Sejarah Kerajaan Siak: Perjuangan, Kejayaan, dan Diplomasi di Nusantara

Jumat, 24 Januari 2025 20:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Garnisun di Siak Sri Indrapura (circa 1895-1897).
Iklan

Temukan kisah lengkap Kerajaan Siak, salah satu kerajaan besar di Sumatera. Dari perdagangan emas hingga perlawanan terhadap VOC, sejarahnya penuh dengan perjuangan, kejayaan, dan intrik politik. Baca selengkapnya di sini!

***

Kerajaan Siak adalah salah satu kerajaan besar di utara Pulau Sumatera yang kini menjadi bagian dari Provinsi Riau. Berada di kawasan strategis yang berbatasan dengan Bengkalis di selatan dan Kampar, Siak pernah menjadi pusat perdagangan yang makmur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tome Pires, seorang penjelajah terkenal, mencatat bahwa Kerajaan Siak menghasilkan berbagai komoditas unggulan seperti emas, beras, madu, lilin, rotan, tanaman obat seperti lignaloe, hingga buah-buahan seperti anggur.

Namun, di balik kemakmurannya, Siak juga memiliki sejarah penuh dinamika politik. Pada masa Tome Pires, kerajaan ini membayar upeti kepada Kampar, yang kemudian diserahkan kepada Malaka sebagai bentuk perlindungan keamanan.

Menurut Sulalatus Salatin, Siak dan Kampar pernah diserang oleh Kerajaan Malaka di bawah Sultan Mansyur Syah (1444–1477). Serangan ini membawa kemenangan bagi Malaka dan menjadikan Siak serta Kampar bagian dari kekuasaannya.

Raja-Raja Siak dan Pengaruh VOC

Kerajaan Siak dipimpin oleh berbagai tokoh penting, salah satunya Raja Abdullah, yang dikenal dengan gelar Sultan Khoja Ahmad Syah. Ia kemudian digantikan oleh Raja Hasan, putra Sultan Ali Jalal Abdul Jalil dari Johor-Riau. Namun, pada abad ke-17, ketika VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menguasai Malaka, pengaruh politik dan ekonomi mereka mulai merambah Siak.

Pada 14 Januari 1676, Siak menandatangani perjanjian dengan VOC, di mana hasil tambang seperti timah harus dijual hanya kepada mereka. Bahkan setelah ditemukannya tambang emas di Petapahan, Siak tetap terikat pada monopoli perdagangan ini. Akibat tekanan tersebut, Raja Kecil, seorang pemimpin yang dikenal gigih, mendirikan kerajaan baru di Kuantan pada 1723. Kerajaan ini menjadi cikal bakal Kerajaan Siak yang kita kenal hari ini.

Legenda Raja Kecil: Putra Sultan yang Terbuang

Cerita tentang Raja Kecil penuh warna dan legenda. Menurut Hikayat Siak, ia adalah putra Sultan Mahmud dari Johor. Kisah kelahirannya diliputi kontroversi, karena Sultan Mahmud memerintahkan istrinya untuk menelan sperma yang ditumpahkan di tikar. Perilaku ini membuat para bangsawan kerajaan marah hingga Sultan Mahmud dibunuh.

Raja Kecil pun diungsikan dari Johor ke Pagaruyung dan dibesarkan oleh Ibu Suri, Putri Jamilan. Saat berusia 13 tahun, ia memutuskan untuk merantau mencari pengalaman. Dalam perjalanannya, ia sempat mengabdi kepada Raja Palembang, menikahi putri Dipati Batu Kucing di Bangka, dan bahkan terluka saat membela Sultan Jambi.

Ambisi besar muncul dalam dirinya: merebut kembali takhta Johor yang dirampas dari ayahnya. Dengan dukungan orang Minang dan Orang Laut, Raja Kecil berhasil menaklukkan Johor pada 1718 dan dinobatkan sebagai Sultan Johor-Riau dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah.

Perlawanan Terhadap VOC dan Puncak Kejayaan Siak

Raja Kecil dikenal karena sikapnya yang keras terhadap kekuasaan VOC. Setelah ia wafat pada 1746, putranya, Tengku Buang, menggantikannya dengan gelar Sultan Muhammad Mahmud Abdul Jalil Muzaffar Syah. Ibu kota kerajaan kemudian dipindahkan ke Mempura, dan nama kerajaan berubah menjadi Siak Sri Indrapura.

Namun, konflik internal dan tekanan dari VOC terus berlanjut. Pada 1761, VOC memanfaatkan perselisihan dalam keluarga kerajaan dan menempatkan Raja Alamuddin sebagai Sultan Siak. Sultan Alamuddin kemudian memindahkan ibu kota ke Senapelan.

Setelah Sultan Alamuddin wafat pada 1765, putranya, Tengku Muhammad Ali, mengambil alih kekuasaan dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah. Pada masa ini, Siak berkembang sebagai pusat perdagangan, menjalin hubungan dengan Minangkabau dan Singapura.

Perjuangan dan Rekonsiliasi Siak dengan VOC

Salah satu tokoh penting dalam sejarah Siak adalah Raja Ismail, putra Sultan Mahmud. Setelah terusir dari Siak, ia menjadi bajak laut di lautan dan menyusun rencana untuk merebut kembali takhta. Pada 1779, dengan dukungan Panglima Said Umar, ia berhasil merebut kekuasaan dari VOC.

Namun, pertempuran yang panjang akhirnya diakhiri dengan rekonsiliasi antara Siak dan VOC. Perjanjian ini membawa manfaat perdagangan bagi kedua belah pihak dan menjadi penanda penting dalam hubungan Kerajaan Siak dengan kekuatan kolonial.

Warisan Sejarah Kerajaan Siak

Hingga kini, Kerajaan Siak meninggalkan jejak sejarah yang penting. Selain menjadi saksi perlawanan terhadap kekuasaan asing, Siak juga menjadi simbol kejayaan Melayu di Nusantara. Sejarahnya yang penuh intrik, diplomasi, dan perjuangan memberikan pelajaran berharga tentang identitas dan ketahanan budaya bangsa.

Sumber Referensi:

  1. Andaya, L. Y. (2019). Selat Malaka, Sejarah Perdagangan dan Etnisitas.
  2. Cortesao, A. (2018). Suma Oriental Karya Tome Pires.
  3. Haji, R., & Haji, R. A. (1997). Tuhfat Al-Nafis.
  4. Poesponegoro, M. D. (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III.
  5. Pradjoko, D. Sejarah Siak: Sejak Raja Kecil Hingga Sultan Syarif Kasim II

Bagikan Artikel Ini
img-content
Harrist Riansyah

Penulis Indonesiana

80 Pengikut

img-content

Strategi Pertumbuhan Konglomerat

Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
img-content

Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking

Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler