Strategi Perlawanan Midah dalam Novel Midah Si Manis Bergigi Emas

Minggu, 15 Juni 2025 23:04 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Novel Midah; Kritik Sosial terhadap Pola Asuh Konservatif
Iklan

Midah melawan patriarki dan menolak jadi "liyan" demi meraih kebebasan, martabat, dan kendali atas hidupnya.

***

Midah Si Manis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer bukan sekadar roman klasik berlatar pasca-kemerdekaan, melainkan juga cermin pergulatan perempuan melawan sistem patriarki yang mengekang. Tokoh utamanya, Midah, menjadi simbol perlawanan perempuan terhadap status “liyan" yaitu istilah yang dipopulerkan oleh filsuf Prancis Simone de Beauvoir untuk menggambarkan posisi perempuan sebagai “yang lain” dalam masyarakat yang didominasi laki-laki.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

1. Midah dan Status Liyan dalam Masyarakat Patriarki

Midah adalah seorang perempuan muda yang dipaksa menikah dengan pria jauh lebih tua. Tak tahan dengan tekanan keluarga dan norma sosial, ia memilih melarikan diri, hidup mandiri sebagai pengamen, dan akhirnya harus membesarkan anak seorang diri. Pilihan hidup Midah membuatnya terpinggirkan, namun justru dari keterpinggiran inilah ia mulai menyadari posisinya sebagai “liyan” bukan sebagai subjek utama dalam masyarakat, melainkan sebagai objek yang diatur dan dinilai oleh norma tradisional.

Simone de Beauvoir dalam The Second Sex menegaskan, “Perempuan tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan.” Artinya, identitas dan peran perempuan bukanlah kodrat, melainkan hasil konstruksi sosial dan budaya yang menempatkan laki-laki sebagai pusat dan perempuan sebagai “yang lain”.

 

2. Strategi Perlawanan Midah: Empat Transendensi ala de Beauvoir

Perjuangan Midah untuk keluar dari status “liyan” tercermin dalam empat strategi transendensi menurut de Beauvoir:

a. Bekerja dan Mandiri

Midah memilih bekerja sebagai pengamen untuk bertahan hidup, menolak bergantung pada laki-laki, dan berani menghadapi stigma sosial. Sikap ini menegaskan kemandirian dan penolakannya terhadap objektifikasi.

b. Menjadi Intelektual

Meski hidup di jalanan, Midah menunjukkan kecerdasan dan refleksi diri yang kuat. Ia mampu menilai situasi dan mengambil keputusan sendiri, menandakan proses intelektualisasi dalam dirinya.

c. Transformasi Sosial

Dengan keberanian dan keteguhan hati, Midah secara tidak langsung menantang norma-norma patriarkal dan membuka ruang bagi perubahan sosial, terutama dalam memandang peran perempuan.

d. Menolak Ke-liyan-an

Midah menolak identitas yang dipaksakan masyarakat. Ia berjuang untuk menjadi dirinya sendiri, menegaskan eksistensi dan kebebasannya sebagai manusia yang utuh.

 

3. Unsur Intrinsik Novel: Struktur yang Menghidupkan Perlawanan

Novel ini dibangun dengan tema utama pencarian identitas dan keberdayaan individu di tengah tekanan sosial. Penokohan Midah sangat kuat, digambarkan sebagai perempuan yang tabah, berani, dan penuh refleksi. Alur cerita yang dinamis, latar sosial-budaya pasca-kemerdekaan, serta gaya bahasa Pramoedya yang lugas dan penuh empati, semakin menghidupkan perjuangan Midah sebagai simbol perlawanan perempuan Indonesia.

 

4. Relevansi dan Pesan Moral

Kisah Midah sangat relevan dengan isu kesetaraan gender saat ini. Pramoedya melalui Midah mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana konstruksi sosial bisa membelenggu perempuan, namun juga menegaskan bahwa perempuan mampu melawan, menentukan nasib, dan meraih kebebasan identitasnya sendiri.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Annisa Insani

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler