x

RA Kartini

Iklan

Pradikta Andi Alvat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Agustus 2019

Senin, 29 April 2024 13:14 WIB

Transplantasi Nilai Perjuangan R.A. Kartini untuk Memberantas Praktik Kekerasan pada Perempuan

Perempuan harus terus berjuang melawan patriarki dan diskriminasi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Historisitas Perjuangan R.A. Kartini

Raden Adjeng Kartini (R.A. Kartini) lahir di kota Jepara pada tanggal 21 April 1879. Kartini lahir dari golongan ningrat Jawa. Ayahnya merupakan Bupati Jepara bernama R. M. A. A. Sosroningrat sedangkan ibunya bernama M. A. Ngasirah. Karena dari keturunan ningrat, Kartini pun bisa menikmati previlege untuk mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS). Di ELS, Kartini belajar membaca dan menulis dalam bahasa Belanda. Sayangnya, seorang perempuan saat itu hanya dapat menikmati pendidikan sampai usia 12 tahun. Setelah menginjak 12 tahun, seorang perempuan termasuk Kartini akan dipingit.

Di saat masa pingit inilah R.A. Kartini banyak menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan menulis surat. R.A. kartini melahap habis buku-buku seperti Max Havelar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, De Stile Kraacht karya Louis Coperus, karya-karya roman-feminis karya Goekoop De Jong Van Beek, hingga buku Die Waffen Nieder karya dari Berta Von Suttner. Bacaan-bacaan tersebutlah yang mengisi dan mempengaruhi pola pikir R.A. Kartini sehingga R.A. Kartini mampu berpikir progresif dan out of the box melampaui tatanan dan kondisi zaman pada waktu itu. R. A. Kartini mendobrak pemikiran kolot yang mendiskreditkan kaum perempuan sebagai kaum “rumahan”. Kartini memperjuangkan kesetaraan hak kaum perempuan agar memiliki peran dan sumbangsih bagi kehidupan keluarga, sosial, hingga politik-pemerintahan sama seperti halnya kaum laki-laki. Bagi Kartini, perempuan sebenarnya memiliki potensi besar untuk turut berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perlu diketahui, pada waktu itu masih tertanam dogma yang kuat bahwa kaum perempuan adalah kaum “nomor 2”, kaum yang dianggap lemah dan tidak memiliki peran vital dalam kehidupan sosial maupun keluarga. Praktik kolonialisme dan budaya patriarkis yang masih kental pada waktu itu membuat perempuan mengalami diskriminasi, hak-hak perempuan sebagai manusia yang bermartabat tidak diberikan. Akibatnya, kesenjangan peran antara kaum perempuan dan kaum laki-laki pun sangat besar. Segala lini dimensi kehidupan dikuasai oleh kaum laki-laki. Kartini pada prinsipnya menginginkan perempuan memiliki kesetaraan hak sebagai manusia yang bermartabat.

Perjuangan Kartini dalam mendorong emansipasi perempuan khususnya di bidang sosial-budaya dan pendidikan secara praksis dimulai sejak Kartini mendirikan sekolah khusus putri di Jepara. Sekolah khusus putri mengajarkan pada kaum perempuan terkait kemampuan membaca, menulis, memasak, menyulam, menjahit, dan mengadvokasi kaum perempuan akan kesetaraan hak kaum perempuan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan kaum perempuan agar memiliki skill bekerja sekaligus memiliki bergaining dalam sistem sosial. Saat Kartini menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Joyodiningrat dan tinggal di Rembang, Kartini juga mendirikan sekolah khusus putri di Rembang berkat dukungan suaminya. Kartini tidak mau hidup dalam kemapanan semata sedangkan disekelilingnya kaum perempuan banyak yang hidup menderita dan penuh diskriminasi, oleh sebab itu, ia terus berjuang untuk bagaimana perempuan mampu memiliki peran dan status yang strategis yang bagi Kartini hal tersebut merupakan bentuk terimakasih R.A. Kartini kepada Tuhan atas previlege sosial dan karunia yang diberikan padanya. Perjuangan Kartini dalam menegakkan emansipasi tidak sekadar melalui perjuangan fisik yakni mendirikan sekolah khusus putri tetapi juga melalui tulisan-tulisannya.

Kegelisahan-kegelisahan Kartini kemudian dituangkan dalam aktivitas surat menyuratnya dengan kawannya di Belanda, J.H. Abendanon. Surat-surat Kartini berisikan curahan hati dan pemikirannya mengenai kondisi sosial perempuan pribumi Indonesia. Kartini juga mengeluhkan adat budaya Jawa yang ia pandang sangat bersifat patriarkis sehingga menghambat kemajuan perempuan. Kartini menuliskan penderitaan perempuan Jawa yang terkungkung oleh adat istiadat hingga membuat kaum perempuan tidak bisa leluasa mengenyam pendidikan, dipingit, dijodohkan dan dinikahkan dengan laki-laki yang kadang tidak dikenal, hingga harus bersedia dimadu (dengan paksaan).

Kartini juga meratapi kondisi buta huruf pada kaum perempuan karena tidak adanya akses pendidikan. Intinya, surat Kartini berisikan tentang hambatan-hambatan yang harus dihadapi oleh kaum perempuan pribumi untuk bisa maju dan memiliki peran strategis. Setelah Kartini meninggal pada 17 September 1904 pasca melahirkan anak pertamanya, surat-surat tersebut akhirnya kemudian dibukukan dengan judul Door Duisternis Tot Licht atau dalam bahasa Indonesia memiliki arti Habislah Gelap Terbitlah Terang. Buku Habislah Gelap Terbitlah Terang sendiri berhasil menarik perhatian masyarakat Belanda dan pada akhirnya mampu mendorong terbentuknya Yayasan Kartini, Sekolah Van Daventer, dan hingga perubahan mindset dan perubahan peran perempuan dalam konstelasi kehidupan sosial-budaya dan pendidikan.

Refleksi Nilai-Nilai Perjuangan R.A. Kartini

Pertama, kegigihan. Perjalanan hidup R.A. Kartini hingga akhir hayatnya telah merefleksikan sikap kegigihan yang dicerminkannya dari sifat pantang menyerah dalam berjuang melawan kultur dan praktik patriarki melalui penguatan sektor pendidikan dan sosial pada kaum perempuan. Kedua, spiritualisme. Dalam melawan kolonialisme dan kultur patriarki, R.A. Kartini tidak sekadar melakukan itu atas nama perjuangan, tetapi juga meletakkan itu dalam bingkai perjuangan atas nama Tuhan. Hal tersebut memperkuat keyakinan batin bahwa dinamika kehidupan manusia adalah kehendak ridho-NYA, namun harus diperjuangkan semaksimal mungkin.

Ketiga, gotong royong. Dalam berjuang melawan patriarki perempuan, R.A. Kartini selalu meletakkan ghiroh perjuangan dalam spirit egaliterisme dan gotong royong. Kunci untuk mengalahkan lawan adalah dengan kekompakan, kebersamaan, dan persatuan. Hal itulah yang menjadi kunci sukses Kartini dalam mendirikan sekolah putri. Keempat, emansipasi perempuan. Perjuangan R.A. Kartini dalam melawan praktik patriarki merefleksikan nilai emansipasi perempuan. Keberpihakan pada kesetaraan gender. Kelima, sensitivitas-responsibilitas. R.A. Kartini bisa saja memilih hidup mapan dan bahagia bersama suami. Mengingat keduanya merupakan golongan bangsawan. Namun, karena R.A. Kartini memiliki sisi sensitivitas dalam membaca penderitaan perempuan karena praktik dan kultur patriarki, kondisi tersebut kemudian menggerakkan R.A. Kartini untuk memilih berjuang untuk menegakkan emansipasi perempuan.

Problema Aktual Perempuan di Era Milenial: Kekerasan Perempuan

Era milenial merupakan sebuah periodesasi kehidupan manusia pasca era milenium yang ditandai dengan meningkatnya perkembangan teknologi dan transformasi kehidupan secara digital. Oleh sebab itu, sisi positif di era milenial adalah perihal kemudahan akses informasi. Namun, dibalik itu, era milenial kemudian juga melahirkan berbagai derivasi problematis, salah satunya problema kekerasan pada perempuan yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Sebagaimana data Komnas Perempuan berikut ini.

Tahun

Jumlah kasus kekerasan perempuan

2013

279.688

2014

293.220

2015

321.752

2016

259.150

2017

348.466

2018

406.178

2019

431.471

2020

226.062

2021

338.496

2022

457.895

2023

401.975

Data: Komnas Perempuan (2013-2023)

Kasus kekerasan pada perempuan meliputi kekerasan fisik, kekerasan psikis, hingga kekerasan seksual yang terjadi di lingkup keluarga, lingkungan pendidikan formal dan non-formal, lingkungan pekerjaan, lingkungan publik, hingga dunia maya. Maraknya kasus kekerasan pada perempuan secara umum disebakan oleh kuatnya budaya patriarki yang sosio-kultural melekat dalam realitas sosial masyarakat Indonesia, budaya patriarki meletakkan perempuan dalam posisi inferior dan marginal. Selain itu, rendahnya daya dukung sosial membuat banyak perempuan tidak berani untuk melawan praktik kekerasan sehingga kondisi tersebut turut menyuburkan praktik kekerasan pada perempuan. Menurut hasil survei Lentera Sintas Indonesia menyebutkan 93% penyintas kekerasan seksual tidak pernah melaporkan kasus kekerasan pada mereka kepada aparat kepolisian dengan beragam alasan misalnya: takut disalahkan, tidak didukung keluarga dan sosial, hingga intimidasi pelaku (Asmarani,  2016). Kekerasan pada perempuan sendiri menurut penulis sebagaimana fenomena gunung es, hanya nampak seberapa, namun aslinya sangat banyak.

Oleh sebab itu, diperlukan suatu gerakan yang didasari oleh nilai-nilai peradaban guna memperkuat gerakan untuk melawan praktik kekerasan pada perempuan yang harus diinisiasi oleh kaum perempuan itu sendiri. Secara retrospektif, nilai-nilai perjuangan yang direfleksikan oleh R.A. Kartini dahulu sebagai representasi kekuatan perempuan, sekiranya dapat ditransplantasi sebagai dasar perjuangan kaum perempuan untuk melawan praktik kekerasan kepada mereka. Perempuan kontemporer harus memiliki spirit dan keberanian sebagaimana yang dimiliki oleh R.A. Kartini dulu ketika berjuang menegakkan emansipasi dan kesetaraan perempuan.

Transplantasi Spirit R.A. Kartini untuk Melawan Praktik Kekerasan Perempuan

Pertama, membangun gerakan terorganisir yang masif untuk memperkuat daya dukung sosial untuk melawan praktik kekerasan pada perempuan (cerminan nilai gotong royong, emansipasi perempuan, sensitivitas-responsibilitas, dan kegigihan). Salah satu sebab tumbuh suburnya praktik kekerasan pada perempuan adalah ketidakberanian kaum perempuan untuk bersuara dan melawan karena rendahnya daya dukung sosial. Oleh sebab itu, daya dukung sosial harus diperkuat dimana kaum perempuan harus membangun gerakan terorganisir yang masif di seluruh penjuru Indonesia sebagai wujud kesadaran kolektif dalam membangun jejaring protektif terhadap praktik kekerasan perempuan.

Saat ini, gerakan-gerakan kaum perempuan dalam melawan praktik kekerasan seksual masih bersifat parsial-insidental, belum mampu menjadi satu gerakan terorganisir yang sistematik dan masif. Oleh sebab itu, perlu kiranya kaum perempuan untuk memperkuat gerakan terorganisir secara sistematik agar gerakan perjuangan melawan praktik kekerasan pada perempuan semakin kuat dan memiliki kekuatan jejaring secara nasional. Langkah praktisnya misalnya dengan membentuk kongres perempuan nasional yang terdiri dari berbagai organisasi perempuan dan berbagai latar belakang profesi untuk membangun sebuah gerakan terorganisir dengan jejaring nasional guna menyatukan visi dan misi agar terwujud efektivitas gerakan dalam rangka melawan praktik kekerasan pada perempuan.

Kedua, membangun kanal informasi secara digital untuk memperluas akses pelaporan dan inventarisasi kekerasan pada perempuan (cerminan gotong royong, sensitivitas-responsibilitas). Setelah membangun gerakan terorganisir selanjutnya adalah bagaimana membangun aksesbilitas untuk mempermudah deteksi praktik kekerasan pada perempuan dengan jangkauan secara nasional. Langkah teknisnya misalnya membuat grup media sosial (FB, IG dll) atau media personal (grup WA) secara berjenjang dari tingkat kecamatan, kota/kabupaten, hingga provinsi agar mempermudah akses pelaporan, inventarisasi, dan tindakan jika terjadi praktik kekerasan pada perempuan.

Ketiga, melakukan advokasi kepada kaum perempuan secara berkesinambungan. Baik advokasi hukum, advokasi kultural, hingga advokasi spiritual (cerminan spiritual, kegigihan). Ini penting untuk membangun kesadaran, kolektifitas, dan sinergitas agar kekuatan kaum perempuan semakin kuat dan terarah, sehingga praktik-praktik kekerasan pada perempuan dapat diminimalisir. Advokasi pada perempuan hendaknya dilakukan dengan merangkul beragam stakeholders agar gerakan advokasi semakin meluas dan masif sehingga tumbuh budaya kesetaraan dan penghormatan asasi pada kaum perempuan secara khususnya.

 

 

Ikuti tulisan menarik Pradikta Andi Alvat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler