Menghadapi Rasa Bosan
Kamis, 10 Oktober 2024 17:04 WIBOrang yang bosan sering mengalami kesulitan untuk fokus pada suatu hal. Ia merasa gelisah atau bahkan cenderung menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak bermakna.
***
Rasa bosan adalah kondisi umum yang dialami banyak orang. Bosan diartikan sebagai keadaan emosi saat seseorang merasa hampa, tidak tertarik, atau tidak ada motivasi dalam melakukan suatu kegiatan. Psikolog J.A. Eastwood menyebut bosan sebagai “ketidakmampuan individu untuk terlibat dalam aktivitas yang memadai.”
Sementara itu, Martin Heidegger memandang bosan sebagai pengalaman eksistensial, karena individu merasa tidak terpenuhi oleh dunia di sekitarnya. Bagi Heidegger, kebosanan mengungkapkan sisi dasar keberadaan manusia yang penuh keterbatasan.
Kebosanan tidak hanya hadir dalam bentuk perasaan hampa. Namun juga menunjukkan tanda-tanda yang dapat dikenali. Orang yang bosan sering mengalami kesulitan untuk fokus pada suatu hal. Ia merasa gelisah atau bahkan cenderung menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak bermakna. Misalnya, seseorang yang bosan akan membuka dan menutup aplikasi media sosial tanpa tujuan. Secara fisik, kebosanan dapat ditandai dengan sering menguap, tubuh terasa lesu, atau tatapan kosong. Tanda-tanda ini mengindikasikan bahwa otak sedang mencari rangsangan yang lebih menarik.
Kebosanan bisa disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu penyebab utama kebosanan adalah monotoni. Yakni, situasi ketika seseorang terus melakukan kegiatan yang sama berulang kali tanpa variasi. Pekerjaan yang rutin dan tidak menantang sering menimbulkan kebosanan. Selain itu, kebosanan bisa muncul ketika seseorang tidak menemukan tujuan atau makna dari aktivitas yang dilakukannya. Psikolog Mihaly Csikszentmihalyi menjelaskan bahwa kebosanan terjadi saat aktivitas berada di luar “zona aliran.” Yaitu kondisi ketika keterampilan individu tidak seimbang dengan tantangan yang dihadapi.
Rasa bosan, jika dibiarkan, dapat berdampak negatif pada kesehatan emosional dan produktivitas seseorang. Kebosanan yang berlarut-larut dapat memicu perasaan putus asa, stres, hingga depresi. Banyak orang yang berusaha melarikan diri dari rasa bosan dengan kegiatan yang kurang produktif. Misalnya, menghabiskan waktu terlalu lama di media sosial atau menonton acara televisi secara berlebihan. Dalam novel fiksi The Catcher in the Rye, tokoh utamanya, Holden Caulfield, merasa terjebak dalam kehidupan yang monoton dan mengalami kebosanan yang serius. Kebosanan membawanya pada perilaku yang merusak dan pencarian jati diri.
Kebosanan sering menjadi masalah serius, terutama di era modern yang serba cepat ini. Sebuah studi dari University of Virginia menunjukkan bahwa orang lebih memilih melakukan aktivitas menyakitkan, seperti menerima kejutan listrik, daripada duduk diam tanpa melakukan apa-apa selama 15 menit. Contoh lainnya adalah fenomena “boreout” di tempat kerja, yang mana pekerja merasa jenuh dan bosan karena kurangnya tantangan dan keterlibatan dalam pekerjaan. Fenomena ini, jika tidak segera diatasi, dapat berdampak buruk pada kinerja dan keseimbangan mental pekerja.
Para ahli telah memberikan berbagai solusi untuk mengatasi kebosanan. Salah satu cara yang diusulkan adalah dengan melakukan aktivitas yang menantang secara mental. Csikszentmihalyi menjelaskan tentang "flow state" atau keadaan aliran. Di sini seseorang sepenuhnya terlibat dalam suatu kegiatan, bisa membantu menghilangkan rasa bosan. Hal ini bisa dicapai dengan memilih aktivitas yang sesuai dengan keterampilan, yang cukup menantang untuk merangsang otak. Selain itu, Dr. Sandi Mann dari University of Central Lancashire menyarankan untuk "berdamai dengan kebosanan." Menurutnya, bosan bisa menjadi pemicu kreativitas, karena memaksa otak untuk mencari solusi baru dan inovatif.
Belajar keterampilan baru seperti bermain alat musik, melukis, atau belajar bahasa asing dapat menjadi cara efektif untuk mengusir kebosanan. Contoh pengalaman penulis terkenal J.K. Rowling, yang mengatasi kebosanannya selama periode pengangguran dengan menulis novel Harry Potter. Kegiatan kreatif ini tidak hanya menghilangkan rasa bosan, tetapi juga melahirkan karya besar yang mengubah hidupnya.
Kebosanan di tempat kerja, atau “boreout,” bisa diatasi dengan memberikan tantangan baru atau mengubah rutinitas kerja. Pekerja bisa mencari cara untuk meningkatkan keterlibatan dalam proyek atau meminta tanggung jawab baru dari atasan. Sebuah survei di Inggris menunjukkan bahwa pekerja yang merasa lebih banyak terlibat dalam pengambilan keputusan dan memiliki otonomi yang lebih besar di tempat kerja, cenderung mengalami tingkat kebosanan yang lebih rendah. Ini menunjukkan bahwa memberikan ruang bagi karyawan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi bisa menjadi salah satu solusi dalam mengatasi kebosanan di lingkungan kerja.
Teknologi modern memainkan peran ganda dalam mengatasi dan memperburuk kebosanan. Di satu sisi, teknologi menyediakan hiburan tanpa batas yang dapat mengisi waktu luang, seperti video game, aplikasi streaming, atau media sosial. Namun, di sisi lain, ketergantungan pada teknologi untuk mengatasi kebosanan dapat memperburuk keadaan. Terlalu banyak menghabiskan waktu di media sosial, misalnya, justru bisa membuat seseorang merasa lebih bosan dan terasing. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang terlalu sering menggunakan media sosial cenderung merasa kurang puas dengan kehidupan mereka.
Meski kebosanan sering dianggap sebagai sesuatu yang negatif, ada kalanya rasa bosan bisa menjadi pemicu perubahan positif. Filsuf Blaise Pascal pernah berkata, “Semua masalah manusia berasal dari ketidakmampuan manusia untuk duduk tenang di dalam ruangan sendirian.” Kebosanan bisa menjadi momen refleksi yang mendorong seseorang untuk mengevaluasi hidupnya dan mencari makna baru.
Pandemi COVID-19 membawa kebosanan ke tingkat yang lebih tinggi bagi banyak orang di seluruh dunia. Pembatasan sosial dan karantina membuat banyak orang merasa terkurung di rumah tanpa kegiatan yang bermakna. Namun, di sisi lain, kebosanan ini juga memunculkan kreativitas baru. Banyak orang mulai belajar keterampilan baru, seperti memasak, berkebun, atau bahkan membuka bisnis daring. Penelitian menunjukkan bahwa selama pandemi, lebih banyak orang yang melibatkan diri dalam kegiatan kreatif sebagai cara untuk mengatasi kebosanan dan menjaga kesehatan mental mereka.
Rasa bosan adalah pengalaman universal yang dapat dirasakan oleh siapa saja. Kebosanan mencerminkan keadaan ketika individu merasa hampa atau tidak tertarik pada aktivitas yang dilakukan. Meskipun sering kali dianggap negatif, kebosanan juga memiliki potensi untuk menjadi pemicu perubahan positif. Untuk mengatasi kebosanan, kita perlu memahami penyebabnya dan mencari cara kreatif untuk menanganinya, baik melalui aktivitas baru, tantangan mental, maupun refleksi diri.
Penggiat literasi dan penikmat kopi pahit
53 Pengikut
Mencermati Lagu Balonku dan Pelangi
4 hari laluMengevaluasi Kembali Lagu Anak
4 hari laluBaca Juga
Artikel Terpopuler