ‘dosa, kesalahan dan ketidakhebatan sesama’ adalah modal telak untuk menghakimi sejadinya. Apalagi jika telah ditelisik bahwa ada ‘keuntungan, kemenangan atau keberhasilan’ sekiranya kesalahan sesama atau saudara sendiri dibikin berita yang tercecer ke sana-ke kemari.

 

Yesus awali dinamika menegur sesama dengan langkah pertama: “Tegurlah dia di bawah empat mata...” Itu berarti titik star adalah ‘milikilah hati untuk memulai face to face serta heart to heart untuk bicara pribadi. Artinya sejukan aura wajah dan tatalah hati untuk berterus terang dalam kasih.

 

Sayangnya, tak tahan diri dan ‘tak tahan bicara (mulut), orang bisa saja, -dan itu sering terjadi-, sudah mulai dari ‘orang lain atau dua tiga orang atau bahkan jemaat (kelompok yang lebih besar) untuk ‘bongkar pasang persoalan’ di luar melodi dan irama kasih. Sebab itulah cita-cita “mendapakatkan kembali saudara” dalam Kasih Yesus sering tak menjadi buah dari satu koreksi persaudaraan (correctio fraterna).

 

Bagaimanapun, setiap kita pasti telah lewati jalan, sikap, tindakan, perbuatan, kehendak, atau kata-kata yang salah atau eror terhadap sesama. Salah dan kekhilafan telah jauhkan kita dari rantai kebersamaan. Kita bisa jauh dan asing dari suasana ekologi Kasih, persahabatan, rasa kekeluargaan dan segala rasa penuh ‘bebas dan spontan dalam kekitaan.’

 

Tak mungkin kita tak miliki hati penuh rindu untuk ‘pulang dan kembali.’ Israel di kejauhan di tanah pengasingan tetap rindu pulang ke tanah asalnya. Israel tak ingin terus berlamentasi penuh senduh di dekat  sungai-sungai Babilonia (Mzm 137:1). Dan Israel rindukan kembali ke pangkuan kasih Yahwe.

 

Di bumi yang berputar ini, tetap ada Kasih yang selalu mengalir. Dan Kasih itu tak pernah berhenti. Dan aliran kasih itu selalu membasahi hati orang-orang yang benar, yang tulus ikhlas, yang selalu memiliki keberanian tanpa menghancurkan demi “mendapatkan kembali sesama, saudaranya.”

Namun Yesus ingatkan “Jika ia mendengarkan nasihatmu.....”

 

Semoga terciptalah perjumpaan dalam kasih antara Hati yang Bicara dan Hati yang Sungguh Mau mendengarkan… Dan jika ada ‘bicara yang tajam dan keras, itulah yang sekiranya mesti terjadi di bawah empat mata. Tidak kah Amsal ingatkan:

 

“Lebih baik teguran yang nyata-nyata daripada kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah”

(Amsal 27:5-6)

 

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro - Roma

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Rikhardus Roden Urut Kabupaten Manggarai-NTT lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu