Wartawan senang ngaji jurnalistik, menyukai ilmu komunikasi, sering bersepeda, dan gemar bercocok tanam.
Menebak Orientasi Komunikasi Agus Buntung
Selasa, 4 Februari 2025 19:37 WIB
Agus terancam hukuman 12 tahun bui karena dituduh melakukan pelecehen seksual. Tragedi ini dapat ditelusuri dari kemampuan komunikasi Agus.\xd
***
Persoalan I Wayan Agus Suartama menimbulkan banyak orang antara percaya dan tidak percaya. Ia benar-benar tidak punya tangan, dituduh melakukan pelecehan seksual dengan cara manipulasi emosi. Korbannya belasan perempuan, dari anak di bawah umur sampai mahasiswa. Di antara mereka memberanikan diri mengadu ke polisi sebagai korban.
I Wayan Agus terancam hukuman 12 tahun bui dan denda Rp 300 juta. Sidang pertama bergulir pada Kamis, 17 Januari 2025, di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat. Penyandang disabilitas yang tidak memiliki kedua tangan ini biasa dipanggil Agus Buntung. Sejak dari bocah hingga tumbuh menjadi pemuda dewasa, aktivitas sehari-harinya mengandalkan bantuan keluarga dekat terutama sang ibu kandung.
Seandainya saja bukan seseorang yang mengalami cacat, bisa jadi kasus I Wayan Agus tidak menjadi obyek liputan wartawan selama berminggu-minggu dan viral di media sosial sejak Oktober 2024 . Rekonstruksi yang digelar kepolisian daerah setempat, ia memperagakan hampir 50 adegan bagaimana menjebak korban. Masyarakat berbondong-bondong melihat jalannya reka ulang itu. Dalam beberapa menit kemudian rekaman video rekonstruksi tersebar di media sosial dan memicu reaksi warganet.
Sebagian khalayak menganggap tak masuk akal ia berbuat sebagaimana yang dituduhkan. Masyarakat masih cenderung menempatkan perspektif penyandang disabilitas adalah manusia yang lemah dan tak berdaya. Tidak sedikit mereka yang iba, menaruh belas kasihan, dan mengira yang bersangkutan hidupnya memprihatinkan. Bagaimana mungkin ia melakukan pelecehan seksual fisik, tanpa tangan, kepada banyak orang.
Sebaliknya sebagian yang lain menganggap I Wayan Agus berbahaya. Di balik keterbatasannya, terpendam perilaku menyimpang dan merugikan banyak orang. Apalagi saat rekonstruksi berlangsung, ekspresinya oleh warganet dianggap tidak menunjukkan penyesalan. Keterangan polisi kepada media menyebutkan, penyidik menemukan bukti ada pelanggaran hukum, modus operandi, dan unsur sengaja dalam tindak pidana asusila itu. Inilah yang kemudian membuat banyak orang awalnya bersimpati berubah menjadi geram.
Pelecehan seksual dalam pandangan sosiologi dianggap menyimpang dari nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Dari sudut pandang psikologi, tindak kriminal I Wayan Agus sebagai perbuatan yang dipicu gangguan mental. Sedangkan dari perspektif komunikasi, kelakuan semacam itu perlu dicermati sejauh mana kapabilitas dan orientasi berkomunikasi yang bersangkutan. Bagaimana kemampuan seseorang mengeksploitasi potensi yang dimiliki untuk berinteraksi, berbahasa, dan berkomunikasi.
Publik mungkin banyak yang menebak-nebak apa sebenarnya orientasi komunikasi I Wayan Agus. Dalam KBBI, orientasi diartikan sebagai pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan seseorang. Ketika berkomunikasi, orientasi setiap orang selalu bergelora dipengaruhi oleh kepribadian, karakter, motivasi, dan pengalaman individu yang tidak mudah diketahui orang lain. Di samping itu, orientasi komunikasi manusia juga dipengaruhi kebiasaan atau nilai-nilai yang ada di lingkungan dekatnya.
Kajian ilmu komunikasi B. Aubrey Fisher perlu dikemukakan di sini. Ia mengulas kasus kejahatan yang serupa I Wayan Agus, yaitu Donald Lang, seorang tunarungu yang tak mungkin disembuhkan dituduh membunuh. Peristiwanya berlangsung sudah sangat lama di Chicago, Amerika Serikat. Pada 1971, Donald Lang divonis bersalah setelah para pembelanya gagal membebaskan melalui serangkaian persidangan yang panjang.
Fisher menyebut kasus Donald Lang merupakan tragedi yang dapat ditelusuri kembali terhadap fenomena seseorang, yang lazimnya publik terima begitu saja dari kemampuan komunikasi sebagai manusia. Ketunarunguan Donald Lang disebabkan oleh aphasia (kehilangan kemampuan berbicara) sebagai akibat adanya kerusakan dalam jaringan otaknya yang tidak diketahui asal mulanya. Meski begitu, kapasitas intelektualnya nampaknya tidak terpengaruh oleh aphasia-nya.
Untuk membedakan orientasi seorang penyandang disabilitas dengan masyarakat pada umumnya, Fisher menganalisa dari sisi kapabilitas berkomunikasi. Sejauh mana seseorang sanggup menyampaikan kebutuhan dan keinginannya atau sebaliknya sebatas apa ketidaksanggupan seseorang melontarkan pokok pikirannya secara sederhana sekalipun primitif, seperti melalui bahasa isyarat. Intinya bahwa orientasi komunikasi seseorang mesti dicermati kemampuan mengutarakan kebutuhan dan keinginan yang muncul dari otaknya.
Dikisahkan dengan menarik oleh Fisher, Donald Lang tidak memperlihatkan gejala memiliki kapasitas penguasaan simbol. Ia tidak mempunyai pengetahuan bahasa maupun abjad. Ia tidak sanggup mengembangkan hubungan apapun dengan manusia lainnya. Hubungan dengan kaum wanita, umpamanya, hanya semata-mata didasarkan pada hubungan badaniah. Ia mengerti apa arti pelacur. Namun hal itu diekspresikan lewat penunjukan alat kelamin dan melalui pemberian uang untuk menginginkan keinginan seksualitasnya.
Donald Lang akan memenuhi kebutuhan kepuasan seksnya persis seperti memenuhi kebutuhan makannya. Pemahaman atas arti yang lebih intim dalam hubungan sosial dengan seorang wanita, seperti jatuh cinta, benar-benar di luar kemampuannya untuk mengkonseptualisasikannya. Bahkan, ada pihak yang menyebut Donald Lang sebagai orang dummy (dungu). Istilah yang mengandung makna bahwa taraf intelektual seseorang itu di bawah manusia normal.
Kebanyakan di antara kita mendengar kisah manusia seperti Donald Lang dan I Wayan Agus, langsung bereaksi tidak masuk akal. Hal ini karena masyarakat terbiasa membandingkan dengan penyandang disabilitas yang sukses mengembangkan potensinya dan terkenal berkat publikasi media. Banyak penyandang disabilitas di negeri ini yang namanya bersinar karena mengembangkan talenta dan akhirnya meraih prestasi dengan gemilang.
Kaum difabel bebas berkarya dan berkreasi tanpa batas. Ini telah dikumandangkan dalam kampanye inklusi mereka memperjuangkan hak-haknya secara merata. Berkarya tidak hanya di olahraga seperti atlet asal Kalimantan Barat, Simson Abraham Samuel Situmorang. Tanpa tangan dan kaki utuh, ia meraih juara renang Paralympic 2018. Bidang lain bagi penyangdang disabilitas yakni pendidikan, profesi fotografer, wartawan, pebisnis, menjadi polisi, hingga dunia tarik suara.
Di antara kita pula mungkin belum mendapatkan informasi lengkap mengenai orientasi komunikasi I Wayan Agus. Untuk mengetahuinya perlu sedikit mencermati latar belakang yang bersangkutan, terutama kepribadian dan kebiasaan sehari-harinya. Ia nyaris tidak mengalami hambatan dalam berkomunikasi alias normal. Walaupun ia tetap membutuhkan bantuan orang lain terutama perhatian dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Hubungan sosial nyaris tidak ada hambatan.
Dalam pemanfaatan teknologi komunikasi, misalnya, I Wayan Agus bisa disebut sebagai netizen. Ia cukup terampil memanfaatkan kakinya mengoperasikan gadget atau komputer. Secara intelektual ia di atas rata-rata pemuda Indonesia, setidaknya jika diukur jenjang akademi berkesempatan menempuh pendidikan tinggi. Ia berstatus mahasiswa dan penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar.
I Wayan Agus tergolong sebagai manusia lumrah, yang pada dasarnya membawa fitrah untuk tidak menyimpang dari keadaan biasa. Ia memiliki orang tua yang mampu memberikan dorongan atau motivasi dalam belajar, serta nasihat yang berkaitan dengan norma. Tentu saja orientasi mengembangkan potensi diri turut mempengaruhi dengan siapa sehari-hari bergaul dan berorganisasi.
Terampil menggunakan sistem komunikasi. Inilah sesungguhnya I Wayan Agus, memiliki kapasitas penguasaan simbol. Seperti pengetahuan bahasa, garis, gambar, dan lainnya termasuk beragam fitur yang terkandung dalam smartphone. Unsur komunikasi sebagai produk pikiran seseorang bagaimana membedakan mana yang baik dan buruk, masih melekat pada dirinya. Motivasi ingin menghapus stigma negatif muncul pada kaum difabel. Sehingga mereka berusaha melawannya dengan kegiatan positif yang berguna untuk dirinya maupun lingkungannya.
Barangkali kesulitan I Wayan Agus yang paling mendasar yakni memahami konteks komunikasi baik secara intelektual maupun visual. Memahami konteks sebenarnya bukan persoalan kaum difabel saja, tapi juga sering kali menjadi masalah besar bagi orang-orang normal. Artinya orientasi komunikasi penyandang disabilitas banyak kesamaannya dengan mereka yang tidak memiliki kebutuhan khusus.
Lain halnya dengan Donald Lang. Sebelum divonis bersalah dalam kasus pembunuhan, ia pernah diadili karena suatu kejahatan yang dilakukannya. Menurut Fisher, Donald Lang sebenarnya bisa digolongkan seseorang yang tidak dapat mengkonseptualisasikan arti kejahatan, apalagi arti proses di pengadilan. Dari kacamata tradisi antroposentrisme, ia memang dapat dikategorikan sebagai makhluk yang tingkatannya berada di bawah manusia (subhuman), sebuat saja misalnya kera, lumba-lumba, dan lainnya.
Donald Lang memang dapat berkomunikasi agak lebih baik dengan mereka itu. Dibandingkan dengan bangsa hewan, ia menggunakan sistem komunikasi lebih canggih. Namun bila diartikan sebagai komunikasi manusia, sistem komunikasi yang dipakai Donald Lang termasuk dalam taraf subhuman. Ia tidak memperlihatkan memiliki kapasitas penguasaan simbol, seperti gambar, gerakan, bahasa, benda yang mewakili konsep atau gagasan tertentu.
Ciri-ciri sebagai makhluk subhuman tidak ada dalam diri I Wayan Agus. Ia dianggap masih memiliki kesadaran moral dan kapasitas penguasaan simbol komunikasi. Oleh sebab itu, ia dituduh melakukan memanipulasi emosi orang lain. Tuduhan ini sungguh tidak ringan. Polisi menjeratnya dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual lantaran ditemukan unsur paksaan psikologis, memanfaatkan kondisi korban untuk mencapai tujuan seksual. Meskipun secara fisik memiliki keterbatasan, pelaku menggunakan ancaman emosional kepada korban yang kondisinya tak berdaya.
Dalam bingkai psikologi, tindakan manipulasi emosi didefinisikan sebagai seseorang yang berusaha mengendalikan emosi orang lain dengan berbagai cara seperti bujukan, paksaan, pemerasan, bahkan kekerasan. Modus operandi manipulasi psikologis hampir selalu diiringi dengan ancaman. Misalnya, pelaku akan membuka rahasia atau aib korban apabila tidak menuruti keinginannya. Dalam kasus I Wayan Agus Suartama, beberapa korban terpaksa tunduk dan mengikuti kehendaknya.
Kebanyakan di antara kita geram melihat perkara pelecehan seksual, apalagi menimpa anak-anak. Pelecehan seksual merupakan suatu tindak kejahatan selain merugikan orang lain juga menimbulkan trauma pada korban. Alih-alih bisa diberantas, kasus ini semakin marak di mana-mana, tidak hanya di tempat sunyi tapi juga terjadi di tempat umum. Lokasi I Wayan Agus memperdaya korbannya di tempat umum, yaitu taman terbuka di tengah kota.
Bahkan sarana transportasi juga kerap terjadi kasus asusila .Contohnya pelecehan seksual di angkutan massal kereta rel listrik di Jabodetabek. Peristiwanya berulang-ulang. PT Kereta Commuter Indonesia, perusahaan yang mengoperasikan moda ini terus menerus menyiarkan peringatan kepada penumpang agar waspada terhadap kejahatan itu. Begitu pula di bus Transjakarta, selain memasang kamera pantau (CCTV) ada patroli petugas keamanan di halte-halte.
I Wayan Agus kini harus menjalani serangkaian sidang tertutup. Selain menghadirkan korban, hakim juga memanggil sejumlah saksi sebagai upaya membuktikan dakwaan adanya pelecehan seksual. Di kalangan ahli psikologi, pelaku digambarkan memiliki kemampuan manipulasi emosional yang baik. Misalnya, pelaku menggunakan trik-trik psikologi untuk membuat korban merasa nyaman sebelum diperdaya. Seperti menaruh simpati, berpura-pura membantu, memanfaatkan kondisi dirinya sebagai kaum yang susah, hingga korban terjebak dalam belas kasihan dan merasa iba.
Terhadap kasus Donald Lang, pendapat para psikolog dan psikiater saling bertentangan menyangkut kapasitas intelektualnya. Ada yang menyampaikan Donald Lang sebagai dummy, tapi ada yang berperdapat ia memiliki intelijensia di atas rata-rata. Namun para ahli bersepakat bahwa IQ Donald Lang amat sulit untuk diukur. Hal ini lantaran rujukan sebagai pendukung pengukuran selain bawaan, seperti sekolah, keluarga, lingkungan sosial tidak ditemukan.
Lalu bagaimana dengan I Wayan Agus, yang saat menjalani sidang berstatus mahasiswa dan profilnya bertebaran di mana-mana? Hakim pengadilanlah yang menentukan pria 23 tahun itu bersalah atau tidak bersalah. Yang jelas, orientasi komunikasi I Wayan Agus dan Donald Lang berbeda, walaupun sama-sama difabel.
***

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Menebak Orientasi Komunikasi Agus Buntung
Selasa, 4 Februari 2025 19:37 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler