x

Ilustrasi surat suara pemilihan presiden 2014. TEMPO/Aris Novia Hidayat

Iklan

Alifurrahman S Asyari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Republik Sakit Jiwa

Buruknya politik dalam negeri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

12 hari lagi kita akan masuk ke TPS selama sekian menit guna menentukan pemimpin negeri selama 5 tahun ke depan.

Banyak hal yang sudah kita lihat, baca dan dengar tentang sosok calon presiden dan wakilnya. Media memberitakan lebih sering dari biasanya, pengguna sosial media mendadak aktif dengan sumber-sumber yang menguatkan capres pilihanya, serta rajin menjelekkan capres lawan. Bahkan meski hal tersebut sangat tidak penting untuk alasan memilih pemimpin.

Atmosfer perseteruan dua kubu semakin menjadi, piala dunia yang 4 tahun sekali itu nyaris tak terdengar. Hanya sebagian orang saja yang masih menuliskan tentang pertandingan, tapi mereka juga akan menulis tentang capres jauh lebih banyak dari yang bisa dituliskan tentang piala dunia. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun 2014 adalah tahun pertama saya merasakan sensasi pemilu. Seiring dengan semakin murahnya harga smartphone dan paket data internet dari operator, membuat sosial media semacam FB, twitter dan semacamnya menjadi semakin riuh karena pemilu. Semua orang bisa berkomentar, karena mereka bisa membaca banyak hal dari media dengan mudah dan gratis. Semua orang bebas bependapat, bahkan tak jarang ngotot menyerang dan bertahan dengan gayanya masing-masing.

Pada masa seperti ini, orang berpendidikan dengan tamatan SD menjadi tipis bedanya. Karena pada akhirnya mereka hanya akan membaca apakah tulisan itu mendukung pilihanya atau tidak? Sesederhana itu. Maka tak heran kalau banyak orang dengan ragam gelar kemudian mempermalukan dirinya sendiri dengan argumen dan pendapat 'ga biasa'. Coba perhatikan, ada kubu yang lebih menghargai komentar atau pendapat seseorang lulusan SD ketimbang Prof Habibie sang presiden ke 3 Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai orang yang taktis, sistematis serta terukur.

Dari riuhnya pemilu kali ini, ada beberapa point menarik yang mungkin akan terdengar kurang nyamam bagi sebagian kelompok.

 

1. SARA dan Kampanye Hitam

Awalnya saya mengira hanya di Malaysia yang politiknya sudah parah dan menjadikan agama sebagai barang dagangan. Di negeri jiran, SARA menjadi sesuatu yang biasa dan bahkan seolah tidak dilarang. Hal ini bisa dilihat di pinggir jalan tentang info lowongan kerja. 98% kita akan menemukan syarat seperti, melayu, india atau china. Muslim atau non-muslim only.

Semua itu menjadi biasa, seolah tidak ada yang salah bagi mereka. Bagaimana dengan politik? Ini ada cerita yang sebenarnya kalau mengingat ini saya jadi mau muntah. Pernah ada acara salah satu partai negeri jiran saat idul fitri atau idul adha (kalau ga salah), intinya adalah perayaan. Dalam acara tersebut banyak orang membawa bingkisan. Dan ada satu bingkisan yang sangat menjijikkan, yaitu kotoran manusia dengan bendera partai yang dibingkis sangat rapi serta tertutup oleh bingkai kaca, ditutupi karton gelap.

Di Malaysia, kampanye hitam semacam kafir, antek zionis, konspirasi dan sebagainya sudah menjadi materi pokok dan harus. Kalimat demi kejayaan islam maka kita harus memilih partai A, sudah menjadi hal yang biasa. Sumpah demi Tuhan, tuduhan serta fitnah seolah menjadi sama sama seperti kalimat-kalimat biasa. Sebagian orang yang fanatik akan terpengaruh, sementara kalangan terpelajar biasanya mencari perbandingan.

2. (Sebagian) Media -ngaku- Islam Setara Dengan Web Porno

Saya yakin semua kita sudah tau, kalau web seperti voa-islam, arrahman, pkspiyungan sudah sangat meresahkan. Beritanya sudah sangat di luar nalar, berbagai sumber mereka terima dan olah sehingga menjadi berita. Mirip kanal fiksiana. Tak peduli apakah berita tersebut benar atau tidak, yang penting menjelekkan kubu lawan. Konspirasi, zionis, kafir, yahudi, cina dan kristenisasi mendominasi.

Itu jelas tulisan-tulisan cuci otak yang saya ga yakin di belakang semua itu adalah orang islam. Jangan-jangan tak punya Tuhan? Mereka tak lagi dipusingkan dengan tulisan fitnah yang di dalam islam hukumnya lebih berat dari pembunuhan.

3. Pembiaran

Di mana peran pejabat, penegak hukum, pengurus moral dan para elit mentri di negeri ini? Mengapa memblokir situs porno bisa, sementara menutup web penyebar fitnah semacam itu dibiarkan? Mengapa tak ada tindakan? Malah pimred obor rakyat bebas wara-wiri layaknya artis kondang kontroversial. Buktinya ada, manusianya ada, lalu kurang apa lagi? Mengapa tidak ditindak? Apa jangan-jangan polisi dan penegak hukum 'meminta' rakyat menghakimi secara adat? Seperti pencuri ayam di pelosok negeri yang babak belur bahkan mati di tempat. Entahlah. Yang jelas saya ga mau berfikiran penegak hukum di negeri ini bisa disuap, dan mendukung hal semacam itu serta bebas 'demi' hukum.

4. Media Jenuh

Saat ini media online mungkin punya banyak berita, meski kadang isinya sama, namun tulisanya dibuat variatif. Namun berita lain menjadi seakan tidak penting lagi untuk dibahas. Setiap nonton TV, stasiun manapun dan dalam acara apapun pasti ada iklan capres. Jalan protokol juga penuh dengam banner, kadang ada juga pejabat daerah atau tokoh setempat yang ikut nampang memberikan dukungan.

Namun semua itu tidak separah di Malaysia. Di negeri upin-ipin ini, jika sudah masuk masa kampanye, semua media dari tv, radio dan koran mengkampanyekan partai pemerintahan. (Karena media di bawah kontrol pemerintah). Memang jelas ga sebanding dan berat sebelah. Satu-satunya yang bisa dilakukan oposisi untuk berkampanye adalah memasang bendera di pinggir jalan. Transportasi umum seperti kereta dan bus yang dilengkapi layar LCD akan menampilkan iklan kampanye berupa lagu-lagu yang diulang-ulang sampai saya muak dan stress sendiri.

5. Rakyat Mendukung Penistaan Agama

Ini mungkin dirasa berlebihan (lebay) tapi saya ga menemukan kata yang pas kecuali kalimat tersebut. Dalam masa kampanye, di era digital ini ada beberapa foto yang membuat saya sebagai orang muslim menjadi malu dengan kelakuan saudara sesama muslim. Mereka tidak punya rasa dan sikap sensitif terhadap agama, asal hal tersebut sesuai dengan pilihanya. Ada foto babi yang menduduki ka'bah, berikut foto capres di sebelahnya beserta nomer urut pilpres. Siapapun pembuatnya, saya yakin dia ini baru belajar mengolah gambar di photoshop. Amatir, sadis dan sangat mengerikan. Ada juga gambar orang shalat sedang duduk posisi tahiyyat. Karena saat tahiyyat memang ada rukun mengacungkan jari, ini kemudian dijadikan bahan kampanye. A benar, B salah. Anehnya, ada banyak teman yang menurut saya yang semula sensitif dengan isu agama, menjadi berbondong-bondong menyebar gambar tersebut. Luar biasa. Apakah mereka mendukung penistaan agama? Saya fikir begitu (meski mungkin mereka ga menyadari atau pura-pura ga sadar).

 

Web voa-islam, arrahman, pkspiyungan dan banyak lagi media mengatasnamakan islam, saya rasa mendukung penistaan agama. Mereka sengaja menggunakam kata "islam" kemudian menyebar kebencian, fitnah yang sangat keterlaluan agar non muslim jengan dengan agama islam.

Pada akhirnya saya simpulkan, rupanya negara kita juga masih belajar tentang demokrasi. Sebagian mungkin tidak separah negara tetangga, tapi sebagian lagi sudah lebih mengerikan atas nama kebebasan beropini. Semoga saja kita ga akan pernah memiliki UU kebebasan memfitnah atau merekayasa.

Siapapun pilihanya, mari mengkritik dengan nalar, logika dan data. Jangan hanya tentang konspirasi yahudi. Kata konspirasi memang paling mudah diucapkan, karena tak perlu data untuk menghujat. Untuk Indonesia yang lebih baik.

Di Malaysia, dalam hitungan hari penyebar fitnah dengan identitas anonim pun bisa langsung masuk bui. Apalagi yang sudah jelas terang benderang seperti web penyebar fitnah dan obor rakyat? Mungkin siang tadi booming, sore ini sudah di penjara. Meski negara tetangga kita itu masih setengah sama dengan rezim suharto, namun respon pemerintah sangat cepat dan patut diapresiasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Alifurrahman S Asyari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler