Digitalisasi Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas Hidup

Rabu, 24 September 2025 10:43 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Digitalisasi Kesehatan: Transformasi Teknologi dalam Meningkatkan Kualitas Hidup
Iklan

Perubahan mendasar dalam bidang kesehatan dewasa ini tidak lagi ditentukan semata-mata oleh keberadaan rumah sakit

Wacana ini ditulis oleh Sri Rahayu Sukirman, Luthfiah Mawar M.K.M., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Aisyah Umaira, Andieni Pratiwi, Andine Mei Hanny, Dwi Keisya Kurnia, dan Naila Al Madina dari IKM 6 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perubahan mendasar dalam bidang kesehatan dewasa ini tidak lagi ditentukan semata-mata oleh keberadaan rumah sakit, ketersediaan obat-obatan, atau jumlah tenaga medis yang berpraktik. Kita sedang memasuki sebuah era di mana kemajuan teknologi digital menjadi motor penggerak transformasi. Fenomena yang dikenal sebagai digitalisasi kesehatan ini bukan hanya mempermudah akses terhadap layanan, melainkan juga mengubah cara masyarakat memahami, merawat, dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara menyeluruh.

 

Dalam arus globalisasi dan derasnya arus informasi, digitalisasi kesehatan tampil sebagai jawaban atas berbagai persoalan klasik yang selama ini membelenggu sistem pelayanan kesehatan, mulai dari terbatasnya akses di wilayah terpencil, ketidakmerataan distribusi tenaga medis, hingga tingginya biaya pengobatan. Kehadiran telemedicine, misalnya, memungkinkan seorang pasien di pedalaman Papua berinteraksi langsung dengan dokter spesialis di Jakarta melalui gawai sederhana dan jaringan internet. Hal ini memperlihatkan betapa teknologi mampu menembus sekat geografis yang sebelumnya menjadi penghalang utama pemerataan layanan kesehatan.

 

Transformasi digital juga melahirkan paradigma baru dalam pencegahan penyakit. Dahulu masyarakat hanya mengunjungi fasilitas kesehatan setelah gejala muncul, tetapi kini perangkat wearable seperti jam tangan pintar, gelang kesehatan, dan aplikasi kebugaran memungkinkan pemantauan kondisi tubuh secara real time. Data mengenai detak jantung, kadar oksigen, kualitas tidur, dan jumlah langkah harian dapat diperoleh dengan mudah, tidak hanya bermanfaat bagi individu dalam menjaga kesehatannya, melainkan juga memberikan landasan lebih cepat dan tepat bagi tenaga medis untuk mengambil keputusan.

 

Pada skala yang lebih luas, digitalisasi tidak berhenti pada ranah individu, tetapi juga menyentuh tatanan kebijakan publik. Integrasi data kesehatan nasional, sebagaimana terlihat dalam program Satu Sehat yang dicanangkan pemerintah Indonesia, menjadi langkah visioner dalam menghubungkan rekam medis elektronik seluruh warga. Dengan sistem ini, riwayat kesehatan dapat diakses lintas fasilitas, sehingga mengurangi duplikasi pemeriksaan dan mempercepat penanganan. Efisiensi yang dihasilkan diharapkan mampu menekan biaya kesehatan secara nasional dan sekaligus memperkuat fondasi sistem kesehatan publik.

 

Namun demikian, proses digitalisasi tidak luput dari tantangan yang kompleks. Salah satu persoalan krusial adalah kesenjangan digital. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki perangkat memadai atau jaringan internet yang stabil. Daerah pedesaan, yang justru sangat membutuhkan pelayanan efisien, sering kali masih tertinggal dalam akses terhadap teknologi. Karena itu, kesuksesan digitalisasi hanya dapat tercapai apabila dibarengi dengan pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang merata agar tidak memperlebar jurang ketidakadilan sosial.

 

Selain itu, aspek keamanan data kesehatan merupakan isu yang tidak dapat diabaikan. Informasi medis tergolong sangat sensitif, dan kebocoran atau penyalahgunaannya berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi individu. Maka setiap inovasi digital harus dilengkapi regulasi ketat dan sistem pengamanan berlapis. Kepercayaan publik menjadi kunci keberhasilan. Tanpa jaminan privasi, masyarakat cenderung enggan membagikan data pribadi mereka, meskipun tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

 

Di samping infrastruktur dan keamanan, kesiapan tenaga medis juga menentukan keberhasilan transformasi ini. Digitalisasi kesehatan tidak dimaksudkan menggantikan dokter atau perawat, melainkan memperluas jangkauan dan meningkatkan efektivitas peran mereka. Dokter di era kini bukan hanya dituntut menguasai ilmu kedokteran, tetapi juga keterampilan teknologi. Konsultasi daring, interpretasi data dari aplikasi kesehatan, serta penggunaan rekam medis elektronik harus menjadi bagian integral dari kompetensi profesional mereka. Dalam perspektif lebih luas, digitalisasi mencerminkan cita-cita “Kesehatan untuk Semua” yang digagas WHO, di mana layanan inklusif, berbasis data, cepat, dan efisien menjadi fondasi masyarakat sehat.

 

Dalam konteks Indonesia, digitalisasi kesehatan terbukti berperan dalam menekan angka penyakit, memperpanjang harapan hidup, dan mengurangi beban anggaran negara. Secara global, pandemi COVID-19 berfungsi sebagai akselerator. Pembatasan mobilitas mendorong lonjakan penggunaan telemedicine, membuat banyak orang yang awalnya ragu akhirnya menyadari manfaat konsultasi daring. Momentum ini tidak boleh hilang, melainkan harus dikonsolidasikan agar digitalisasi kesehatan menjadi elemen permanen dalam sistem kesehatan modern, bukan sekadar tren sementara.

 

Ke depan, penggabungan kecerdasan buatan dan big data akan semakin memperkaya transformasi ini. Kita dapat membayangkan sistem AI yang mampu mendeteksi kelainan pada hasil rontgen dengan kecepatan dan akurasi tinggi, atau pemanfaatan big data untuk memprediksi potensi wabah berdasarkan pola pencarian gejala di internet. Semua perkembangan ini mempertegas bahwa teknologi digital berperan sebagai mitra strategis bagi tenaga medis, bukan sebagai pengganti.

 

Akhirnya, digitalisasi kesehatan merupakan keniscayaan yang tidak lagi dapat ditawar. Pertanyaan yang relevan bukan lagi apakah kita perlu menyesuaikan diri, melainkan seberapa cepat kita mampu melakukan adaptasi. Pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat dituntut bekerja dalam harmoni: pemerintah menyediakan regulasi dan infrastruktur, tenaga medis menguasai teknologi, dan masyarakat mengubah cara pandang dari sekadar menunggu sakit menjadi aktif menjaga kesehatan.

 

Transformasi ini menyimpan peluang besar untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa. Melalui digitalisasi kesehatan, kita tidak hanya membicarakan perkembangan teknologi, melainkan juga merancang masa depan yang lebih sehat, cerdas, dan berdaya bagi manusia.

 

Corresponding Author: Sri Rahayu Sukirman

(email: [email protected])

Bagikan Artikel Ini
img-content
Aisyah Umaira

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler