Jurnal Mitigasi - Litigasi Supervisi Sosial dan Politik - Kolom ini hadir sebagai ruang refleksi atas dinamika demokrasi Indonesia pasca-Reformasi, ketika masyarakat sipil terus mencari cara untuk menegakkan kontrol terhadap negara. -Mitigasi - dipahami sebagai upaya pencegahan konflik sosial dan politik, sementara - Litigasi - merujuk pada proses penegakan hukum serta penyelesaian sengketa yang lahir dari ketegangan sipil-militer maupun antar-aktor politik. Melalui perspektif supervisi sosial, kolom ini menyoroti bagaimana lembaga non-pemerintah, media, serta komunitas akademik berperan sebagai pengawas kritis. Tujuannya jelas: memastikan demokrasi tidak hanya menjadi prosedur elektoral, tetapi juga praktik yang berpihak pada keadilan sosial. Dalam lingkup politik, kolom ini mengurai fenomena - grey area - purnawirawan militer, problem akuntabilitas hukum, hingga dilema skeptisisme publik terhadap institusi negara. Semua dibaca bukan semata dari sisi hukum formal, melainkan juga sebagai gejala sosiologis yang memengaruhi hubungan kekuasaan dan kepercayaan publik. Jurnal Mitigasi - Litigasi Supervisi Sosial dan Politik - bukan hanya catatan akademik, melainkan juga ajakan untuk terus mengawal reformasi. Bahwa demokrasi sejati hanya dapat tumbuh bila ada keseimbangan antara negara yang berkuasa dan masyarakat yang berdaya mengawasi.

Kemanusiaan Orientalis

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Mojok.co Sisi Lain Orang (Indonesia) Timur yang Jarang Diekspos - Mojok.co
Iklan

Kata kemanusiaan sering terdengar indah. Ia seolah universal: semua orang sama, semua layak dihargai, semua punya martabat.

 

Ahmad Wansa Al-faiz.


 Kompasiana.com Orang Timur dan Aneka Ragam Stigma Halaman 1 - Kompasiana.com

Kata kemanusiaan sering terdengar indah. Ia seolah universal: semua orang sama, semua layak dihargai, semua punya martabat. Namun, kalau kita menelisik sejarah, ternyata gagasan tentang kemanusiaan tidak selalu bersifat netral. Ada yang menyebutnya sebagai kemanusiaan yang orientalis, ini sebuah konsep kemanusiaan yang lahir dari cara pandang timpang, warisan kolonial, dan hegemoni Barat.

Orientalisme, menurut Edward Said, adalah cara Barat melihat Timur, bukan sebagai mitra setara, melainkan sebagai objek yang harus dipahami, dikendalikan, bahkan ditundukkan. Dalam kerangka ini, orang Timur tidak pernah dilihat sebagai manusia penuh, melainkan manusia kurang lengkap, eksotik, irasional, tradisional, dan tertinggal. Maka, ketika Barat bicara tentang kemanusiaan, sebenarnya yang dimaksud adalah kemanusiaan versi mereka sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Warisan itu masih terasa di Indonesia. Dalam masa kolonial, manusia dibagi ke dalam hierarki hukum: Eropa, Timur Asing, dan Pribumi. Itu bukan sekadar klasifikasi administratif, melainkan cara membangun perbedaan derajat kemanusiaan.

Orang Eropa dipandang modern dan rasional, sementara pribumi harus dibimbing agar naik kelas menuju standar kemanusiaan ala Barat. Bahkan, pendidikan kolonial tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga memperkenalkan ukuran tunggal tentang apa artinya menjadi manusia modern.

Jejak orientalisme ini masih kita temukan hari ini. Kita sering menilai diri sendiri dengan kaca mata luar: Apakah kita sudah modern seperti negara maju? Apakah budaya kita cukup relevan untuk zaman sekarang?

Ukuran-ukuran itu kadang membuat kita merasa rendah diri, seolah kemanusiaan kita belum lengkap jika belum meniru Barat. Di titik inilah, istilah kemanusiaan yang orientalis menjadi penting. Ia mengingatkan bahwa tidak semua wacana tentang manusia itu adil. Ada kemanusiaan yang hanya membungkus hirarki kuasa dengan kata-kata indah. Ada kemanusiaan yang universal hanya di bibir, tapi diskriminatif dalam praktik.

Karena itu, tugas kita bukan menolak gagasan kemanusiaan, melainkan - mengkritisinya. Kemanusiaan seharusnya lahir dari pengalaman hidup kita sendiri, dari keberagaman lokal, dan dari pertemuan setara dengan yang lain. Bukan dari standar tunggal yang diwariskan kolonialisme. Singkatnya, melawan kemanusiaan yang orientalis berarti berani mengatakan: kita manusia penuh, bukan bayangan dari orang lain.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Jurnal Mitigasi Litigasi - Supervisi Sosial Dan Politik

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler