Agar Tak Terjebak dalam Praktik Plagiarisme

Sabtu, 5 Juli 2025 08:38 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
PKMMhs2
Iklan

Plagiarisme adalah pencurian intelektual yang melanggar etika akademik dan dapat dikenai sanksi tegas di dunia pendidikan.

***

Kata plagiarisme berasal dari kata Latin plagiarius yang berarti merampok, membajak. Plagiarisme merupakan tindakan pencurian atau kebohongan intelektual.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Plagiarii menurut epik adalah perompak yang suka mencuri atau menculik anak. Jadi bila kita melakukan plagiarisme kita dapat dianggap mencuri otak anak.Namun, karena kita juga mengatakan bahwa itu adalah otak kita, maka sekaligus kita juga berbohong.

Jadi orang yang melakukan plagiarisme adalah pembajak dan sekaligus pembohong, karenanya istilah yang eufimistik seperti academic misconduct untuk menyatakan plagiarisme adalah sesuatu yang terlalu lunak atau terlalu manis.

Plagiarism berbeda dengan pelanggaran hak cipta, yakni penggunaan karya orang lain yang melanggar hak legal pemiliknya yang diberikan oleh undang-undang hak cipta. Banyak kasus plagiarism yang dilakukan dosen dan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi sebagaimana pernah dilansir Tempo.co (Puspita, 2024). Tentu saja kasus-kasus ini merupakan hal yang memprihatinkan sekaligus mencoreng wajah pendidikan kita.  Hal itu juga mengamini fakta bahwa ada yang salah dalam pendidikan kita dan menuntut kepedulian kita untuk membenahinya.

Ada beberapa penelitian terkait dengan praktik plagiarisme di dunia pendidikan. Yudhana et al. (2017) serta Priambodo (2018) mencoba merancang sebuah aplikasi untuk mendeteksi praktik plagiarisme menggunakan algoritma Rabin-Karp, yaitu algoritma pencocokan pola.

Aplikasi tersebut akan mendeteksi kalimat yang sama dalam artikel dengan file yang tersimpan dalam repositori. Sedangkan Silvana et al.(2017) meneliti persepsi mahasiswa terhadap tindakan plagiarisme dalam penyusunan tugas akhir. Penelitian serupa dilakukan oleh Prihantini & Indudewi (2016) tentang kesadaran perilaku plagiarisme di kalangan mahasiswa. Keduanya menemukan bahwa mahasiswa memiliki persepsi yang sama tentang plagiarisme namun mereka tetap melakukannya.

Sementara itu, Sukaesih (2018) mengulas permasalahan plagiarisme dalam penelitian kualitatif di Indonesia dengan menganalisis plagiarisme dari faktor budaya, sosial, teknologi dan hukum. Permasalahan seputar plagiarisme dari aspek hukum, terutama sanksi pidana plagiarisme dalam hukum positif ditelaah secara khusus oleh Panjaitan (2017).  Pada prinsipnya, para penulis di atas menegaskan hal yang sama bahwa plagiarisme adalah praktik yang tidak diperkenankan dalam dunia pendidikan.

Alasan mendasarnya adalah plagiarism bertentangan dengan kejujuran akademik dan kemampuan akademik seseorangBanyak kasus plagiarism yang dilakukan dosen dan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi sebagaimana pernah dilansir Tempo.co (Puspita, 2024). Tentu saja kasus-kasus ini merupakan hal yang memprihatinkan sekaligus mencoreng wajah pendidikan kita. Hal ini juga mengamini fakta bahwa ada yang salah dalam pendidikan kita dan menuntut kepedulian kita untuk membenahinya.

Ada beberapa penelitian terkait dengan praktik plagiarisme di dunia pendidikan. Yudhana et al. (2017) serta Priambodo (2018) mencoba merancang sebuah aplikasi untuk mendeteksi praktik plagiarisme menggunakan algoritma Rabin-Karp, yaitu algoritma pencocokan pola. Aplikasi tersebut akan mendeteksi kalimat yang sama dalam artikel dengan file yang tersimpan dalam repositori. Sedangkan Silvana et al. (2017) meneliti persepsi mahasiswa terhadap tindakan plagiarisme dalam penyusunan tugas akhir. Penelitian serupa dilakukan oleh Prihantini & Indudewi (2016) tentang kesadaran perilaku plagiarisme di kalangan mahasiswa. Keduanya menemukan bahwa mahasiswa memiliki persepsi yang sama tentang plagiarisme namun mereka tetap melakukannya.

Sementara itu, Sukaesih (2018) mengulas permasalahan plagiarisme dalam penelitian kualitatif di Indonesia dengan menganalisis plagiarisme dari faktor budaya, sosial, teknologi dan hukum. Permasalahan seputar plagiarisme dari aspek hukum, terutama sanksi pidana plagiarisme dalam hukum positif ditelaah secara khusus oleh Panjaitan (2017).

Pada prinsipnya, para penulis di atas menegaskan hal yang sama bahwa plagiarisme adalah praktik yang tidak diperkenankan dalam dunia pendidikan. Alasan mendasarnya adalah plagiarism bertentangan dengan kejujuran akademik
dan kemampuan akademik seseorang.

Bagaimana Menghindarkan Plagiarisme
1. Bila menggunakan ide orang lain sebutkan sumbernya.
2. Bila menggunakan kata atau kalimat orang lain sebutkan sumbernya, dengan catatan:
• Gunakan tanda kutip bila kata atau kalimat aslinya disalin secara utuh.
• Tanda kutip tidak diperlukan bila kata atau kalimat telah diubah menjadi kalimat penulis sendiri tanpa mengubah artinya (telah dilakukan parafrase).
• Mengubah satu atau beberapa kata dalam satu paragraf bukan merupakan parafrase karenanya tanda kutip perlu disertakan.
• Parafrase tanpa menyebut sumbernya adalah plagiarisme.
3. Bila kita mengajukan makalah yang sudah pernah diajukan sebelumnya harus pula dinyatakan bahwa makalah sudah diajukan atau dipublikasi sebelumnya, bila tidak, maka dapat dianggap sebagai auto plagiarism atau self-plagiarism. Jenis plagiarisme ini sebenarnya dapat dianggap “berkualifikasi ringan”, namun bila dimaksudkan atau kemudian dimanfaatkan untuk menambah kredit akademik dapat dianggap pelanggaran etika akademik yang berat.

Penyebab Melakukan Plagiarisme

Berdasarkan faktor penyebab, plagiarisme dibedakan menjadi plagiarisme yang disengaja dan tidak disengaja. Plagiarisme yang disengaja terjadi apabila sejak awal tindakan plagiarisme tersebut telah dipikirkan dan direncanakan. Hal tersebut mungkin terjadi pada berbagai keadaan, misalnya tidak mempunyai cukup waktu menghasilkan karya tulis sendiri, tidak mempunyai kemampuan menghasilkan karya sendiri, berpikiran bahwa pembaca tidak mungkin mengetahuinya. Dan khusus untuk mahasiswa berpikiran bahwa dosen pembimbing tidak akan mengetahui perbuatan plagiarisme bahkan mungkin tidak peduli, serta berpura-pura tidak tahu dan tidak paham akan plagiarisme.

Dengan niat sengaja, plagiarisme dapat terjadi dengan cara mengutip
atau menjiplak yang lazim dikenal sebagai block copy paste karya orang lain dalam jumlah kecil atau besar. Karya tersebut dapat berasal dari buku teks, majalah ilmiah, mengunduh bacaan dari internet atau mengutip karya teman tanpa mencantumkan penulis asli dan sumber informasi.  Cara lain adalah meminta orang lain, biasanya disertai dengan imbalan jasa untuk menuliskan karya imiah.

Plagiarisme yang tidak disengaja dapat terjadi dengan melakukan pengutipan panjang atau pendek tetapi kemudian lupa mencantumkan nama penulis asli dan sumber informasi. Penyebab lain adalah ketidaktahuan cara menempatkan referensi yang seharusnya dilakukan dalam karya tulis atau cara mengutip dengan baik dan benar, bahkan tidak mengetahui cara melakukan parafrasa.

Setelah membaca karya tulis penulis lain dan membuat catatan tentang penulis dan sumber informasi, tetapi lupa mencantumkannya ketika memasukkan dalam karya sendiri. Merasa bahwa tulisan tersebut bukan sebuah karya ilmiah misalnya cerita pendek popular sehingga menganggap tidak perlu menuliskan nama penulis dan sumber informasi yang dikutip.

Dalam kaitannya dengan bentuk plagiarisme, Soelistyo mengemukakan ada beberapa tipe dari plagiarisme,10 yaitu:
1. Plagiarisme kata demi kata (word for word plagiarism). Penulis menggunakan kata-kata penulis lain (pércis) tanpa menyebutkan sumbernya.
2. Plagiarisme atas sumber (plagiarism of source). Penulis menggunakan gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan yang cukup tanpa menyebutkan sumbernya secara jelas.
3. Plagiarisme kepengarangan (plagiarism of authorship). Penulis mengakui sebagai pengarang karya tulis karya orang lain.
4. Self Plagiarism termasuk dalam tipe ini adalah penulis mempublikasikan suatu artikel pada lebih dari satu redaksi publikasi. Dan mendaur ulang karya tulis/karya ilmiah.

Sanksi terhadap Plagiarisme
Adalah lazim sesuatu mempunyai gradasi; demikian pula scientific misconduct termasuk plagiarisme. Karena batas antara plagiarisme dan bukan plagiarisme kadang cukup kabur, seyogyanya setiap institusi pendidikan (khususnya perguruan tinggi) memiliki aturan, semacam standard operating procedure (SOP) untuk penanganannya.

Perguruan tinggi yang baik seharusnya memberikan batasan yang jelas khususnya tentang plagiarisme, yang harus disosialisasikan sebelum mahasiswa mulai memasuki masa kuliah dan diingatkan dari waktu ke waktu. Pelanggaran akademik yang paling sering dilakukan adalah menyontek (cheating), dari cara yang konvensional sampai yang canggih dapat dimasukkan sebagai plagiarisme pula.

Seorang mahasiswa yang menyontek harus dikenakan sanksi, mulai dari peringatan lisan pertama, kedua, dan seterusnya sesuai dengan kebijakan institusi. Lazimnya setelah peringatan pertama dan kedua diberikan, bila mahasiswa yang bersangkutan tetap melakukannya diberikan sanksi, misalnya nilai untuk mata pelajaran tersebut menjadi E dan dianggap tidak lulus. 4,7,18Hal yang serupa juga diterapkan bila mahasiswa melakukan plagiarisme.

Di banyak universitas disebut dengan jelas bahwa hukuman yang paling ringan bagi mereka yang melakukan plagiarisme adalah nilai E untuk mata kuliah yang bersangkutan. Biasanya sanksi kepada mahasiswa S2 lebih berat ketimbang mahasiswa S1, sanksi untuk mahasiswa S3 lebih berat ketimbang untuk mahasiswa S2.

Dosen yang melakukan plagiarisme akan memperoleh sanksi yang lebih berat, dan bila assistant professor, associate professor, atau
professor melakukan plagiarisme hukumannya menjadi makin berat, sampai dikeluarkan dari institusi.

Kesimpulan                                                                                                        Plagiarisme merupakan tindakan pencurian intelektual yang tidak hanya melanggar etika akademik, tetapi juga mencoreng integritas dunia pendidikan. Akar katanya yang berarti merampok atau membajak menggambarkan betapa seriusnya pelanggaran ini. Plagiarisme dapat terjadi secara disengaja maupun tidak disengaja, baik melalui penyalinan kata demi kata, pengakuan karya orang lain, maupun publikasi ulang tanpa izin yang jelas.

Dalam konteks akademik, tindakan ini sangat merugikan, tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi institusi pendidikan secara keseluruhan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa plagiarisme masih marak di kalangan mahasiswa dan dosen, meskipun kesadaran akan kesalahan ini sudah ada. Penyebab utamanya antara lain kurangnya pemahaman mengenai cara penulisan yang benar, tekanan akademik, dan lemahnya penegakan aturan. Oleh karena itu, penting bagi setiap institusi pendidikan untuk memiliki kebijakan yang tegas dan sistematis dalam menangani plagiarisme, termasuk edukasi sejak dini, penggunaan perangkat deteksi, serta penerapan sanksi yang sesuai.

Untuk mencegah plagiarisme, penulis akademik harus selalu mencantumkan sumber ide atau kutipan dengan benar, memahami teknik parafrase yang baik, dan menghindari penggunaan kembali karya sendiri tanpa pernyataan yang jelas. Pencegahan dan penanganan plagiarisme harus menjadi tanggung jawab bersama antara individu dan institusi demi menjaga marwah keilmuan dan kredibilitas pendidikan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Sastroasmoro, Sudigdo. "Beberapa catatan tentang plagiarisme." Majalah Kedokteran Indonesia 57.8 (2007): 239-244.                                                              

Naben, Kristianto Ratu Marius, and Heni Widyawati. "Plagiarisme dalam Dunia Pendidikan: Analisis Masalah Sosial dan Urgensi Pendidikan Karakter." SOSMANIORA: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 3.4 (2024): 454-463.

Wibowo, Adik. "Mencegah dan menanggulangi plagiarisme di dunia pendidikan." Kesmas 6.5 (2012): 1.

Panjaitan, H. (2017). Sanksi pidana plagiarisme dalam hukum positif di Indonesia. Jurnal Hukum to-ra, 3(2), 551-557.

Pratiwi, M. A., & Aisya, N. (2021). Fenomena plagiarisme akademik di era digital. Publishing Letters, 1(2), 16-33.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler