Saya seorang dosen bidang pengolahan hasil perikanan di Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Jakarta
Kritik Terhadap Sistem NOVA dalam Mangekategori Makanan
5 jam lalu
Nova sistem pengelompokan makanan/minuman hanya berdasarkan teknologi proses. Ia tak melihat kandungan gizi dan manfaatnya bagi kesehatan.
Di balik geliat wacana makanan sehat, sistem klasifikasi Nova kerap dijadikan kompas oleh lembaga kesehatan. Namun, tulisan Messina & Messina (2025) mengingatkan bahwa kompas itu bisa menyesatkan arah.
Produk nabati seperti susu kedelai dan daging alternatif, yang sesungguhnya mendukung pergeseran diet ramah lingkungan, justru dicap sebagai ultra-processed foods (UPF). Alih-alih mendorong konsumsi pangan berbasis tumbuhan, label ini berpotensi menguatkan stigma, bahkan membuat masyarakat enggan beralih dari pola makan hewani.
Resiko lainnya tenaga kesehatan akan mengalami banyak kesulitan untuk merekomendasikan produk-produk yang potensial mendukung transisi diet lebih ramah lingkungan dan sehat. Harapannya, tulisan ini mampu membuka ruang baru agar publik tidak hanya terpaku pada label ultra-processed, melainkan pada nilai gizi dan manfaat kesehatan yang sesungguhnya.
Fakta ilmiah yang dipaparkan dalam artikel itu cukup mengejutkan. Sejumlah uji klinis menunjukkan bahwa susu nabati dan plant-based meat alternatives (PBMAs) mampu menurunkan kolesterol LDL, tekanan darah sistolik dan diastolik, hingga biomarker inflamasi.
Sebaliknya, produk olahan hewani—yang juga masuk kategori UPF—lebih sering dikaitkan dengan risiko diabetes, jantung, dan obesitas. Artinya, Nova gagal membedakan mana makanan olahan yang benar-benar merusak kesehatan dan mana yang bisa menjadi bagian solusi atau tidak mampu membedakan antara produk olahan yang menyehatkan dengan yang benar-benar berbahaya.
Jadi tidak bisa memberikan penilaian terlalu sederhana dan menyamakan semua produk makanan yang diolah dalam satu kategori ultra-processed. Namun abai terhadap nilai gizinya atau bahkan ternyata memberikan kontribusi signifikan terhadap diet sehat, terutama bagi konsumen yang beralih ke pola makan berbasis tanaman.
Perlu pendekatan secara holistik dalam menilai kategori makanan, langkah awalnya sistem ini harus memasukkan faktor-faktor seperti kandungan gizi, dampak kesehatan jangka panjang, serta manfaat lingkungan dari produk makanan tersebut. Penilaian yang hanya berfokus pada tingkat pemrosesan tanpa mempertimbangkan nilai gizi bisa merugikan, karena produk-produk seperti susu dan daging nabati memiliki potensi besar untuk menggantikan makanan hewani yang lebih tidak sehat.
Kekuatan artikel ini terletak pada argumen berbasis bukti: penulis tidak hanya mengutip studi observasional, tapi juga uji klinis acak (randomized controlled trial) yang memberikan gambaran lebih objektif dan solid tentang gambaran dampak konsumsi PBMAs dan susu nabati. Sebagai contoh, meskipun kedelai dan produk berbasis kedelai dikategorikan sebagai UPF, kedelai sendiri merupakan sumber protein yang sangat bergizi dan bermanfaat bagi kesehatan jantung.
Penilaian yang terlalu fokus pada tingkat pemrosesan dapat menyebabkan konsumen menghindari semua produk dari kedelai yang sebenarnya memiliki potensi kesehatan yang signifikan. Pesannya sederhana namun penting: kualitas gizi mestinya dinilai dari kandungan nutrisi, bukan sekadar dari proses teknis yang dilalui. Di tengah tren clean eating yang cenderung menghakimi makanan berlabel olahan, pesan ini seakan tamparan yang menuntut kita lebih rasional.
Meski begitu, kritik terhadap Nova seakan berhenti di soal kategorisasi. Meskipun sudah berhasil mengungkap kelemahan Nova, namun artikel ini belum menawarkan kerangka alternatif yang lebih praktis apalagi untuk dikembangkan, bahkan mempertimbangkan konteks sosial-ekonomi lahirnya Nova—yakni semangat perlawanan terhadap dominasi industri pangan raksasa yang sering mengorbankan kesehatan publik.
Di sinilah letak kelemahannya, meskipun kritik ini masih parsial perbaikan Nova mutlak tetap diperlukan, bukan dengan meniadakan konsep pengendalian UPF, tapi memperkaya klasifikasi dengan dimensi gizi, bukti klinis, dan dampak ekologis. Dengan memperbaiki sistem klasifikasi ini, maka akan lebih memfasilitasi konsumen dalam membuat pilihan yang lebih sehat dan berkelanjutan. Selain itu, penelitian lebih lanjut tentang dampak kesehatan dari subkategori UPF yang berbeda, khususnya alternatif daging nabati, akan sangat berguna dalam mengembangkan pedoman yang lebih tepat untuk konsumsi makanan sehat di masa depan.
Hanya dengan begitu, konsumen bisa mengambil keputusan cerdas tanpa terjebak stigma, dan kebijakan pangan global tak kehilangan arah. Dengan demikian, arah kebijakan pangan ke depan dapat lebih berimbang: melindungi publik dari produk olahan yang merusak kesehatan sekaligus memberi ruang bagi inovasi pangan nabati yang berpotensi menjadi bagian dari solusi krisis gizi dan iklim global.
Sumber : M, Messina & V, Messina. (2025). Nova fails to appreciate the value of plant‐based meat and dairy alternatives in the diet. Journal Food Science. 2025;90:e70039. https://doi.org/10.1111/1750-3841.70039

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler