Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya, ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.
Menjawab Fitnah dengan Fakta Sejarah: Karakter Agung Nabi Muhammad
Rabu, 5 Maret 2025 14:00 WIB
Nabi Muhammad difitnah sejak dulu hingga kini. Benarkah beliau kejam dan ambisius? Temukan jawabannya dalam analisis sejarah yang objektif ini!
Pendahuluan
Dalam sejarah peradaban manusia, Nabi Muhammad ﷺ telah menjadi sosok sentral yang keberadaannya menjadi perbincangan yang hangat oleh berbagai pihak, baik pada zamannya maupun pada masa kini. Bahkan diskusi mengenai beliau dilakukan bukan hanya oleh para pengikut dan pencinta Nabi ﷺ, melainkan juga di antara mereka yang menjadi pembencinya.
Tidak hanya itu, baik pada saat beliau masih hidup maupun di era masa kini, selalu ada upaya untuk mendelegitimasi misi kenabian Rasulullah Muhammad ﷺ. Upaya ini sebenarnya adalah upaya untuk melemahkan legitimasi Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam.
Sepanjang hidupnya, Nabi Muhammad ﷺ selalu menghadapi berbagai tuduhan dari musuh-musuh dan pembenci-pembencinya. Beliau pernah dituduh oleh penyair, penyihir, hingga orang gila. Begitu pula, pada masa modern, tuduhan-tuduhan tersebut berkembang menjadi narasi yang lebih halus tapi tetap dirancang untuk melemahkan pesan universal keselamatan Islam yang penuh kedamaian.
Upaya Menggoyahkan Keabsahan Nabi Muhammad ﷺ
Salah satu tuduhan yang paling serius terhadap Nabi Muhammad ﷺ adalah penggunaan kekerasan untuk menaklukkan musuh-musuhnya dan memerintah dengan kekejaman. Tuduhan ini bertujuan untuk membentuk “citra buruk” bahwa Muslim secara inheren adalah kelompok politik yang kejam, yang berorientasi untuk mendominasi dunia dengan cara-cara yang tidak beradab.
Michael Bonner mencatat bahwa argumentasi kontemporer tentang sejarah Islam kerap kali bermula dari para ahli Eropa pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, yang tidak dapat dipisahkan dari proyek kolonialisme. Dengan mencitrakan Nabi Muhammad ﷺ sebagai seorang manusia yang barbar, para orientalis-kolonial bermaksud memberikan kesan bahwa pengikutnya pun tidak lebih dari seorang pelaku kekerasan yang kejam.
Namun, pandangan ini bertentangan dengan kenyataan sejarah. Michael Hart dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History menyebutkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ pada faktanya adalah sosok paling berpengaruh dalam sejarah, karena beliaulah satu-satunya manusia yang berhasil mencapai kesuksesan luar biasa dalam berbagai bidang, khususnya agama dan duniawi.
Pertanyaannya adalah, apakah kesuksesan ini diraih dengan mengorbankan prinsip-prinsip yang luhur dan agung? Jawaban atas pertanyaan ini memerlukan analisis mendalam tentang betapa konsistennya karakter Nabi Muhammad ﷺ dalam berbagai konteks politik.
Karakter Nabi Muhammad ﷺ sebagai Perwujudan Al-Qur’an
“Akhlaknya adalah Al-Qur’an,” demikian deskripsi yang diberikan oleh Sayyidah ‘Aisyah r.a. tentang Nabi Muhammad ﷺ. Nabi ﷺ adalah perwujudan nyata dari seluruh isi dan risalah Al-Qur’an. Setiap ayat yang menyerukan kebaikan, etika, dan keindahan tercermin dalam tindakannya.
Misalnya, Allah berfirman, “Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik” [QS Fushshilat (41): 34]. Dalam perjalanan hidupnya, Nabi ﷺ menunjukkan bagaimana menghadapi kejahatan dengan tindakan kebaikan, bahkan terhadap musuh yang paling keras sekalipun. Respons yang diberikan oleh beliau selalu sesuai dengan situasi, tetapi tetap mencerminkan keluhuran dan keagungan akhlaknya.
“Tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan perilaku yang lebih baik sehingga orang yang ada permusuhan denganmu serta-merta menjadi seperti teman yang sangat setia.” (QS Fushshilat: 34)
Penyakit sosial berupa Islamofobia sering kali mendasarkan tuduhan anti-Islamnya kepada anggapan bahwa Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi penulis Al-Qur’an. Tuduhan ini sengaja dirancang oleh mereka untuk membangun narasi bahwa ajaran Islam kian berubah menjadi tidak toleran seiring bertambahnya kekuasaan Nabi ﷺ.
Akan tetapi, umat Islam tidak menghiraukan pendapat tersebut. Umat Islam tetap meyakini bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, dengan bukti karakter Nabi ﷺ sebagai cerminan dari keagungan ajaran dari wahyu Allah tersebut. Misalnya, ayat tentang toleransi “Tidak ada paksaan dalam agama” [QS Al-Baqarah (2): 256] diwahyukan setelah Nabi ﷺ menjadi pemimpin politik di Madinah.
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 256)
Melampaui Narasi yang Menyesatkan: Menyingkap Karakter Sejati Nabi Muhammad ﷺ
Penting untuk mengurai dan memberikan jawaban atas peristiwa-peristiwa yang sering digunakan oleh pihak-pihak yang ingin menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ sebagai sosok oportunis yang kejam dan tidak berprinsip. Berikut ini contoh tuduhannya,
“Ayaan Hirsi Ali dalam beberapa tulisannya di Foreign Policy, berpendapat bahwa banyak Muslim saat ini memahami dari kehidupan Nabi Muhammad ﷺ yakni, memaksakan agama mereka [Islam] kepada orang lain adalah suatu kewajiban dalam iman mereka. Ia juga mengklaim bahwa saat Nabi ﷺ hijrah ke Madinah dan ‘membentuk milisi,’ sifat aslinya mulai terlihat.”
“Dinyatakan oleh Manuel II Palaiologos, seorang Kaisar Bizantium abad ke-14, yang dikutip kembali oleh Paus Benediktus XVI: ‘Tunjukkan kepada saya apa yang benar-benar baru dari apa yang dibawa Muhammad, dan di sana Anda hanya akan menemukan hal-hal yang jahat dan tidak manusiawi, seperti perintahnya untuk menyebarkan iman yang dia ajarkan dengan pedang.’ Lihat: Lecture of the Holy Father–Faith, Reason and the University Memories and Reflections, Libreria Editrice Vaticana, 12 September 2006.”
Realitas sejarah nyatanya menunjukkan bahwa sebagian besar peristiwa yang menggambarkan respons keras Nabi ﷺ terjadi dalam konteks yang sangat spesifik dan khusus, seperti di dalam peperangan, di mana respons tersebut tidak hanya merupakan tindakan yang wajar, tetapi juga tindakan dan sikap yang diperlukan untuk melindungi komunitas Muslim dan membela diri.
Sebaliknya, justru lebih banyak, bahkan terlalu banyak, peristiwa yang menunjukkan kemurahan hati, kelembutan sikap, dan kebijaksanaan dari Nabi Besar Muhammad ﷺ. Di antara 70 peristiwa yang diuraikan dalam catatan sejarah, misalnya, Nabi ﷺ menunjukkan sikap memaafkan terhadap orang-orang yang telah menyakitinya secara fisik dan verbal. Allah menggambarkan Nabi Muhammad ﷺ sebagai “rahmat bagi seluruh alam” [QS Al-Anbiya’ (21): 107] dan sebagai sosok dengan “akhlak yang agung” [QS Al-Qalam (68): 4].
Inspirasi bagi Umat Islam
Sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, penting bagi kita untuk meneladani sifat pemaaf dan kebijaksanaannya dalam menghadapi penghinaan. Segala bentuk serangan terhadap Nabi Muhammad ﷺ saat ini seharusnya menjadi pemantik kita untuk memperdalam pemahaman tentang karakter beliau. Dengan cara inilah, kita tidak hanya dapat membela Sang Nabi ﷺ dengan cara yang bermartabat dan penuh hikmah, tetapi juga menjaga warisan akhlak yang agung, sebagaimana yang telah beliau tinggalkan.
Penutup
Pemahaman yang mendalam tentang karakter Nabi Muhammad ﷺ merupakan kunci untuk melawan narasi negatif, tuduhan syubhat, dan sikap anti-Islam dari para pembenci dan islamofob yang sering kali bersifat sesat dan menyesatkan. Melalui kajian yang objektif dan menyeluruh, kita dapat melihat bahwa sesungguhnya Nabi ﷺ adalah sosok yang konsisten terhadap nilai-nilai keadilan, kasih sayang, dan kebijaksanaan. Ini adalah pelajaran penting bagi umat Islam di masa kini untuk merespons kritik, penghinaan, dan tuduhan tanpa hujjah dengan cara yang mencerminkan akhlak agung Nabi Besar Muhammad ﷺ, sekaligus memperkuat penyebaran risalah Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Lulusan Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta|Adil sejak dalam pikiran...
2 Pengikut

Teori Hegemoni Gramsci: antara Koersi, Konsensus, dan Kesadaran
Selasa, 19 Agustus 2025 14:15 WIB
Negara Integral dan Perang Posisi dalam Teori Hegemoni Gramsci
Minggu, 17 Agustus 2025 16:16 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler