Warisan Sistem Birokrasi Kolonial dan Jepang di Indonesia
Rabu, 8 Januari 2025 19:28 WIB
Sistem pemerintahan Indonesia saat ini merupakan hasil dari proses sejarah yang panjang, mulai dari era kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang. Pada masa kolonial Belanda, terjadi dualisme sistem birokrasi yang memadukan administrasi modern dengan sistem tradisional. Sementara itu, pendudukan Jepang membawa perubahan dengan menerapkan pemerintahan militer yang menekankan kontrol ketat terhadap masyarakat
Sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan seiring dengan perjalanan sejarahnya. Periode kolonial Belanda dan pendudukan Jepang memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan struktur birokrasi yang ada saat ini.
Dualisme Sistem Birokrasi Pemerintahan Kolonial di Indonesia
Selama masa pemerintahan kolonial di Indonesia, terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan. Di satu sisi, mulai diperkenalkan dan diberlakukan sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang mengenalkan birokrasi dan administrasi modern. Di sisi lain, sistem administrasi tradisional (Inheemsche Bestuur) tetap dipertahankan oleh pemerintah kolonial. Struktur birokrasi pemerintahan kolonial disusun secara hierarki dengan Raja Belanda sebagai puncaknya.
Untuk mengimplementasikan kebijakan di negara-negara jajahan, termasuk Indonesia, Ratu Belanda menyerahkan wewenangnya kepada gubernur jenderal. Gubernur jenderal memiliki kekuasaan penuh atas seluruh keputusan politik di wilayah jajahan. Dalam menjalankan tugasnya, gubernur jenderal dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur, yang berkedudukan di Batavia, mewakili pemerintah pusat untuk wilayah provinsi. Di tingkat kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas (controleur).
Beberapa aspek birokrasi kolonial tetap dipertahankan hingga Indonesia merdeka dan masih digunakan sampai saat ini, salah satunya adalah jabatan bupati. Pada masa kolonial, jabatan bupati dapat diwariskan kepada anaknya dengan syarat pendidikan tertentu. Namun, hal ini sering memicu penyimpangan karena jabatan dipegang secara turun-temurun.
Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (1942–1945)
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan di Indonesia bersifat militer, berbeda dengan pemerintahan sipil pada masa kolonial Belanda. Terdapat tiga wilayah pemerintahan militer Jepang:
- Sumatera, di bawah Tentara Angkatan Darat Ke-25, berpusat di Bukittinggi.
- Jawa dan Madura, di bawah Tentara Angkatan Darat Ke-16, berpusat di Jakarta.
- Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku, di bawah Armada Selatan Kedua, berpusat di Makassar.
Sistem pemerintahan ini diatur oleh Undang-Undang Nomor 1, tanggal 7 Maret 1942, yang menyatakan:
- Pemerintahan militer sementara diberlakukan di wilayah pendudukan untuk menjaga keamanan.
- Kekuasaan tertinggi berada di tangan pembesar balatentara Jepang.
- Badan pemerintahan yang ada sebelumnya tetap diakui, selama tidak bertentangan dengan aturan militer Jepang.
- Balatentara Jepang menghormati pegawai pemerintah yang setia kepada Jepang.
Struktur pemerintahan militer Jepang meliputi:
- Gunshireikan (panglima tentara), atau Saik Shikikan (panglima tertinggi), sebagai pemimpin.
- Gunseikan (kepala pemerintahan militer), dirangkap oleh kepala staf tentara.
- Gunseibu (koordinator pemerintahan militer).
- Gunseikanbu (departemen-departemen pemerintahan).
Salah satu warisan pemerintahan Jepang yang masih digunakan hingga kini adalah Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Pada masa Jepang, RT disebut Tonarigumi dan RW disebut Azzazyokai. Sistem ini bertujuan mengorganisasi penduduk untuk mobilisasi, indoktrinasi, dan pelaporan. Setelah Indonesia merdeka, sistem RT dan RW diadopsi secara nasional dan menjadi bagian dari pemerintahan desa maupun kelurahan.
Politik Dinasti: Masalah yang Masih Ada
Salah satu warisan kolonial yang masih terasa adalah budaya kekuasaan turun-temurun. Meski saat ini kepala daerah, seperti bupati, dipilih melalui pemilu, politik dinasti masih sering terjadi. Tidak jarang, seorang kepala daerah digantikan oleh anak atau kerabatnya, meskipun hukum Indonesia tidak melarang hal tersebut.
Sayangnya, politik dinasti sering membawa masalah baru, seperti jual-beli jabatan, korupsi, atau penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini menunjukkan bahwa reformasi sistem pemerintahan masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia.
Pelajaran dari Sejarah
Sejarah sistem pemerintahan Indonesia mengajarkan kita banyak hal. Di satu sisi, warisan kolonial dan Jepang memberikan struktur yang masih relevan hingga sekarang, seperti sistem RT dan RW yang membantu mengorganisasi masyarakat. Namun di sisi lain, kita juga harus waspada terhadap dampak negatif, seperti budaya nepotisme dan politik dinasti.
Memahami asal-usul sistem pemerintahan kita bukan hanya penting untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk memperbaiki masa depan. Dengan belajar dari sejarah, kita bisa membangun sistem yang lebih baik, transparan, dan adil bagi semua.
Sumber Referensi
- Fadli, M. R., & Kumalasari, D. (2019). Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang.
- Hasan, N. (2021). Corak Budaya Birokrasi Pada Masa Kerajaan, Kolonial Belanda Hingga Era Desentralisasi Dalam Pelayanan Publik.
- Legawa, I. W. (2000). Rezim Militer Jepang di Indonesia 1942–1945.
- Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (2008). Sejarah Indonesia Jilid VI.
- Ricklefs, M. C. (2005). Sejarah Indonesia Modern, 1200–2008.
- Siswantari, S. (2016). Peranan Pangreh Praja di Tanah Partikelir Batavia 1900–1942.
- DW Indonesia. (2020). Hitam dan Putih Praktik Politik Dinasti di Indonesia.

Penulis Indonesiana
80 Pengikut

Strategi Pertumbuhan Konglomerat
Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking
Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler