Ir. Soekarno adalah Bapak Bangsa dan Pahlawan Nasional, bukan Pengkhianat!

Selasa, 10 September 2024 08:30 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content11
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ir. Soekarno adalah sosok yang tak tergantikan dalam sejarah Indonesia. Meskipun pernah menghadapi tuduhan yang tidak adil, fakta-fakta sejarah yang telah diungkap membuktikan bahwa ia adalah pahlawan sejati yang berjuang tanpa pamrih untuk bangsa dan negara Indonesia. Sebagai penggali Pancasila dan pemimpin yang mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan, Soekarno layak diakui sebagai Bapak Bangsa dan Pahlawan Nasional, bukan seorang pengkhianat!

Oleh: Mugi Muryadi

Ir. Soekarno atau yang lebih dikenal dengan Bung Karno adalah figur sentral dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Sebagai Presiden pertama Republik Indonesia, ia memimpin bangsa ini keluar dari belenggu kolonialisme dan menanamkan semangat nasionalisme yang kuat di hati rakyat. Bung Karno tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga di panggung internasional.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ia berinteraksi dengan pemimpin-pemimpin besar dunia seperti Mao Tse-Tung, John F. Kennedy, dan Norodom Sihanouk. Namun, perjalanan hidupnya tidak selalu mulus. Tuduhan pengkhianatan dan keterlibatannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) sempat mencoreng namanya. Meski demikian, fakta-fakta sejarah yang telah diungkap menunjukkan bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa dan Pahlawan Nasional, bukan seorang pengkhianat.

Pidato-pidato Soekarno yang berapi-api dan penuh semangat kebangsaan adalah ciri khasnya. Yang paling terkenal adalah pidatonya di hadapan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 September 1960, yang berjudul "To Build the World Anew". Dalam pidato tersebut, Soekarno menyampaikan visinya tentang dunia yang lebih adil dan damai. Dunia yang jauh dari perpecahan ideologis yang kala itu membelah dunia menjadi dua kubu besar. Kapitalisme yang diwakili Amerika Serikat dan komunisme yang diwakili Uni Soviet. Soekarno mengusulkan Pancasila sebagai alternatif ideologi yang lebih universal dan mampu mengakomodasi beragam latar belakang budaya dan politik Indonesia. Pemikir Inggris terkemuka, Bertrand Russell, bahkan memuji Pancasila sebagai "sintesis kreatif dari ideologi dunia" dan menyebut Soekarno sebagai "Pemikir Besar dari Timur".

Namun, dalam sejarah politik Indonesia, perjalanan Bung Karno tidak lepas dari berbagai intrik dan kontroversi. Salah satu yang paling menohok adalah tuduhan keterlibatannya dalam G30S/PKI, yaitu gerakan kudeta pada malam 30 September 1965 yang menyebabkan tewasnya enam jenderal TNI. Tuduhan tersebut termuat dalam TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, yang mencabut kekuasaan Soekarno sebagai Presiden. TAP ini menyebutkan bahwa Soekarno telah memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan, tanpa pernah memberikan bukti yang kuat di pengadilan. Tuduhan ini mengakibatkan Soekarno menjalani masa-masa akhir hidupnya secara tragis dalam status tahanan politik hingga wafat pada 21 Juni 1970.

Meskipun tuduhan tersebut tidak pernah terbukti secara hukum, dampaknya terhadap reputasi Soekarno sangatlah besar. Selama bertahun-tahun, nama Soekarno dikaitkan dengan stigma negatif akibat tuduhan keterlibatan dengan PKI. Namun, sejarah akhirnya membuktikan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. Pada tahun 2003, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 yang mencabut TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967. Pencabutan ini menegaskan bahwa tuduhan terhadap Soekarno tidak pernah dibuktikan. Tuduhan ini  bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang adil. Dengan demikian, secara yuridis, Soekarno dinyatakan tidak bersalah dan tidak pernah berkhianat kepada negara.

Sebagai penggali Pancasila, Soekarno telah memberikan warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Pancasila bukan hanya menjadi dasar negara, tetapi juga ideologi yang menyatukan Indonesia dengan beragam suku, agama, dan budaya. Soekarno memahami bahwa Indonesia memerlukan suatu dasar yang mampu mengakomodasi perbedaan ini. Pancasila adalah jawabannya. Pancasila hingga kini tetap menjadi pijakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pancasila adalah manifestasi dari visi Soekarno tentang persatuan, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, peran Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilupakan.  Ia adalah sosok yang menggerakkan massa dan membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia untuk melawan penjajahan. Melalui pemikirannya, Soekarno menanamkan nasionalisme sebagai kekuatan utama untuk mewujudkan kemerdekaan. Nasionalisme menurut Soekarno adalah kekuatan yang dapat membebaskan bangsa-bangsa terjajah dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih gemilang. Dengan visi yang kuat ini, Soekarno berhasil menyatukan rakyat Indonesia dari berbagai latar belakang untuk bersama-sama berjuang meraih kemerdekaan.

Kontribusi Soekarno dalam membangun bangsa Indonesia juga terlihat dari upayanya untuk memperkuat peran perempuan dalam masyarakat. Soekarno menyadari pentingnya peran perempuan dalam membentuk masyarakat yang adil dan merdeka. Ia selalu menghubungkan perjuangannya dengan kewajiban manusia sebagai warga negara, termasuk kewajiban untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Dalam berbagai kesempatan, Soekarno mendorong perempuan Indonesia untuk terlibat aktif dalam pembangunan bangsa dan menuntut kesetaraan hak. Pemikiran ini menunjukkan bahwa Soekarno adalah pemimpin yang visioner dan progresif, yang selalu memikirkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Pada tahun 2012, Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012, menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soekarno. Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas jasa-jasa besar Soekarno dalam memerdekakan Indonesia dan membangun bangsa ini. Pemberian gelar ini juga menegaskan bahwa Soekarno memenuhi syarat sebagai pahlawan nasional, karena selama hidupnya ia setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang menyatakan bahwa seseorang yang pernah mengkhianati bangsa dan negara tidak dapat dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Langkah-langkah hukum dan administratif yang diambil oleh pemerintah Indonesia, termasuk pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soekarno, adalah bentuk pengakuan atas kesalahan masa lalu dan upaya untuk memulihkan nama baik Soekarno. Ini adalah langkah penting dalam sejarah Indonesia. Hal ini  menunjukkan bahwa bangsa ini menghormati para pendirinya dan tidak akan membiarkan kesalahan sejarah terus membayangi. Dengan demikian, Soekarno bukan hanya diakui sebagai Bapak Bangsa, tetapi juga sebagai pahlawan yang tidak pernah mengkhianati negara dan bangsanya.

Perlu ditegaskan, Soekarno adalah sosok yang tak tergantikan dalam sejarah Indonesia. Meskipun pernah menghadapi tuduhan yang tidak adil, fakta-fakta sejarah yang telah diungkap membuktikan bahwa ia adalah pahlawan sejati yang berjuang tanpa pamrih untuk bangsa dan negara Indonesia. Sebagai penggali Pancasila dan pemimpin yang mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan, Soekarno layak diakui sebagai Bapak Bangsa dan Pahlawan Nasional, bukan seorang pengkhianat!

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mugi Muryadi

Penggiat literasi dan penikmat kopi pahit

53 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler