Nasab Baalawi dalam Pandangan Muhibbin, Menghormati Tanpa Fanatisme

Sabtu, 20 Juli 2024 15:01 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Iklan

Saya menyadari bahwa tidak semua orang memahami atau menghargai kedudukan nasab Baalawi. Beberapa mungkin menertawakan posisi saya sebagai pecinta Baalawi karena memang inilah yang diajarkan oleh para guru saya. Bagi mereka, nasab mungkin tidak sepenting amal perbuatan. Saya menghormati pandangan mereka dan memahami bahwa setiap orang memiliki perspektif yang berbeda.

Akhir-akhir ini, persoalan nasab Ba'alawi menjadi perbincangan hangat di kalangan umat Islam. Sebagai seorang muhibbin, saya merasa perlu menyampaikan pandangan saya mengenai hal ini, terutama dalam menghadapi mereka yang menertawakan posisi saya sebagai pecinta Ba'alawi yang menurut pemahaman dan keyakinan saya merupakan keturunan dari Rasulullah SAW. Selain itu, saya juga ingin mengkritisi perilaku sebagian Ba'alawi yang tidak berilmu dan arogan, yang dapat mencemarkan kemuliaan nasab ini, hal ini juga saya lakukan agar dapat memberikan pemahaman bahwa apa yang saya lakukan bukanlah sesuatu yang fanatik buta, saya adalah muhibbin yang tetap rasional dalam melihat sesuatu yang hak dan bathil.

Makna Nasab Ba'alawi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi saya, nasab Ba'alawi bukan sekadar garis keturunan biasa. Nasab ini adalah warisan spiritual yang mengandung barakah dan tanggung jawab besar. Keturunan Ba'alawi, yang berasal dari Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Ja'far Ash-Shadiq, membawa misi untuk menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Imam Malik dalam Kitab Al-Muwaththa’ meriwayatkan hadits sebagai berikut:

أَنَّ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم قال تَركْتُ فيكُمْ أَمْرَيْنِ مَا إِنْ تَمسَّكْتُمْ بِهِمَا لنْ تَضِلُّوا أَبَدًا: كِتَابَ اللهِ، وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ

"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya: Kitab Allah dan ahlul baitku" (HR. Imam malik).

Adapun Imam Ahmad meriwayatkan hadits dalam Kitab Musnad sebagai berikut:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنْ أَخَذْتُمْ بِهِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدِي الثَّقَلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ الْآخَرِ كِتَابُ اللَّهِ حَبْلٌ مَمْدُودٌ مِنْ السَّمَاءِ إِلَى الْأَرْضِ وَعِتْرَتِي أَهْلُ بَيْتِي أَلَا وَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ

Artinya, “Dari sahabat Abu Said Al-Khudri ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, aku meninggalkan dua hal penting di tengah kalian sesuatu yang jika berpegang pada keduanya, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Yang satu lebih besar dari yang lain. Pertama, kitab Allah, sebuah tali panjang dari langit ke bumi. kedua, keturunanku ahli baitku. Ketahuilah, keduanya takkan terpisah sampai keduanya melewati telagaku,’” (HR Imam Ahmad).

Bagaimana cara memahami dan mengamalkan dua hadis yang tampak bertentangan ini, yang seolah memaksa kita untuk memilih antara mengikuti Al-Qur’an dan sunnah rasul atau mengikuti Al-Qur’an dan ahlul bait?

KH Ali Musthofa Ya’kub mengangkat penjelasan gurunya, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, terkait cara memahami dua hadits yang tampak bertentangan tersebut.

“Aku bertanya kepada guruku yang mulia Syekh Wahbah Musthofa Az-Zuhaili ra bagaimana mendamaikan kedua hadits yang tampak bertentangan tersebut. Ia menjawab, bahwa maksud hadits (mengikuti ahlul bait) ini bukan berpegang semata kepada ahlul bait itu sendiri, tetapi karena mereka sendiri berpegang kepada sunnah Rasulullah saw,” (KH Ali Mushtofa Ya’kub, At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyyah, [Jakarta, Maktabah Darus Sunnah: 2016 M/1437 H], halaman 184).

Yang pasti, Hadits kedua hadist diatas menegaskan pentingnya peran ahlul bait yang juga berpegang kepada sunnah rasulullah saw, termasuk keturunan Ba'alawi, dalam menjaga dan menyebarkan ajaran Islam yang murni. Selain itu, firman Allah dalam Al-Quran:

"Sesungguhnya Allah hanya bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya" (QS. Al-Ahzab: 33),

Hal ini menjadi landasan kuat bagi keyakinan bahwa nasab Ba'alawi memiliki kedudukan istimewa yang harus dihormati dan dijaga.

Menghadapi Cemoohan dan Keraguan

Saya menyadari bahwa tidak semua orang memahami atau menghargai kedudukan nasab Ba'alawi. Beberapa mungkin menertawakan posisi saya sebagai pecinta Ba'alawi karena memang inilah yang diajarkan oleh para guru saya. Bagi mereka, nasab mungkin tidak sepenting amal perbuatan. Saya menghormati pandangan mereka dan memahami bahwa setiap orang memiliki perspektif yang berbeda.

Namun, saya ingin menjelaskan bahwa menghargai nasab Ba'alawi tidak berarti mengabaikan pentingnya amal perbuatan. Justru sebaliknya, saya meyakini bahwa memiliki nasab yang mulia membawa tanggung jawab besar untuk menjadi teladan dalam amal perbuatan. Keturunan Ba'alawi diharapkan untuk mempraktikkan ajaran Islam dengan baik dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Dalil yang sering digunakan untuk menekankan pentingnya amal perbuatan adalah:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ 

"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti." (QS. Al-Hujurat: 13).

Ayat ini menegaskan bahwa kemuliaan seseorang di hadapan Allah ditentukan oleh ketakwaan, bukan semata-mata oleh nasab. Saya sepenuhnya setuju dengan ayat ini dan meyakini bahwa keturunan Ba'alawi harus menjadi contoh dalam hal ketakwaan dan amal perbuatan.

Sebagai seorang muhibbin Ba'alawi, saya merasa penting untuk menjelaskan dan menanggapi cemoohan serta keraguan yang sering kali muncul mengenai posisi saya dalam mencintai Ba'alawi dan habib di Indonesia. Cinta dan penghormatan saya terhadap Ba'alawi bukanlah sesuatu yang sembarangan atau tanpa dasar. Ini adalah hasil dari pemahaman dan pengalaman spiritual yang mendalam yang telah membentuk keyakinan saya. 

Ba'alawi, sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW, memegang peran yang sangat penting dalam tradisi Islam di Indonesia. Mereka tidak hanya merupakan penjaga warisan spiritual, tetapi juga panutan dalam berakhlak mulia dan berdakwah. Cinta saya terhadap Ba'alawi tidak hanya didorong oleh garis keturunan mereka, tetapi juga oleh akhlak, ilmu, dan dedikasi mereka dalam menyebarkan ajaran Islam yang murni dan benar. Ketika beberapa orang mencemooh atau meragukan posisi saya, mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami apa yang saya rasakan.

Sebagai seorang muhibbin, saya menghargai Ba'alawi bukan hanya karena keturunan mereka, tetapi juga karena pengaruh positif yang mereka bawa kepada masyarakat. Tindakan mereka dalam menyebarkan dakwah, mengajarkan nilai-nilai luhur, dan menjaga integritas Islam adalah alasan utama mengapa saya merasa terhubung secara mendalam dengan mereka. Kritik dan cemoohan yang muncul sering kali tidak mencerminkan keseluruhan gambaran mengenai kontribusi dan pengaruh positif Ba'alawi dalam masyarakat. Saya percaya bahwa cinta dan penghormatan terhadap Ba'alawi adalah bagian dari upaya untuk menjaga keaslian ajaran Islam serta mempromosikan akhlak mulia dan persatuan di antara umat Islam. 

Mari kita terus berusaha untuk memahami satu sama lain dengan sikap yang terbuka dan penuh pengertian. Cinta saya kepada Ba'alawi adalah hasil dari perjalanan spiritual yang panjang dan kesadaran akan peran penting mereka dalam kehidupan masyarakat. Semoga penjelasan ini membantu mengatasi keraguan dan cemoohan yang ada, dan mari kita bersama-sama berdoa agar kita semua dapat terus mendalami dan menerapkan ajaran Islam dengan cara yang benar dan penuh berkah.

Kritik terhadap Ba'alawi yang Tidak Berilmu dan Arogan

Di sisi lain, saya juga merasa prihatin dengan sebagian keturunan Ba'alawi yang tidak menunjukkan perilaku yang sesuai dengan kemuliaan nasab mereka. Ada yang tidak berilmu dan arogan, mengandalkan nasab mereka tanpa berusaha untuk mengembangkan diri dan berkontribusi positif kepada masyarakat. Perilaku semacam ini justru mencemarkan kemuliaan nasab Ba'alawi dan bertentangan dengan ajaran Islam.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya" (HR. Bukhari).

Hadits ini menegaskan pentingnya menuntut ilmu dan menyebarkannya. Keturunan Ba'alawi seharusnya berusaha keras untuk mendalami ilmu agama dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka juga harus rendah hati dan tidak merasa lebih baik dari orang lain hanya karena nasab mereka.

Sebagai seorang muhibbin yang tulus mencintai dan menghormati Ba'alawi, saya merasa terpanggil untuk memberikan kritik ini terhadap sebagian dari mereka, khususnya oknum Ba'alawi muda, yang mungkin telah menyimpang dari nilai-nilai luhur yang seharusnya mereka junjung tinggi. Ba'alawi adalah keturunan mulia dari Nabi Muhammad SAW yang memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga dan menyebarkan ajaran Islam. Namun, ketika ada di antara mereka yang bertindak tidak sesuai dengan ajaran Islam, hal ini tidak hanya merusak citra mereka sendiri tetapi juga merusak citra Islam secara keseluruhan. Islam mengajarkan kita untuk selalu bersikap rendah hati, sederhana, dan berakhlak mulia. Ketika kita melihat Ba'alawi muda yang menunjukkan sikap arogan atau perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, kita harus mengingatkan mereka bahwa arogansi bertentangan dengan ajaran Rasulullah SAW. Nabi Muhammad, meskipun memiliki kedudukan yang sangat tinggi, selalu menunjukkan kerendahan hati dan kesederhanaan dalam semua aspek kehidupannya. Sebagai keturunan beliau, Ba'alawi seharusnya menjadi teladan dalam hal ini.

Sikap dan perilaku oknum Ba'alawi muda yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dapat merusak citra Ba'alawi di mata masyarakat. Kepercayaan dan rasa hormat yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun bisa hancur hanya karena tindakan beberapa individu yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat membutuhkan panutan yang tidak hanya dihormati karena garis keturunannya, tetapi juga karena akhlak dan perilakunya yang baik. Ketika Ba'alawi muda berperilaku tidak pantas, hal ini mencoreng nama baik mereka dan mengurangi kepercayaan umat kepada mereka. Umat Islam saat ini membutuhkan persatuan lebih dari sebelumnya, dan tindakan arogan atau perilaku buruk dari oknum Ba'alawi muda dapat menimbulkan perpecahan dan ketidakpercayaan di antara umat.

Hal ini bisa menghambat usaha kita bersama untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah. Sebagai pemimpin spiritual, Ba'alawi muda harus menunjukkan kasih sayang, pengertian, dan kesabaran. Dakwah yang efektif adalah dakwah yang menyentuh hati dan diterima dengan lapang dada. Dengan menjaga kerendahan hati, menghormati sesama, dan menunjukkan kasih sayang, Ba'alawi muda dapat terus menjalankan peran mereka sebagai penjaga warisan spiritual Islam dengan lebih baik dan efektif. Mari kita bersama-sama berdoa dan berusaha agar Ba'alawi muda selalu menjadi teladan yang baik dan mampu membawa umat menuju kehidupan yang lebih baik dan penuh berkah.

Mengintegrasikan Nasab dan Amal Perbuatan

Sebagai seorang muhibbin Ba'alawi, saya berusaha untuk mengintegrasikan penghormatan terhadap nasab dengan komitmen kuat pada amal perbuatan yang baik. Saya meyakini bahwa keturunan Ba'alawi memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dan teladan dalam masyarakat, asalkan mereka menjalankan tanggung jawab mereka dengan baik.

Di tengah tantangan globalisasi dan modernisasi, menjaga dan memahami pentingnya nasab Ba'alawi menjadi semakin relevan. Dalam pandangan saya, nasab ini bisa menjadi sumber kekuatan spiritual yang membantu kita untuk tetap teguh dalam menjalankan ajaran Islam. Namun, penting juga bagi keturunan Ba'alawi untuk terus beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan esensi spiritual dan tanggung jawab dakwah.

Persoalan nasab Ba'alawi adalah topik yang kompleks. Sebagai seorang muhibbin Ba'alawi, saya menghormati dan menghargai nasab ini sebagai warisan spiritual yang membawa tanggung jawab besar. Pada saat yang sama, saya mengakui pentingnya amal perbuatan dan ketakwaan sebagai tolok ukur kemuliaan seseorang di hadapan Allah. 

Saya berharap pandangan ini bisa memberikan pengertian yang lebih mendalam dan mengurangi keraguan atau cemoohan yang mungkin muncul. Yang terpenting adalah bagaimana kita semua, sebagai umat Islam, bisa menjaga nilai-nilai ajaran Islam dan meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, baik nasab maupun amal perbuatan bisa menjadi pilar penting dalam membangun masyarakat yang lebih baik dan beradab.

Sebagai penutup dan yang tidak kalah penting dan ingin saya sampaikan bahwa tidak ada yang ideal di dunia ini, Sebagai umat Islam, kita memahami bahwa manusia, termasuk para habaib, tidaklah sempurna. Setiap individu memiliki kekurangan dan kelemahan. Ada kalanya kita menemukan oknum habaib yang mungkin tidak menunjukkan pengetahuan yang mendalam atau sikap yang patut dicontoh. Ini bisa menjadi sumber kekecewaan, tetapi harus diingat bahwa tindakan satu individu tidak mewakili seluruh kelompok atau garis keturunan mereka. Menilai seluruh kelompok berdasarkan perilaku beberapa individu akan menjadi suatu bentuk generalisasi yang tidak adil.

Catatan :

Dalam perjalanan spiritual dan intelektual saya sebagai seorang muhibbin, prinsip saya adalah mencintai semua ulama yang memberikan kontribusi signifikan untuk umat dan agama, tanpa memandang latar belakang mereka. Ini termasuk ulama dari kalangan Ba'alawi maupun ulama lainnya yang tidak termasuk dalam golongan Ba'alawi. Kecintaan dan penghormatan saya terhadap mereka meluas kepada semua yang berkomitmen dalam menyebarkan ilmu dan kebaikan, dan tidak terbatas pada satu kelompok atau aliran tertentu. Saya percaya bahwa setiap ulama memiliki peran penting dalam menjaga dan menyebarkan ajaran Islam, dan mereka yang berkontribusi positif dalam proses belajar dan pengembangan spiritual layak untuk dihormati dan dicintai.

Kecintaan saya ini juga tercermin dalam proses belajar yang terus saya lakukan, di mana saya melihat setiap ulama sebagai guru dan pembimbing dalam perjalanan spiritual saya. Dengan menghargai kontribusi mereka, saya berusaha untuk terus menambah ilmu dan memperdalam pemahaman saya tentang ajaran Islam, serta menempatkan diri di belakang barisan mereka dalam banyak hal. Cinta saya kepada semua ulama, tanpa memandang apakah mereka dari kalangan Ba'alawi atau bukan, adalah manifestasi dari keyakinan saya bahwa setiap individu yang berkontribusi positif dalam agama pantas untuk dihargai. Semoga kita semua dapat terus mendalami ajaran Islam dengan semangat yang sama dan saling menghormati kontribusi dari semua ulama yang telah memberikan inspirasi dan bimbingan dalam hidup kita.

Referensi Hadist : 

https://islam.nu.or.id/ilmu-hadits/kajian-hadits-ikut-ahlul-bait-atau-sunnah-rasul-QZNSw

Bagikan Artikel Ini
img-content
Wahyu Kurniawan

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

img-content

Tentang Novel Cinta Berakhir di Langit Doa

Rabu, 24 September 2025 13:27 WIB
img-content

Di Sini Hujan, Listrik Mati dan Aku Menulis

Selasa, 9 September 2025 18:40 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler