Pertama Kali Mengajar dan Ditempatkan di Sekolah Pinggiran Jauh dari Pusat Kota

Jumat, 31 Mei 2024 06:55 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cerita ku ditempatkan di Sekolah Penempatan Kampus Mengajar di daerah pinggiran kota dan jauh dari pusat kota, ditambah berbagai permasalahan yang dihadapi.

Saya Heldi Prasetya salah satu mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang berkesempatan mengabdi untuk bangsa. Kisahku ini ku mulai tahun 2023 ketika saya berinisiatif mengikuti program Kemendikbud Kampus Mengajar Angkatan 5. Setelah melalui proses seleksi yang cukup panjang, Alhamdulillah saya lolos seleksi sebagai mahasiswa Kampus Mengajar yang akan ditempatkan di sekolah-sekolah yang membutuhkan bantuan atau kekurangan tenaga pendidik di daerah domisili saya, yaitu Kabupaten Purworejo.

Saat mendapatkan email dari pihak Kampus Merdeka diri ini langsung tertuju pada nama sekolah penempatan, yaitu SD Negeri Kaliwungu, nama sekolah dasar yang asing bagi diri ini.

Lalu  saya buka google maps dan saya cari nama SD tadi. Ketemulah nama SD Negeri Kaliwungu  dalam wilayah administrasi Kabupaten Purworejo. Saya melihat jarak lokasi SD penempatan dengan rumah saya kurang lebih 30 km dan estimasi perjalanan selama 1 jam dari rumah saya.

SD Negeri Kaliwungu merupakan SD Negeri yang terletak di daerah pegunungan berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo, sekolah ini jauh dari perkotaan dan berada di jalan kabupaten yaitu Jalan Raya Bruno-Kepil Kabupaten Wonosobo. Letaknya yang didaerah pegunungan dan dengan waktu perjalanan dari rumah hamper 1 jam, membuat diri saya berfikir dua kali apa akan ku terima atau akan ku tolak lokasi penempatan ini. Sembari berfikir saya juga mencari siapa saja teman mahasiswa yang akan ditugaskan di SD Negeri Kaliwungu ini. Ada empat mahasiswa termasuk saya yang ditempatkan di SD tersebut yaitu ada Saya sendiri mahasiswa UNNES, dan ada tiga mahasiswi dari Universitas yang berbeda-beda yaitu dari UNU Yogyakarta, UMP Purworejo, dan Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta.

Saya coba hubungi mereka bertiga untuk mengkorfimasi apakah mereka setuju dengan lokasi penempatan yang jauh ternyata setelah saya hubungi ketiga mahasiswa tersebut ada satu mahasiswi yang mengundurkan diri yaitu mahasiswi dari Universitas Sarjana Wiyata Yogyakarta ia beralasan dikarenakan jaraknya yang jauh dari rumah. Sedangkan mahasiswa dari UNU Yogyakarta diam mau ditempatkan di sekolah penempatan yang jauh padahal dia berdomisili di Wates, Kulon Progo Dimana jarak dari rumah sampai ke sekolah penempatan yait sekitar 3 jam. Sedangkan mahasiwi dari UMP Purworejo juga bersedia ditempatkan, oleh karena itu diri saya yang awalnya ragu ditempatkan di sekolah penempatan yang jauh akhirnya saya menerima, akibat dari melihat semangat kedua teman saya yang dari UNU dan UMP Purworejo yang mana mereka adalan mahasiswi yang mau jauh-jauh untuk mengabdi di sekolah pinggiran dan memutuskan untuk mencari kos-kosan demi program Kampus Mengajar ini. Program ini juga memberikan kami DPL atau Dosen Pembimbing Lapangan dari Universitas Sains Al-Qur’an Wonosobo.

Singkat cerita kami bertiga sudah ditempatkan di sekolah penempatan, yang membuat kami kaget di awal-awal penugasan yaitu ternyata ada dua sekolah yang berlokasi dibeda tempat namun dengan 1 kepala sekolah dan nama yang sama. Adanya sekolah induk dan sekolah filia dengan 12 rombongan belajar, hal ini membuat semangat kami memudar, dimana kami hanya 3 mahasiswa yang baru pertama terjun langsung kelapangan untuk mengajar anak-anak SD. Pikiran kami mulai insecure apakah kami bisa menyelesaikan penugasan ini disini selama empat bulan. Perlahan-lahan kami beradaptasi dengan lingkungan sekolah mulai dari berkoordinasi selalu dengan Bapak/Ibu Guru, mendekatkan diri dengan siswa, dan mencoba membantu apa saja yang dibutuhkan SD Negeri Kaliwungu untuk kedepannya.

Satu, dua, sampai tiga minggu kami lewati dengan baik tanpa kendala dan berhasil memetakan permasalahan-permasalahan yang ada di sekolah penempatan. Hal yang membuat kami bertiga agak tercengan yaitu ketika kami mengetahui ternyata masih ada beberapan siswa kelas 5 di SD tersebut yang masih belum bisa membaca dengan lancer, dan masih ada juga di beberapa kelas lainya yang belum bisa membaca dan menulis. Setelah kami bertanya-tanya kenapa masih ada siswa yang sulit membaca di setiap jenjang kelas, jawaban yang kami dapatkan yaitu karena di wilayah sekitar SD Negeri Kaliwungu ini terlebih lagi di SD Negeri Kaliwungu filial tidak terdapat jenjang Pendidikan Taman Kanak-Kanak. Siswa yang bersekolah di SD filial ini tidak menikmati dan merasakan masa TK dan langsung masuk ke SD. Hal ini yang membuat siswa sampai kelas 5 belum lancar membaca. Faktor lainya yaitu kurangnya peran orang tua siswa dalam mendidik siswa sebelum memasuki sekolah dasar. Kurangnya peran orang tua ini dikarenakan kebanyakan orang tua siswa banyak yang pergi merantau keluar daerah sehingga ada beberapa siswa yang hanya diurus oleh Ibunya bahkan ada yang hanya diurus oleh Kakek dan Neneknya saja.

Selain permasalahan yang sudah disebutkan ternyata masih ada lagi SD Negeri Kaliwungu ini termasuk sekolah inklusi yang mana ada siswa-siswi yang berkebutuhan khusus terutama di sekolah filial ditingkat kelas 1 SD saja ada dua peserta didik yang berkebutuhan khusus yaitu siswa siswi yang mengidap downsyndrom. Padahal setahu kami ABK atau anak berkebutuhan khusus harus disekolahkan di sekolah SLB agar pembelajaran yang diberikan sesuai kebutuhan siswa tersebut. Permasalahan tersebut bisa terjadi di SD Negeri Kaliwungu ini dikarenakan letak geografis yang berada di pegunungan dan jauh dari pusat kota, terlebih lagi SD ini berada di pinggiran Kabupaten Purworejo. Hal yang menambah parah permasalahan tersebut tidak adanya fasilitas Pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di sekitar wilayah tersebut, jika ingin bersekolah di SLB mereka harus menempuh jarak yang sangat jauh dikarenakan SLB hanya ada di pusat kota yang mana kira-kira berjarak 60 Km.

Hari demi hari kami menemukan permasalahan-permasalahan Pendidikan yang ada dan kami coba mencari Solusi, kami mencoba mengajarkan siswa-sisiwi dengan sepenuh hati tanpa membeda-bedakan peserta didik. Adapun saya pernah mencoba mendekatkan diri saya dengan salah satu ABK siswa laki-laki yang biasanya dipanggil oleh teman-temanya Gopal, dia sangat antusias ketika saya ajak ke perpustakaan dan membaca buku bergambar. Dia bersekolah setiap harinya ditemani oleh neneknya, di lain kesempatan saya Kembali mengajak Gopal untuk belajar membaca buku cerita bergambar sembari dia memakan bekal sarapan yang sudah dibawakan oleh Neneknya. Disini dikesempatan ini saya hati saya bergetar ketika saya ajak dia membaca dan melihat gambar yang ada di buku, dia sangat antusias dia nurut, dan disa begitu tampak senang belajar dan bahkan bekal sarapanya hamper tidak dia sentuh akibat dari dia sangat antusias saya dan teman-teman saya mengajarinya. Padahal sebelum kami dating disitu Gopal ini sering bertingkah mengganggu teman-temanya sekelas namun berbeda ketika kami dating dan mencoba mengajak dia belajar ternyata diam sangat antusias dan memperhatikan kami. Kemanapun kami pergi dia selalu melihat kami menatap kami, padahal kami hanya pergi ke kelas sebelah namun dia selalu melihat dan menatap kami, seakan-akan dia mau mengucapkan sesuatu, namun Gopal juga memiliki keterbatasan dalam berbicara dengan jelas. 

Sampai akhirnya masa penugasan kami selesai kami sangat beruntung mendapatkan sekolah penempatan di SD Negeri Kaliwungu dengan berbagai pengalaman dan ilmu yang kami dapatkan waktu dan jarak bukan berarti lagi bagi kami, hal yang berarti bagi kami adalah kami bisa mengabdi dan mendapatkan keluarga baru serta bisa belajar, bercanda gurau dengan siswa-siswi SD Negeri Kaliwungu. Pengalaman yang tidak akan saya lupakan, selama empat bulan laju menggunakan sepeda motor menempuh jarak 30 Km untuk bertemu dan belajar Bersama siswa-siswi SD Negeri Kaliwungu, mendapatkan hal-hal baru dan ilmu baru dari Bapak/ibu guru kami di SD Negeri Kaliwungu. Masih banyak lagi cerita saya saat melaksanakan penugasan di SD Negeri Kaliwungu, mungkin dilain kesempatan saya akan menuliskan Kembali cerita kisah penugasan di sekolah pinggiran.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Heldi Prasetya

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler