x

Laut Cina Selatan

Iklan

M Sutan Alambudi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 April 2024

Senin, 29 April 2024 08:14 WIB

Indonesia Menjadi Pemain Kunci dalam Konflik Laut China Selatan

Ada konflik kedaulatan di laut Natuna Utara. Sebenarnya apa akar masalah dan apa upaya apa yang harus dilakukan Indonesia?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kedaulatan merupakan hak bagi setiap individu. Dalam konteks negara, kedaulatan wilayah menjadi keniscayaan dan hak suatu negara. Hal ini tidak bisa diintervensi atau diklaim oleh pihak lain secara sepihak. Tetapi konflik kedaulatan terjadi di laut Natuna Utara. Sebenarnya apa yang terjadi dan upaya apa yang harus dilakukan?

Zona Wilayah Laut Indonesia

Wilayah laut Indonesia diatur berdasarkan United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS) atau biasa disebut Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Kekuasaan wilayah laut Indonesia meliputi laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Ahli teknik geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM) I Made Andi Arsana menjelaskan bahwa laut teritorial ialah sepanjang 12 mil (-+ 19 km) dari garis pantai dan menjadi kedaulatan penuh dari negara. Kemudian ada zona tambahan yakni sepanjang 24 mil dari garis pantai. Ukuran zona ekonomi ekslusif (ZEE) ialah sepanjang 200 mil dari garis pantai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedangkan untuk Landas Kontinen (Continental Shelf), yakni antara 200 – 350 mil laut (nautical mile) atau sampai dengan 100 mil laut dari kedalaman 2.500 meter. Ini menjadi zona di mana negara memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber kekayaan alam pada dasar laut serta tanah di bawahnya.

Wilayah Indonesia di antara pulau-pulau kita tidak ada laut bebas, karena sebagai negara kepulauan, Indonesia boleh menarik garis pangkal (baselines-nya) dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar (the outermost points of the outermost islands and drying reefs). Hal itu diundangkan dengan UU No 6/1996 tentang Perairan Indonesia untuk menggantikan UU Prp No 4/1960 sebagai implementasi UNCLOS 1982 dalam hukum nasional kita. 

Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982 (UNCLOS 1982) yang diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985, wilayah perairan Indonesia bertambah luas menjadi kurang lebih 8,5 juta kilometer persegi.

Klaim Sepihak China di Laut Natuna Utara

Berawal dari Maret 2016, konflik Natuna dimulai ketika kapal ikan ilegal asal China yang masuk ke perairan Natuna yang berada di zona eksklusif ekonomi Indonesia. Penangkapan kapal dan awak kapal tidak berjalan mulus karena campur tangan dari kapal China Coast Guard yang secara sengaja menabrak KM Kway Fey 10078 agar tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno Marsudi menanggapi kejadian itu. Ia menekankan bahwa pentingnya penghormatan terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982. Begitu pula Indonesia bukan merupakan claimant state (negara yang bersengketa) atas konflik yang ada di Laut China Selatan.

Indonesia mengatakan ujung selatan Laut China Selatan adalah zona ekonomi eksklusif milik kedaulatan Republik Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan dinamai Laut Natuna Utara.

China keberatan dengan perubahan nama itu dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan, yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U. Namun, batasan ini tidak memiliki dasar hukum menurut Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.

Masih tentang kontroversi klaim wilayah China yang berkembang, yang terbaru, Kementerian Sumber Daya Alam China meliris peta baru pada Senin 28 Agustus 2023. China Daily mengumumkan 'Peta Standar China 2023' memainkan "peran penting dalam mendorong pembangunan bangsa, memenuhi kebutuhan semua lapisan masyarakat, mendukung pengelolaan sumber daya alam, dan membantu pembangunan ekologi dan peradaban."

Dalam peta baru China, akan menguasai seluruh Kepulauan Spratly, yang termasuk di dalamnya Kelompok Pulau Kalayaan (KIG). Lebih dari 400 warga sipil Filipina, termasuk 70 anak-anak, tinggal di Pulau Pag-asa. Konflik ini memanas saat Rabu (6/3/2024) usai insiden tabrakan kapal Filipina dengan kapal penjaga pantai China di Laut China Selatan yang tengah disengketakan kedua negara, dilansir dari bbc.com.

Solusi Meredam Konflik di Laut Cina Selatan

Penyelesaian konflik yang paling mendasar ialah mediasi, atau kesepakatan antar pihak yang berkonflik. Kedaulatan wilayah laut ini sangat penting bagi suatu negara. Dalam kasus Laut China Selatan (LCS), tentu tidak sedikit pihak yang terlibat konflik saat klaim sepihak China muncul. China dan sebagian negara ASEAN seperti Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei Darussalam terlibat dalam sengketa wilayah ini, bahkan secara tidak langsung Amerika pun juga ambil peran. Tidak bisa dipungkiri bahwa LCS menjadi wilayah strategis baik dalam potensi sumber daya maupun perikanan.

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara), mempunyai peran penting dalam mengurangi eskalasi konflik dan

meredakan ketegangan yang terjadi belakangan akibat klaim yang tumpang tindih, yang semakin menajam. Baik Indonesia maupun ASEAN tidak bisa berkonflik secara langsung dengan China. Karena China secara kekuatan militer sangat hegemonik dan besar. 

Selain itu, bagi Indonesia, melokalisir isu ini sebagai titik bahwa kita perlu memperkuat diri. Oleh sebab itu, pertahanan kita harus diperkuat, satelit diperbanyak dan seterusnya. Kerumitan di ASEAN, karena tidak efektif menyelesaikan persoalan-persoalan di lapangan. Semisal urusan konflik antara Filipina dengan Cina, Filipina berjuang sendiri di arbitrasi internasional. Sehingga ASEAN sebagai komunitas bersama itu tidak efektif. Maka untuk mencegah jangan sampai terjadi konflik besar, perlu kerja sama sementara. Pada titik tertentu itu menjadi cara untuk sebelum terjadi perang, kita tahan dulu.

Oleh karena itu, untuk isu kawasan ini, perlu bagaimana memperkuat posisi Indonesia di kawasan. Karena dengan cara ini ketika kita dihormati di kawasan, kita akan dihormati di level dunia. Secara teoritik begitu. 

Menurut Syahroni, pakar HI Universtas Indonesia, bahwa Indonesia memiliki DNA sebagai key player di kawasan. Dulu Indonesia pernah mendeklarasikan KTT Asia-Afrika dan monumennya ada di Bandung. Artinya, politik luar negeri Indonesia itu sangat dinamis dan dia berperan dalam politik internasional. 

Respon pemerintah Indonesia tentang isu ini ditanggapi oleh Menteri Polhukam Hadi Tjahjanto, mengatakan bahwa Indonesia berperan aktif dalam upaya diplomasi perdamaian di LCS baik melalui langkah kerja sama bilateral, maupun regional di ASEAN. 

Di tahun 2002, langkah yang telah dilakukan ASEAN dan China dalam menyelesaikan sengketa LCS ialah dengan penandatangan Deklarasi Perilaku Para Pihak (Declaration of Conduct/DoC). DoC bersifat tidak mengikat, hanya sebatas meminta para pihak untuk menahan diri dari aktivitas-aktivitas yang dapat mengancam atau mengerahkan pasukan, menyelesaikan perselisihan secara damai melalui dialog dan konsultasi, dan menghormati kebebasan berlayar dan terbang.

Tetapi dengan adanya DoC, ia menjadi gerbang terwujudnya dokumen kode etik yang sedang dalam perundingan saat ini yaitu upaya menyusun dokumen Code of Conduct on south china sea (CoC) antara Asean dan RRT. CoC ditujukan untuk mengelola tata perilaku negara di LCS guna menghindarkan terjadinya insiden dan sekaligus mengelola insiden apabila terjadi.

Ia menjelaskan, proses perundingan CoC melalui forum Asean-China Joint Working Group on Coc berjalan lambat, atas inisiatif Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun 2023 lalu, ASEAN dan RRT berhasil menyepakati percepatan perundingan COC, Selasa (19/3/2024).

Dalam merespon permasalahan LCS di bidang pertahanan dan keamanan, pemerintah RI telah mendorong mega project dalam upaya penguatan keamanan laut Natuna melalui kecukupan alat utama sistem senjata (alusista) dan peningkatan sarana dan prasarana satuan terintegrasi TNI sebagaimana diamanatkan dalam Perpres no 18 tahun 2020 tentang rpjmn 2020.

Salah satu kunci dialog dengan RRT ialah melalui ASEAN. Kita perlu membangun solidaritas dan sentralitas ASEAN serta membangun posisi bersama ASEAN untuk isu LCS. Permasalahan di LCS melibatkan banyak pihak. Perlu kehati-hatian dalam menangani konflik dan menyikapi dinamika situasi yang berkembang. Salah perhitungan akan membawa pada situasi konflik yang akan merugikan bersama.

Indonesia telah menjadi tuan rumah perundingan negosiasi CoC antara ASEAN dan China pada Maret 2023, dan sudah dalam pembahasan negosiasi putaran kedua. Penyusunan dokumen CoC membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Tetapi dengan adanya respon positif dari pihak yang terlibat, ini menjadi titik terang perdamaian atas konflik di LCS yang terjadi selama ini.

 

Ikuti tulisan menarik M Sutan Alambudi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler