Jurnalis Publik Dan Pojok Desa.

Pemakzulan Gibran: Islah dengan MK atau Kegagalan Demokrasi?

Kamis, 28 Agustus 2025 12:32 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Gibran
Iklan

Kalau hasil pemilu dapat digugat melalui mekanisme politik, ini menciptakan preseden berbahaya bagi konsolidasi demokrasi.

 Rakyat Merdeka Pemakzulan Gibran Nggak Masuk Akal

Dilema Konstitusional di Persimpangan Jalan Demokrasi

Wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah memicu perdebatan publik yang melampaui sekadar persoalan hukum tata negara. Di balik hiruk-pikuk politik ini, tersembunyi pertanyaan fundamental tentang masa depan demokrasi Indonesia: apakah ini merupakan upaya islah (perbaikan) terhadap cacat prosedural dalam sistem, ataukah justru menjadi indikator kegagalan struktural dalam penyelenggaraan pemilu dan konsolidasi demokrasi kita?

Persoalan bermula dari keputusan kontroversial Mahkamah Konstitusi yang mengubah interpretasi syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden. Putusan yang memungkinkan kepala daerah di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri ini tidak hanya mengundang kritik dari berbagai kalangan, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang independensi dan integritas lembaga peradilan tertinggi negara. Ketika keputusan hukum dipersepsikan sebagai produk intervensi politik, legitimasi seluruh sistem demokrasi ikut dipertanyakan.

Wacana pemakzulan yang muncul pasca-pelantikan menciptakan paradoks tersendiri. Di satu sisi, mekanisme ini dapat dipandang sebagai upaya korektif dalam kerangka checks and balances yang demokratis. Pemakzulan, dalam konteks ini, bukan sekadar sanksi politik, melainkan instrumen konstitusional untuk mengevaluasi dan mengoreksi keputusan yang bermasalah secara substansial. Namun di sisi lain, timing yang terlambat ini justru berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap seluruh mata rantai proses demokratis, dari pencalonan hingga pelantikan.


Yang mengkhawatirkan adalah dampak jangka panjang terhadap stabilitas demokrasi. Ketika hasil pemilu dapat digugat melalui berbagai mekanisme politik pasca-faktum, hal ini menciptakan preseden berbahaya bagi konsolidasi demokrasi. Setiap pergantian kepemimpinan berpotensi disertai dengan kontestasi legitimasi yang berkepanjangan, mengikis kepercayaan publik terhadap sistem dan lembaga-lembaga negara.

Paradoks terdalam terletak pada dilema antara kepastian hukum dan keadilan substansial. Meskipun secara formal putusan MK mengikat dan harus dihormati, resistensi publik terhadap keputusan tersebut mencerminkan kesenjangan antara legalitas dan legitimasi. Dalam konteks ini, wacana pemakzulan menjadi "katup pengaman" untuk menyalurkan kritik terhadap sistem tanpa harus menyerang fondasi hukum itu sendiri.

Pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: apakah Indonesia siap menghadapi konsekuensi dari precedent yang akan tercipta? Jika pemakzulan dilakukan, hal ini dapat membuka ruang bagi politisasi mekanisme konstitusional di masa depan. Sebaliknya, jika diabaikan, kritik terhadap sistem akan terakumulasi dan berpotensi meledak dalam bentuk yang lebih destruktif.

Solusi konstruktif memerlukan pendekatan yang mengedepankan reformasi sistemik daripada tindakan reaktif. Energi yang tersedot dalam perdebatan pemakzulan seharusnya dialihkan untuk memperkuat mekanisme pencegahan di masa depan, seperti reformasi sistem rekrutmen hakim konstitusi, penguatan transparansi dalam pengambilan keputusan judicial, dan penguatan checks and balances antar-lembaga negara.

Pada akhirnya, wacana pemakzulan Gibran menjadi cermin bagi kondisi demokrasi Indonesia saat ini. Ini bukan hanya tentang satu individu atau satu keputusan, melainkan tentang kemampuan sistem untuk melakukan koreksi diri tanpa mengorbankan stabilitas dan legitimasi jangka panjang. Pilihan yang diambil hari ini akan menentukan apakah Indonesia bergerak menuju democratic consolidation yang lebih matang, ataukah terjebak dalam siklus ketidakpastian politik yang melemahkan fondasi demokrasi itu sendiri.


 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Kontributor Pojok Desa

Penulis Indonesiana

2 Pengikut

img-content

Parau

Senin, 1 September 2025 14:51 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler