Selegal Apapun, Mengambil Yang Bukan Haknya Itu Disebut Mencuri

Rabu, 21 Agustus 2024 18:54 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Pencuri
Iklan

Namun, jika kita melihat kualitas kemanusiaan, maka tidak ada bedanya antara seorang yang sudah mencuri dan orang yang tidak mencuri hanya karena hukum tidak membolehkannya. Sebab, jika suatu saat hukum berubah dan mencuri bukan lagi suatu hal yang terlarang, maka orang itu ujung-ujungnya akan mencuri juga.

Oleh: Bryan Jati Purnama

Saya tidak pernah mengira kalau perkara-perkara yang diharamkan Tuhan itu bisa dibolehkan menurut hukum manusia. Mau sampai kapanpun yang namanya mencuri itu terlarang. Tapi jika atas nama hukum manusia, negara dibolehkan mengambil hak rakyatnya, kita namakan itu konstitusi. Kita ganti namanya, dan kita definisikan sendiri bahwa konstitusi tidak mungkin mencuri. Kenapa? Karena disepakati oleh rakyat sendiri. Melalui wakilnya yang walaupun tak terhitung sudah banyaknya yang tertangkap, sampai saat tetap saja kita imani bahwa wakil rakyat itu tidak mungkin seorang pencuri. 

Amal seseorang itu ditimbang berdasarkan niatnya. Kalau niatnya baik, baik pula amalnya. Bahkan kebaikannya tercatat sebelum amalnya terlaksana. Dan tetap dicatat demikian andaikan amalnya tidak terlaksana. Kalau niatnya buruk, buruk pula amalnya, walaupun secara lahiriah tampak baik. Orang bisa terlihat shalat, berpuasa, bersedekah di mata manusia namun tidak satupun diantaranya dicatat sebagai kebaikan. Sebab sedari awal niatnya adalah kesombongan. Untungnya Tuhan itu sangat menyayangi makhluknya. Mahasuci Ia yang menjadikan niat buruk dicatat sebagai dosa hanya jika terlaksana.

Namun, jika kita melihat kualitas kemanusiaan, maka tidak ada bedanya antara seorang yang sudah mencuri dan orang yang tidak mencuri hanya karena hukum tidak membolehkannya. Sebab, jika suatu saat hukum berubah dan mencuri bukan lagi suatu hal yang terlarang, maka orang itu ujung-ujungnya akan mencuri juga. Di California sekarang ini, karena kekurangan aparat penegak hukum yang menangani kerusuhan akibat imigrasi dari negara-negara benua Afrika, mencuri barang dibawah harga 950 dollar telah "dilegalkan" dengan memasukkannya ke kategori misdemeanor (perbuatan kurang baik) saja, bukan felony (tindak kejahatan). Praktis angka pencurian melonjak naik disebabkan hukum dengan model seperti ini.

Juga tidak saya jumpai perbedaan dengan orang yang mengerjakan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dikerjakan, baik karena memang bukan pekerjaannya maupun karena kelemahannya sendiri dalam mengatur waktu, semata-mata hanya karena ingin menambah jam kerjanya, karena dia diupah per jam. Sebab begitulah bunyi peraturan mengenai upahnya.

Atau orang yang mencuri waktu bahkan dalam sembayangnya. Yang memotong durasi ruku' dan sujudnya hanya karena ia pernah satu-dua kali mendengar bahwa imam shalat dengan bacaan yang panjang itu pernah dicela oleh Nabi, sedangkan yang pendek tidak. Padahal yang paling baik adalah sesuai dengan keadaan dan kondisi makmumnya, jika sekiranya mampu, bacaan panjangpun bukan masalah. Ironisnya, saat shalat sendiripun ia terburu-buru dengan alasan adanya dalil diatas maka secara fiqh shalatnya sah. Ia tidak meringankan makmum atau siapapun kecuali dirinya sendiri. Padahal kakinya memiliki hak untuk berdiri dengan sempurna di depan Tuhannya. Begitu juga tubuhnya dalam ruku' dan kepalanya dalam sujud.

Mencuri itu mengambil apa yang bukan haknya, sedikit ataupun banyak, ilegal maupun legal, dengan cara sebermartabat apapun. Jangan pernah tertipu oleh hukum hasil tulisan tangan manusia, walaupun engkau telah pandai dan sudah engkau baca ribuan buku tentang hukum-hukum di dunia. Sesungguhnya setan menipumu dengan cara sembunyi-sembunyi, dengan bisikan yang hampir tidak terdengar oleh telingamu, dengan detil-detil yang selalu terlewatkan oleh matamu.

Kepada Nabi Musa a.s. dalam 10 Perintah, Tuhan berfirman, "Jangan mencuri!". Titik. Tanpa embel-embel, "kecuali terpaksa, kecuali keadaan dunia krisis, kecuali dilegalkan konstitusi, kecuali dibolehkan oleh hukum, kecuali sah secara fiqh" dan lain-lain. Perhatikan kembali hidupmu, dan tegakkanlah neraca keadilan terhadap dirimu sendiri. Maka tidak akan engkau temui kondisimu kecuali dalam keadaan bersalah dan patut dihukum. Tidak ada jalan lain selain bersegera memohon ampun untuk keadaanmu yang menyedihkan itu.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Bryan Jati Pratama

Penulis Indonesiana | Author of Rakunulis.com

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler