Penulis Partikelir, Menikmati hidup dengan Ngaji, Ngopi dan Literasi
Si Kancil Ikut Puasa
Sabtu, 15 Maret 2025 07:23 WIB
Si Kancil menjalani puasanya dengan penuh perjuangan, tapi juga dengan banyak pelajaran berharga.
Suasana di hutan pagi itu terasa berbeda. Burung-burung berkicau lebih riang, dan angin semilir membawa wangi embun yang masih menempel di dedaunan. Si Kancil melompat-lompat kecil dengan semangat. Hari ini, ia bertekad melakukan sesuatu yang belum pernah ia coba sebelumnya.
"Aku mau ikut puasa!" seru Si Kancil pada teman-temannya yang sedang berkumpul di tepi sungai.
"Puasa? Kamu yakin, Cil?" tanya Kura-kura sambil mengangkat kepalanya yang setengah terbenam di air.
"Tentu saja! Aku ingin membuktikan bahwa aku juga bisa menahan lapar dan haus seperti teman-teman yang lain," jawab Kancil penuh percaya diri.
Kelinci yang sedang mencuci wortelnya tertawa kecil. "Tapi Cil, kamu itu doyan makan! Jangan sampai nanti kamu diam-diam ngemil di semak-semak."
Kancil mendengus, "Hei, aku ini bukan Kancil sembarangan! Aku punya tekad baja!"
Teman-temannya hanya tersenyum. Mereka tahu betul sifat Kancil yang suka akal-akalan. Tapi mereka tetap mendukung niat baiknya.
Pagi itu, Si Kancil mulai puasanya dengan semangat. Ia bermain di hutan, berlari ke sana kemari, dan bercengkerama dengan teman-temannya. Tapi begitu matahari mulai meninggi, perutnya mulai berbunyi.
"Kriiikk... kriiikk..."
"Uh-oh..." Kancil mengelus perutnya. "Kenapa tiba-tiba konser begini?"
Ia menelan ludah. Mulutnya mulai terasa kering, dan bayangan buah-buahan ranum di pohon mulai menggodanya. "Ah, segarnya kalau aku bisa menggigit jambu itu... Eh, tidak! Aku harus kuat!"
Ia pun pergi ke sungai untuk menyegarkan diri. Tapi begitu melihat ikan-ikan berenang lincah, ia malah membayangkan ikan bakar dengan sambal terasi.
"Oh tidak... ini cobaan!" keluhnya sambil menutup mata.
Saat itu, Burung Pipit terbang mendekat. "Cil, bagaimana puasamu?" tanyanya.
Kancil tersenyum kecut. "Ehm... masih bertahan! Meskipun ada godaan di mana-mana."
Burung Pipit tertawa. "Sabar ya, Cil. Puasa itu bukan cuma menahan lapar dan haus, tapi juga menahan diri dari hal-hal buruk."
Kancil mengangguk. "Benar juga, aku harus tetap sabar."
Waktu berlalu lambat. Kancil merasa siang hari berjalan lebih lama dari biasanya. Ia mencoba tidur siang untuk mengalihkan rasa laparnya. Namun, begitu bangun, perutnya kembali berbunyi.
"Kenapa perutku jadi rajin berbicara hari ini?" gerutunya.
Akhirnya, senja pun tiba. Langit berubah jingga keemasan, dan suara azan magrib terdengar sayup-sayup dari desa di seberang hutan.
"Horeee! Waktunya buka puasa!" seru Kancil kegirangan. Ia langsung berlari menuju tempat teman-temannya berkumpul.
Mereka berbuka bersama dengan buah-buahan segar yang sudah disiapkan. Kancil menggigit potongan semangka dan menutup matanya dengan puas. "Ahhh, rasanya nikmat sekali!"
Kura-kura tersenyum. "Lihat kan, Cil? Menahan lapar memang sulit, tapi saat berbuka, rasanya luar biasa!"
Kancil mengangguk mantap. "Benar! Aku merasa bangga bisa menyelesaikan puasaku hari ini. Besok aku mau puasa lagi!"
Teman-temannya tertawa melihat semangat Kancil. Mereka tahu, meskipun sering usil, Kancil punya tekad yang kuat.
Dan begitulah, Si Kancil menjalani puasanya dengan penuh perjuangan, tapi juga dengan banyak pelajaran berharga.

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Sambutan Ramah nan Hangat di Hari Pertama Anak Masuk Sekolah
Rabu, 16 Juli 2025 17:04 WIB
Menjadi Budi Utomo Baru, Membayangkan dr Soetomo Aktif di Instagram
Rabu, 21 Mei 2025 13:20 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler