Ketua Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik Unissula Semarang. Juga sebagai Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. Selain itu juga sebagai Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.

Permukiman Kumuh dan Liar, Potret Ketimpangan Urban dan Tantangan Pembangunan

Sabtu, 9 Agustus 2025 08:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Ilustrasi Kemiskinan
Iklan

Permukiman kumuh dan liar mencerminkan ketimpangan sosial, akses terbatas sumber daya, serta tantangan besar pembangunan berkelanjutan kota.

***

Permukiman kumuh dan permukiman liar merupakan fenomena yang mencerminkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang sangat nyata di banyak kota besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kedua jenis permukiman ini bukan sekadar persoalan tata ruang, melainkan juga perwujudan dari masalah struktural terkait akses terhadap sumber daya, hak atas tanah, dan kesempatan hidup yang layak. Memahami karakteristik dan implikasi kedua fenomena ini adalah langkah penting bagi pengembangan kota yang inklusif dan berkelanjutan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penulis Indonesiana

Apa Itu Permukiman Kumuh (Slums)?

Permukiman kumuh atau slums adalah area permukiman yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut, menurut UN-Habitat. Pertama, penghuni mengalami akses terbatas terhadap air bersih yang aman dan cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Kedua, fasilitas sanitasi yang memadai, seperti toilet dan sistem pembuangan limbah yang higienis, sangat kurang, sehingga berdampak negatif pada kesehatan. Ketiga, kondisi perumahan buruk karena bangunan terbuat dari bahan seadanya, rapuh, dan berisiko tinggi saat terjadi bencana alam. Keempat, kepadatan penduduk sangat tinggi, menyebabkan ruang sempit dan minimnya privasi. Kelima, penghuni kerap mengalami ketidakamanan hak tinggal karena tidak memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga rawan penggusuran atau relokasi paksa. Permukiman kumuh biasanya berkembang di lokasi yang sudah lama dihuni komunitas tertentu, tetapi seiring waktu, infrastruktur dan pelayanan dasar tidak berkembang seiring dengan pertambahan penduduk. Permukiman ini dapat berada di lahan dengan status kepemilikan yang jelas namun kurang terawat, atau di lahan dengan status hukum yang kurang pasti.

Memahami Permukiman Liar (Squatters Settlement)

Permukiman liar adalah pemukiman yang dibangun di atas lahan tanpa izin resmi dari pemiliknya. Para penghuni, yang dikenal sebagai "squatters" atau penghuni liar, menempati tanah secara ilegal, baik tanah milik pemerintah, perusahaan, maupun perseorangan. Lokasi permukiman liar umumnya terdapat di bantaran sungai, lahan kosong milik negara atau swasta, area di bawah jembatan layang atau jalur kereta api, serta wilayah yang rentan secara ekologis atau berbahaya. Ciri utama dari permukiman liar adalah aspek ilegalitas hak atas tanah. Kondisi fisik dan lingkungan dalam permukiman ini sering kali kumuh dan tidak terkelola dengan baik karena keterbatasan akses terhadap sumber daya, ketiadaan perencanaan yang matang, serta status hukum yang tidak jelas. Keadaan tersebut menghambat investasi dan pengembangan infrastruktur dasar di wilayah tersebut.

Ketimpangan Urban dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan

Ketimpangan urban mencerminkan pertumbuhan kota yang sangat cepat namun tidak merata, yang terlihat jelas dari munculnya permukiman kumuh dan liar. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain urbanisasi yang tidak terkendali, keterbatasan lahan, serta kebijakan tata ruang yang belum sepenuhnya mendukung masyarakat berpenghasilan rendah. Keberadaan permukiman tersebut menimbulkan sejumlah tantangan besar dalam pembangunan berkelanjutan, seperti: kesehatan masyarakat yang terganggu akibat sanitasi buruk sehingga meningkatkan risiko penyakit menular; degradasi lingkungan, pencemaran air, dan risiko bencana yang memburuk kualitas lingkungan; keterbatasan akses terhadap lapangan kerja, pendidikan, dan layanan sosial yang memperkuat siklus kemiskinan; serta ketidakpastian hak atas tempat tinggal yang sering menimbulkan konflik sosial. Oleh karena itu, penanganan ketimpangan urban melalui kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan sangat penting untuk mewujudkan pembangunan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat.

Menuju Solusi yang Inklusif dan Berkelanjutan

Penting bagi pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan untuk mengatasi masalah permukiman kumuh dan liar dengan pendekatan yang holistik, meliputi beberapa aspek utama. Pertama, regularisasi dan perlindungan hak atas tanah perlu diberikan agar penghuni memperoleh kejelasan dan keamanan hukum atas tempat tinggal mereka, sehingga dapat mengurangi risiko penggusuran paksa. Kedua, peningkatan infrastruktur dan layanan dasar seperti penyediaan air bersih, sanitasi, listrik, serta fasilitas pendidikan harus menjadi prioritas utama demi memperbaiki kualitas permukiman. Selanjutnya, pelibatan komunitas sangat penting, di mana partisipasi aktif warga dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan permukiman dapat meningkatkan keberlanjutan solusi. Selain itu, pengembangan kebijakan perkotaan yang adil dan inklusif harus diterapkan untuk memfasilitasi akses semua kelompok masyarakat terhadap hunian layak di area strategis. Melalui upaya bersama yang berkelanjutan dan komprehensif tersebut, diharapkan kota-kota di Indonesia maupun di dunia dapat mengurangi ketimpangan serta mengubah wajah permukiman kumuh dan liar menjadi kawasan yang aman, nyaman, dan produktif.

Kesimpulan

Permukiman kumuh dan liar merupakan manifestasi nyata ketimpangan sosial-ekonomi di perkotaan yang menimbulkan berbagai tantangan bagi pembangunan berkelanjutan, seperti buruknya sanitasi, risiko kesehatan, dan ketidakamanan hak tinggal. Penanganannya memerlukan pendekatan holistik yang meliputi perlindungan hak atas tanah, peningkatan infrastruktur dasar, pelibatan komunitas, serta kebijakan perkotaan inklusif untuk menciptakan lingkungan permukiman yang layak, aman, dan berkelanjutan.

Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.

Ketua  Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik UNISSULA. Juga sebagai Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. Selain itu juga menjadi Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah. Serta sebagai Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler