Sejarah APRA: Pemberontakan di Jawa Barat dan Dampaknya pada Indonesia

Jumat, 17 Januari 2025 14:30 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Raymond Westerling
Iklan

Mengupas peran APRA di Jawa Barat, pemberontakan Westerling, dan dampaknya pada transisi Indonesia menuju negara kesatuan

**

Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) adalah salah satu organisasi militer yang muncul di Indonesia pada masa transisi dari bentuk negara federal menuju negara kesatuan pada awal 1950-an. Gerakan ini beroperasi terutama di Jawa Barat, di mana konflik politik dan militer berlangsung sengit. Artikel ini membahas latar belakang, tujuan, peran, dan dampak APRA dalam sejarah Jawa Barat.

Latar Belakang Pembentukan APRA
APRA didirikan oleh Raymond Westerling, seorang mantan perwira militer Belanda yang dikenal karena operasi kontroversialnya di Sulawesi Selatan, di mana ia memimpin aksi represif terhadap penduduk lokal selama Agresi Militer Belanda.

Setelah penyerahan kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949, Belanda mendukung pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), yang terdiri dari negara-negara bagian, termasuk Negara Pasundan di Jawa Barat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, bentuk negara federal ini menghadapi tantangan serius dari pemerintah Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Republik Indonesia berusaha mengintegrasikan seluruh wilayah menjadi negara kesatuan.

Dalam konteks inilah Westerling membentuk APRA, dengan tujuan mempertahankan struktur federal dan melindungi kepentingan kolonial serta kelompok-kelompok pro-Belanda. Selain itu, APRA juga mencoba menggagalkan upaya pemerintah Indonesia yang ingin menghapus Negara Pasundan sebagai entitas politik.

Tujuan dan Strategi APRA
APRA memiliki beberapa tujuan utama:

  1. Mempertahankan bentuk negara federal, yang dianggap lebih menguntungkan bagi Belanda karena memberikan kontrol lebih besar atas wilayah Indonesia.

  2. Melawan dominasi Republik Indonesia, yang dipimpin oleh Sukarno dan Hatta, untuk mencegah integrasi wilayah ke dalam negara kesatuan.

  3. Melindungi kepentingan ekonomi dan politik Belanda, khususnya di wilayah strategis seperti Jawa Barat yang kaya sumber daya dan berlokasi dekat dengan pusat-pusat perdagangan.

  4. Mendukung keberadaan Negara Pasundan sebagai bagian dari RIS, dengan menjadikannya alat untuk menghambat konsolidasi kekuasaan Republik Indonesia.

Westerling menggunakan taktik militer yang agresif untuk mencapai tujuannya. APRA merekrut tentara dari berbagai latar belakang, termasuk milisi lokal, mantan tentara KNIL (Koninklijk Nederlands-Indisch Leger), dan kelompok-kelompok bersenjata lainnya. Basis operasional mereka berpusat di Bandung, ibu kota Negara Pasundan, yang memiliki infrastruktur militer yang strategis.

Pemberontakan APRA di Bandung (23 Januari 1950)
Puncak aktivitas APRA terjadi pada 23 Januari 1950, ketika Westerling melancarkan pemberontakan bersenjata di Bandung. Serangan ini bertujuan menggulingkan pemerintah Republik Indonesia di wilayah Jawa Barat dan mendukung keberlangsungan Negara Pasundan sebagai bagian dari RIS. Target utama mereka adalah Divisi Siliwangi, salah satu unit militer TNI yang baru saja dipindahkan kembali ke Jawa Barat setelah agresi militer Belanda.

Dalam pemberontakan ini, APRA berhasil menguasai sebagian kota Bandung dalam waktu singkat. Mereka menyerang markas-markas TNI, kantor pemerintahan, dan tempat-tempat strategis lainnya. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban jiwa, termasuk di kalangan warga sipil. Namun, pemberontakan ini gagal karena:

  1. Kurangnya dukungan lokal dari masyarakat Jawa Barat, yang lebih mendukung integrasi ke dalam Republik Indonesia.

  2. Respons cepat dari TNI, yang berhasil memukul mundur pasukan APRA melalui serangkaian operasi militer terorganisir.

  3. Tekanan internasional terhadap tindakan Westerling, yang dianggap melanggar hukum internasional dan mencederai upaya damai dalam transisi kekuasaan.

Akhir dari APRA dan Dampaknya
Setelah pemberontakan gagal, Raymond Westerling melarikan diri ke Singapura untuk menghindari penangkapan. APRA dibubarkan, dan sisa-sisa gerakan ini lenyap tanpa jejak berarti. Peristiwa ini menjadi salah satu faktor yang mendorong penghapusan sistem federal dan pengintegrasian Jawa Barat ke dalam negara kesatuan Republik Indonesia pada pertengahan 1950.

Pemberontakan APRA juga memiliki dampak signifikan dalam sejarah Jawa Barat, di antaranya:

  • Konsolidasi kekuatan TNI, khususnya Divisi Siliwangi, sebagai penjaga kedaulatan negara dan stabilitas wilayah Jawa Barat.

  • Penguatan dukungan masyarakat terhadap negara kesatuan Republik Indonesia, yang semakin memperkokoh posisi pemerintah pusat.

  • Penghapusan Negara Pasundan sebagai entitas politik yang mendukung federalisme dan kolonialisme.

Selain itu, kegagalan APRA memperlihatkan lemahnya dukungan masyarakat terhadap upaya-upaya yang bertujuan mempertahankan pengaruh Belanda di Indonesia. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah Republik Indonesia dalam mengelola konflik dan memperkuat persatuan nasional.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler