Suara Generiasi Digital untuk Perubahan
2 jam lalu
Manifesto politik Gen Z adalah kumpulan tindakan, visi, dan tuntutan kolektif yang menunjukkan keinginan mereka untuk dunia yang lebih adil.
***
Dengan lebih dari dua miliar orang di seluruh dunia, Generasi Z, yang lahir dari tahun 1997 hingga 2012, merupakan kelompok orang terbesar di dunia saat ini. Mereka berkembang di era digital saat smartphone, media sosial, dan akses instan ke informasi menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari.
Gen Z muncul sebagai kekuatan politik yang progresif dan vokal di tengah krisis global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, pandemi Covid-19, dan polarisasi politik. Manifesto politik Gen Z adalah kumpulan tindakan, visi, dan tuntutan kolektif yang menunjukkan keinginan mereka untuk dunia yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif.
Kampanye ini sering disebarkan melalui platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter, di mana Generasi Z menggunakan meme, video pendek, dan kampanye viral untuk menyuarakan pandangan mereka. Gen Z cenderung mendukung aktivisme digital dan gerakan grassroots, berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih mengandalkan partai politik konvensional. Dalam artikel ini, kita akan membahas latar belakang, isi utama manifesto, contoh nyata, pengaruh pada politik global, dan masalah yang dihadapi.
Gen Z memasuki usia dewasa di tengah dunia yang bergejolak dan tidak stabil. Mereka adalah generasi pertama yang sepenuhnya tumbuh dengan internet, dan mereka menyaksikan Black Lives Matter, krisis keuangan 2008, dan pentingnya perubahan iklim. Survei Pew Research Center (2020) menunjukkan bahwa 70% pemuda Gen Z di Amerika Serikat menganggap masalah iklim sebagai hal yang paling penting. Di sisi lain, di Eropa, survei Eurobarometer (2022) menemukan bahwa 80% pemuda Gen Z mendukung kebijakan progresif seperti pajak karbon dan hak LGBTQ+.
Di Indonesia, Generasi Z mencakup sekitar 27% dari populasi, atau lebih dari 70 juta orang, dan mereka berpartisipasi dalam pemilu 2019 dan 2024 dengan 80% pemilih muda (data KPU). Mereka mengecam korupsi, ketidakadilan sosial, dan pengaruh media sosial pada demokrasi. Setelah mengalami pengalaman ini, mereka ingin mengambil kembali kendali atas masa depan yang telah dirampas oleh tindakan generasi sebelumnya, yang merupakan inspirasi dari manifesto politik mereka. Orang-orang seperti Alexandria Ocasio-Cortez (AOC) di Amerika Serikat, yang mewakili Generasi Z di Kongres, dan gerakan Fridays for Future yang dipimpin oleh Greta Thunberg adalah sumber inspirasi utama.
Meskipun manifesto politik Generasi Z dapat disesuaikan dan berubah-ubah, mereka umumnya berfokus pada topik utama seperti inovasi, keadilan sosial, dan keberlanjutan. Dalam manifesto mereka, baik dalam bentuk deklarasi gerakan maupun petisi online, berikut adalah komponen utama :
- Perlindungan lingkungan dan keberlanjutan
Gen Z menuntut tindakan darurat iklim, seperti melarang plastik sekali pakai dan beralih sepenuhnya ke energi terbarukan pada tahun 2030. Mereka mempromosikan "Green New Deal" internasional yang menggabungkan keadilan sosial dengan perlindungan lingkungan, termasuk penciptaan jutaan pekerjaan hijau untuk pemuda.
Sebagai contoh, kampanye #ClimateStrike mengecam pemerintah untuk memenuhi janji Paris Agreement dan mengecam korporasi yang menyebabkan emisi karbon.
- Keaadilan ekonomi dan akses Pendidikan
Penolakan terhadap tuntutan pendidikan gratis atau terjangkau untuk semua orang dan utang siswa yang memberatkan. untuk mendukung upah minimum hidup, pajak progresif untuk miliarder, dan reformasi sistem kapitalisme untuk mengurangi disparitas kekayaan. Di negara berkembang seperti Indonesia, Gen Z menekankan pentingnya program kewirausahaan digital dan tingkat pengangguran pemuda, yang mencapai 13% pada tahun 2023, menurut data BPS.
- Hak asasi manusia dan inklusivitas sosial
kampanye kuat untuk hak perempuan, minoritas rasial, etnis, dan LGBTQ+, termasuk reformasi hukum dan penghapusan diskriminasi sistemik. penentangan terhadap rasisme, xenofobia, dan kekerasan berbasis gender serta menuntut undang-undang anti-diskriminasi agar pemerintah bertanggung jawab. Gen Z juga menekankan bahwa kesehatan mental adalah hak dasar, meminta layanan kesehatan mental gratis, dan menurunkan stigma.
- Reformasi teknologi dan demokrasi digital
kontrol platform media sosial untuk melindungi privasi data, memperluas akses internet, dan mencegah penyebaran hoaks. Tuntutan voting online yang aman dan partisipasi pemuda dalam pengambilan kebijakan melalui platform digital
kritik terhadap perusahaan teknologi besar seperti Meta dan Google mengenai monopoli dan dampaknya terhadap demokrasi, dengan seruan untuk "bill of rights digital".
- Keadilan global dan anti-perang
Untuk mengurangi militerisme, mendukung bantuan internasional, dan menyelesaikan konflik melalui diplomasi. Gen Z di seluruh dunia menentang perang, seperti yang terjadi di Gaza atau Ukraina, dan menuntut sanksi terhadap mereka yang melakukan genosida serta alokasi anggaran militer untuk pembangunan.
Generasi Z tidak hanya berbicara tetapi juga berpartisipasi dalam gerakan nyata yang telah mengubah politik. Misalnya, Fridays for Future (2018–sekarang) yang dipimpin oleh Greta Thunberg telah mengumpulkan jutaan pemuda di seluruh dunia untuk mogok sekolah demi masalah iklim. Mereka juga menuntut penghentian subsidi fosil dan hak suara untuk generasi muda di forum internasional seperti COP. Gerakan ini telah memengaruhi kebijakan seperti Zero Carbon Act New Zealand (2019) dan Black Lives Matter. kampanye pemilu di Indonesia pada Pemilu 2024, di mana Generasi Z mendukung kandidat progresif melalui TikTok dengan manifesto informal seperti #GenZVote yang menekankan anti-korupsi dan pendidikan berkualitas; serta tokoh inspiratif seperti Malala Yousafzai dalam bidang pendidikan perempuan, David Hogg dalam pengendalian senjata pasca-Parkland, dan Dandhy Laksono di Indonesia dalam bidang lingkungan. Semua ini mendorong partisipasi pemuda yang lebih besar—seperti di Amerika Serikat, di mana pemilih Gen Z. sementara gagasan seperti #MeToo dan #EndSARS telah menyebar secara budaya dan global melalui media sosial, dan secara ekonomi, 62 persen Gen Z memilih merek etis yang memaksa Unilever untuk menerapkan praktik berkelanjutan (survei Deloitte 2023), meskipun efeknya juga menyebabkan polarisasi dan gerakan dianggap "terlalu radikal" oleh generasi tua.
Manifesto Gen Z meskipun inspiratif menghadapi tantangan. Ini termasuk kekurangan representasi, di mana hanya 6% anggota parlemen di seluruh dunia berusia di bawah 35 tahun (data IPU 2022), yang berarti suara mereka sering diabaikan; kelelahan akibat aktivisme dan stres, dengan 50% Gen Z melaporkan kecemasan politik (survei APA 2021); kritik internal terhadap "aktivisme performative" di media sosial yang tidak menghasilkan tindakan nyata; dan perbedaan budaya antara Gen Z di Barat dan Asia Gen Z mendorong kolaborasi lintas generasi dan penggunaan AI untuk kampanye yang lebih efisien untuk mengatasi masalah ini.
Panggilan untuk revolusi damai yang berbasis pada empati, inovasi, dan urgensi adalah inti dari manifesto politik Generasi Z. Mereka menantang kebiasaan untuk membangun dunia yang adil bagi semua dengan slogan seperti "Kami adalah masa depan, tetapi kami tidak menunggunya." Manifesto ini merupakan sarana untuk perubahan sistemik, bukan hanya aspirasi, di era di mana pemuda memegang peran penting dalam demografi. Bagi mereka yang membuat kebijakan, mengabaikan suara Gen Z berarti kehilangan kesempatan untuk inovasi; bagi Gen Z sendiri, tantangan terbesar adalah mewujudkan gagasan. Generasi ini membentuk dasar untuk masa depan politik, dan manifesto mereka adalah dasar untuk itu.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Suara Generiasi Digital untuk Perubahan
2 jam laluBaca Juga
Artikel Terpopuler