Al Arif merupakan Guru Besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekjen DPP Asosiasi Dosen Indonesia, Ketua IV DPW Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Jakarta, Associate CSED INDEF, serta saat ini sebagai Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahanan Pangan
Membumikan Keadilan Ekonomi dengan Koperasi Desa Merah Putih
Kamis, 24 Juli 2025 22:13 WIB
Kopdes Merah Putih adalah upaya strategis dan terencana untuk membumikan keadilan ekonomi.
***
Tanggal 21 Juli 2025 menjadi momentum penting dalam sejarah pembangunan ekonomi Indonesia dari bawah. Di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan program Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih), sebagai pilar utama dalam strategi pemerataan ekonomi nasional.
Bagi sebagian kalangan, peluncuran ini tampak seperti program koperasi biasa. Namun bagi yang jeli membaca peta ketimpangan struktural Indonesia, Kopdes Merah Putih adalah upaya strategis dan terencana untuk membumikan keadilan ekonomi.
Frasa “keadilan ekonomi” telah lama menjadi jargon pembangunan yang kerap menggantung di udara. Tapi bagaimana ia benar-benar hadir dan membumi—dirasakan oleh petani di pelosok, nelayan di pinggir pantai, buruh tani di lereng bukit, atau ibu rumah tangga yang berjualan kue di pojok desa? Jawabannya bisa jadi ada pada Kopdes Merah Putih.
Program Kopdes Merah Putih diluncurkan berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2025 sebagai salah satu bagian dari trisula pengentasan kemiskinan bersama dengan program cek kesehatan gratis dan sekolah rakyat. Sebanyak 80.081 Kopdes Merah Putih telah diresmikan kelembagaannya, 105 diantaranya menjadi percontohan dan telah mulai beroperasi. Diharapkan seluruh kopdes akan beroperasi penuh pada akhir Oktober 2025.
Indonesia adalah negeri kaya, tapi belum adil. Kaya sumber daya, namun belum merata manfaatnya. Menurut data BPS per September 2024, angka kemiskinan nasional tercatat sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, lebih dari 50% di antaranya berada di wilayah pedesaan. Data ini menunjukkan bahwa orang miskin hidup di desa-desa yang secara geografis dekat dengan pusat produksi pangan, perikanan, dan sumber daya alam.
Namun mengapa desa tetap miskin? Karena dalam struktur ekonomi nasional, desa sering menjadi subjek pasif dari distribusi kekayaan. Mereka memproduksi, tetapi tidak memiliki kendali atas distribusi. Mereka bekerja, tetapi tidak memiliki akses terhadap modal. Mereka bertransaksi, tetapi tidak memiliki suara dalam pasar.
Kesenjangan desa-kota, lemahnya akses infrastruktur, monopoli tengkulak dalam rantai pasok pertanian dan perikanan, serta keterbatasan kelembagaan ekonomi desa adalah penyebab utama stagnasi ekonomi pedesaan. Di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang stabil, ketimpangan tetap menganga. Keadilan ekonomi, jika ingin nyata, harus dimulai dari pembalikan peran yaitu dari desa sebagai objek pembangunan, menjadi subjek penggerak ekonomi.
Kopdes Merah Putih diluncurkan bukan hanya sebagai program koperasi, melainkan harus mampu sebagai arsitektur baru ekonomi kerakyatan berbasis desa. Program ini adalah instrumen pembebasan rakyat dari ketergantungan terhadap sistem pasar yang eksploitatif. Kopdes merah putih adalah struktur kelembagaan yang memberi rakyat alat untuk mengatur dirinya sendiri secara kolektif.
Sasaran utama program ini adalah kelompok rentan seperti petani, peternak, nelayan, buruh tani, pelaku UMKM lokal, perempuan, dan generasi muda desa. Mereka tidak hanya menjadi penerima manfaat, tapi juga pelaku utama yang dilibatkan dalam musyawarah desa khusus (musdesus) untuk merancang model koperasi sesuai karakter lokal. Kopdes Merah Putih dirancang sebagai pusat layanan ekonomi terpadu di desa.
Setiap Kopdes dimiliki dan dikelola oleh warga desa sendiri. Tak ada pemilik tunggal. Tak ada kapital besar. Tak ada pihak luar yang mendominasi. Ini adalah bentuk demokrasi ekonomi yang sebenarnya. Selain itu, Kopdes menjadi agregator hasil pertanian, perikanan, dan produk lokal lainnya. Produk tidak lagi dijual mentah kepada tengkulak, tapi diolah dan dipasarkan oleh koperasi, memberi nilai tambah dan kontrol harga kepada produsen.
Kemudian Kopdes dapat pula memberi akses pembiayaan kepada petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang selama ini tidak terjangkau lembaga keuangan formal. Serta, Kopdes akan dapat menjadi ritel murah untuk kebutuhan pokok warga, memotong jalur distribusi panjang yang selama ini membuat harga di desa lebih mahal dari kota.
Program ini bukan sekadar intervensi ekonomi mikro. Program ini adalah bagian dari visi besar Prabowo untuk menyeimbangkan struktur ekonomi nasional yang selama ini terlalu tersentralisasi di kota dan sektor formal. Selama ini, kebijakan makro sering tak menyentuh akar rumput. Padahal, ketika ekonomi desa bergerak, permintaan lokal naik, produksi pangan stabil, arus urbanisasi bisa dikendalikan, dan ketimpangan regional berkurang.
Pemilihan nama Merah Putih bukan kebetulan. Ini bukan hanya soal nasionalisme simbolik, tapi penegasan bahwa program ini adalah bagian dari perjuangan rakyat untuk mandiri secara ekonomi, sekaligus sebagai manifestasi dari Pancasila, terutama sila kelima yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Namun keberhasilan Kopdes Merah Putih bukan tanpa tantangan. Beberapa tantangan yang harus diantisipasi sejak dini. Pertama ialah tantangan kelembagaan. Koperasi-koperasi sebelumnya banyak yang gagal karena pengelolaan yang buruk, korupsi, atau tidak adanya audit transparan. Kopdes harus menjadi koperasi yang profesional dan transparan, dengan sistem digital yang memungkinkan pengawasan publik.
Tantangan kedua ialah berkenaan dengan potensi ancaman intervensi politik lokal. Di banyak daerah, koperasi sering menjadi alat elite lokal untuk memperkuat basis kekuasaan. Kopdes harus dijauhkan dari politik praktis dan tetap berada di tangan rakyat.
Tantangan berikutnya berkaitan dengan literasi dan kapasitas sumber daya manusia. Banyak warga desa belum familiar dengan sistem koperasi yang sehat, apalagi berbasis syariah. Diperlukan pendampingan jangka panjang dan pelatihan intensif untuk membangun SDM yang kompeten.
Tantangan keempat ialah sinergitas program Kopdes ini dengan program lainnya. Kopdes tidak boleh jalan sendiri. Ia harus bersinergi dengan program Sekolah Rakyat, Cek Kesehatan Gratis di Sekolah, BUMDes, dan program lainnya. Integrasi ini akan menciptakan ekosistem ekonomi yang saling menopang.
Tantangan terakhir ialah terkait dengan ketahanan terhadap komersialisasi. Ketika koperasi sudah besar dan berhasil, ada kecenderungan bergeser dari orientasi sosial menjadi orientasi laba. Koperasi bisa berubah menjadi seperti perusahaan biasa. Ini harus dicegah dengan menjaga prinsip dasar koperasi yaitu untuk anggota, oleh anggota, dan dari anggota.
Selama ini, pembangunan ekonomi terlalu bertumpu pada sektor formal, investasi asing, dan ekspor besar. Sementara itu, ekonomi rakyat yang sebenarnya paling tahan krisis sering diabaikan. Kopdes Merah Putih hadir sebagai antitesis dari model pertumbuhan eksklusif.
Kopdes Merah Putih membuka jalur alternatif yaitu pertumbuhan yang inklusif, berbasis lokal, dan berkeadilan. Dengan Kopdes, Indonesia membangun bukan hanya jalan dan jembatan, tapi juga jaringan ekonomi berbasis komunitas yang memperkuat daya tahan nasional dari akar. Jika dijalankan konsisten, Kopdes bisa menjadi model bagi negara-negara lain dalam memerangi kemiskinan pedesaan dengan pendekatan kelembagaan partisipatif.
Peluncuran Kopdes Merah Putih menjadi sinyal bahwa negara kembali hadir di desa, tidak sekadar lewat spanduk program, tapi dengan sistem ekonomi yang nyata dan terstruktur. Ini bukan solusi instan, tapi fondasi jangka panjang untuk menciptakan desa yang berdaya.
Desa yang berdaulat secara pangan, mandiri secara ekonomi, kuat secara sosial, dan cerdas secara kelembagaan adalah desa yang bisa memutuskan nasibnya sendiri, tanpa harus bergantung pada belas kasihan pemerintah pusat atau kota besar. Jika cita-cita ini terwujud, maka Indonesia tak hanya mengurangi angka kemiskinan. Ia sedang menciptakan ekonomi baru berbasis rakyat, ekonomi yang tidak hanya tumbuh, tapi juga adil.
Keadilan sosial bukan sekadar sila kelima di ideologi bangsa, tetapi keadilan sosial harus hidup dalam koperasi desa, dalam akses modal petani, dalam harga yang adil bagi nelayan, dan dalam kesempatan yang setara bagi rakyat kecil. Kopdes Merah Putih adalah jembatan menuju itu semua. Ia adalah upaya membumikan keadilan ekonomi bukan lewat retorika, tapi lewat kelembagaan yang menyentuh kehidupan nyata rakyat.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Sekjen DPP Asosiasi Dosen Indonesia, Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Ketahan Pangan, Ketua IV DPW IAEI Jakarta, dan Associate CSED INDEF
2 Pengikut

Menanti Kemerdekaan Ekonomi Sejati
Selasa, 19 Agustus 2025 15:14 WIB
Membumikan Keadilan Ekonomi dengan Koperasi Desa Merah Putih
Kamis, 24 Juli 2025 22:13 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler