Penulis, aktivis, sociopreneur.\xd\xd\xd Menyuarakan nalar kritis dan semangat mandiri dari pesantren ke publik digital #LuffyNeptuno

Orang Bodoh Mudah Diprovokasi: Fakta Psikologi Sosial yang Sering Kita Lihat

1 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Orang Bodoh Mudah Diprovokasi: Fakta Psikologi Sosial yang Sering Kita Lihat
Iklan

Banyak orang tidak sadar bahwa amarahnya sering dipicu orang lain lewat trik manipulasi.

***

Pernahkah kamu melihat seseorang yang dengan mudahnya tersulut emosi hanya karena membaca satu judul berita, tanpa sempat mengecek isi beritanya terlebih dahulu? Atau mungkin ada temanmu yang begitu cepat percaya pada isu dan kabar-kabar heboh di media sosial, lalu segera menyebarkannya ke grup WhatsApp keluarga hingga grup WhatsApp alumni dan kelas tertentu? Fenomena ini begitu sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Ada pepatah pedas yang mengatakan: “Orang bodoh paling gampang diprovokasi.” Sekilas terdengar cukup kasar, bahkan mungkin menyinggung sebagian orang. Namun, kalau kita mau jujur, kalimat tersebut ada benarnya. Orang yang kurang memiliki bekal pengetahuan cenderung lebih mudah dikelabui, baik oleh propaganda politik, iklan yang menyesatkan, maupun bujuk rayu dari orang terdekatnya sendiri.

 

Psikologi sosial bahkan sudah meneliti tentang hal ini. Sebuah studi dari University of Michigan menemukan bahwa orang dengan wawasan luas memiliki “daya tahan kognitif” yang lebih tinggi. Artinya, mereka tidak mudah terjebak dalam retorika kosong, tidak gampang percaya pada kebohongan, dan lebih cepat dalam mengenali trik manipulasi. Dengan kata lain, semakin banyak yang kamu tahu, semakin sulit orang lain mempermainkanmu.

 

Lalu, bagaimana cara wawasan melindungi kita? Mari kita bahas perlahan, dengan contoh-contoh nyata agar lebih mudah dipahami.

 

Membaca Fenomena di Sekitar Kita

 

Di era digital seperti sekarang, kita dibanjiri informasi setiap detik. Mulai dari berita politik, gosip selebriti, isu tokoh agama, tips kesehatan, sampai iklan produk. Semua bertebaran di layar ponsel kita.

 

Ada orang yang begitu mudah tersulut. Baca berita sekilas, langsung marah, lalu ikut berkomentar pedas. Ada juga orang yang lebih tenang, ia akan membaca lebih dulu, mencari sumber lain, lalu menimbang apakah informasi itu masuk akal.

 

Perbedaan respon itu bukan soal pintar atau tidak pintar saja, melainkan tentang bagaimana orang tersebut terbiasa menyaring informasi. Mereka yang memiliki wawasan luas biasanya tidak cepat percaya, karena di kepala mereka ada banyak referensi yang bisa dijadikan pembanding dalam menerima informasi atau berita tersebut.

 

Mari kita telusuri lebih dalam, apa saja kebiasaan orang yang berwawasan luas sehingga mereka lebih sulit dipermainkan.

 

1. Memiliki Peta Pengetahuan yang Luas

 

Bayangkan kamu punya peta dunia yang lengkap. Saat ada orang bilang bahwa “di sebelah barat Jawa ada gurun pasir yang luas,” kamu akan langsung merasa ada yang aneh. Kenapa? Karena dalam peta pengetahuanmu, di sebelah barat Jawa itu adalah laut Samudra Hindia, bukan gurun.

 

Begitu juga dalam menghadapi informasi sehari-hari. Orang yang berwawasan luas menyimpan lebih banyak “peta” di kepalanya. Jadi, ketika muncul berita bohong yang tidak sesuai dengan peta itu, mereka bisa cepat menyadari bahwa ada yang tidak beres.

 

Misalnya, ketika ada hoaks tentang “konspirasi sains” yang katanya bumi itu datar, orang yang paham dasar-dasar sains langsung bisa menimbang logikanya. Mereka tidak gampang percaya hanya karena video itu dikemas dramatis dengan musik latar yang menegangkan dan video-video "menarik" yang dikemas sedemikian rupa.

 

Pengetahuan yang luas menjadi semacam benteng alami. Ia akan otomatis menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan realitas kenyataan dan fakta yang ada.

 

2. Terbiasa Bertanya, Bukan Hanya Menerima

 

Ciri khas orang berwawasan luas adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Mereka tidak puas hanya dengan jawaban pertama yang didapatkan.

 

Bayangkan ada influencer yang menawarkan investasi dengan janji “uangmu bisa berlipat ganda dalam sebulan.” Orang yang minim wawasan mungkin langsung tergiur. Tetapi orang dengan wawasan yang luas akan bertanya, siapa sebenarnya yang diuntungkan? Apa risikonya? Adakah bukti nyata bahwa sistem ini benar-benar bekerja? siapa saja yang sudah membuktikannya?

 

Pertanyaan-pertanyaan itu bukan sekedar formalitas agar terlihat kritis, justru di situlah letak perlindungan yang mereka miliki. Dengan bertanya, mereka memutus rantai manipulasi yang biasanya bekerja dengan cara membuat orang terburu-buru dalam membuat sebuah keputusan.

 

Kebiasaan kritis ini bisa dilatih, dapat dimulai dengan hal sederhana. Sebelum menyebarkan berita, tanyakan terlebih dulu “sumbernya dari mana?”

 

3. Mampu Mengenali Pola Manipulasi

 

Manipulasi itu sebenarnya memiliki pola yang berulang. Iklan, politik, bahkan relasi personal sering menggunakan trik yang sama, hanya dikemas dengan wajah baru dan cara baru.

 

Contohnya adalah gaslighting. Teknik ini membuat seseorang merasa bersalah agar tunduk. Orang berwawasan luas, karena sudah sering membaca dan melihat contoh kasus, akan lebih cepat mengenali tanda-tanda itu. Mereka tidak gampang terseret dalam drama emosional.

 

Seakan-akan mereka punya radar batin yang otomatis mendeteksi: “Ah, ini cuma trik lama dengan bungkus baru.”

 

4. Menjaga Jarak dengan Emosi

 

Seringkali, manipulasi tidak bekerja lewat logika, tapi lewat emosi. Manipulator akan mencoba membuat kita marah, memunculkan rasa takut, sedih, lalu kehilangan kendali terhadap diri sendiri ataupun terhadap emosinya.

 

Orang yang berwawasan luas cenderung bisa mengambil jarak. Ketika membaca komentar pedas di internet, mereka tidak langsung membalas dengan amarah. Mereka akan menarik napas, memikirkan konteks, lalu memutuskan apakah perlu merespons atau cukup diabaikan.

 

Kebiasaan ini membuat mereka tidak jadi korban emosi orang lain. Mereka memilih berpikir, bukan hanya sekadar bereaksi buta.

 

5. Tidak Takut Melawan Arus Mayoritas

 

Pernahkah kamu ikut-ikutan pendapat mayoritas hanya karena takut berbeda? Itulah yang disebut efek grup.

 

Orang berwawasan luas biasanya lebih berani berdiri dengan pendapatnya sendiri, meski berbeda dengan orang banyak. Misalnya, ketika teman-temannya percaya pada hoaks kesehatan, ia tetap teguh karena sudah punya pengetahuan dan memeriksa sumber lain.

 

Keberanian ini membuat mereka lebih tahan terhadap manipulasi massal.

 

6. Selalu Mencari Bukti

 

Salah satu kebiasaan sehat dari orang berwawasan luas adalah tidak gampang percaya. Mereka butuh bukti nyata, data, atau fakta lapangan sebelum mengambil keputusan.

 

Misalnya, saat ada klaim diet ekstrem yang katanya bisa menurunkan 10 kg dalam seminggu, mereka tidak serta-merta percaya. Mereka akan mencari penelitian medis, testimoni, atau sumber kredibel lainnya.

 

Dengan cara ini, mereka terhindar dari penipuan dan kerugian akibat salah dalam menerapkan pola hidup sehat.

 

7. Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat

 

Manipulasi paling sering berhasil karena orang tidak sadar siapa dirinya.

 

Contohnya, orang yang insecure tentang penampilan mudah tergoda membeli produk kecantikan mahal. Tapi orang yang sudah berdamai dengan dirinya tidak gampang digoyahkan oleh iklan yang menakut-nakuti.

 

Kesadaran diri bisa dilatih dengan refleksi. Saat tergoda olej sesuatu, tanyakan apakah ini benar-benar kebutuhan, atau hanya keinginan yang ditanamkan secara perlahan oleh pihak lain?

 

Kasus Nyata: Demonstrasi yang Berubah Jadi Penjarahan

 

Untuk memahami bagaimana wawasan menjadi berperan dalam kehidupan sosial, mari lihat kejadian nyata. Pada akhir Agustus lalu, ada demonstrasi besar di ibu kota dan kota-kota lain hampir di seluruh Indonesia. Awalnya, massa turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi yang kemudian kita kenal dengan sebutan 17+8 Tuntutan Rakyat. Namun, situasi yang awalnya kodndusif berubah ricuh. Ada provokator yang menyebarkan isu bohong, memanaskan suasana, hingga sebagian massa tersulut emosi, perusakan fasilitas umum hingga melakukan penjarahan, bahkan rumah beberapa anggota DPR serta seorang menteri ikut jadi sasaran.

 

Di sinilah terlihat perbedaan, mereka yang punya pemahaman luas tahu bagaimana menyampaikan aspirasi tanpa harus merusak dan mengabaikan hak dasar orang lain sebagai manusia sekalipun itu tokoh yang sedang menjadi 'antagonis' di negerinya. Tapi bagi orang yang minim pengetahuan, mudah saja diprovokasi dengan teriakan dan kabar-kabar yang belum tentu benar. Akhirnya, aksi yang seharusnya damai berubah menjadi anarkis.

 

Kasus ini mengajarkan bahwa wawasan bukan hanya berguna di ruang kelas atau kantor, tapi sangat nyata dampaknya di lapangan dan lingkungan sosial.

 

Mengapa Wawasan Begitu Penting?

 

Orang berwawasan luas bukan berarti kebal dari manipulasi. Namun, mereka punya “pertahanan mental” yang membuat mereka lebih waspada, lebih pandai memilih dan memilah, lebih mudah menyaring. Pengetahuan menjadi semacam tameng dari tipu daya maupun propaganda, baik yang datang dari media, iklan, politik, maupun relasi personal.

 

Maka pertanyaannya apakah kita mau terus menjadi orang yang mudah diprovokasi, atau ingin melatih diri agar lebih kritis?

 

Memperluas wawasan bisa dimulai dari hal sederhana seperti membaca lebih banyak, berdiskusi dengan orang yang berbeda pandangan, mencari sumber alternatif, dan melatih diri untuk bertanya sebelum percaya.

 

Karena pada akhirnya, kemampuan menyaring informasi adalah salah satu bekal terpenting untuk bertahan hidup di abad penuh manipulasi ini.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Lutfillah Ulin Nuha

Sociopreneur | Founder Neptunus Kreativa Publishing

8 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler