Dinamika Faktor Lingkungan dalam Meningkatkan Risiko Penyakit Menular di desaa

6 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Dinamika Faktor Lingkungan dalam Meningkatkan Risiko Penyakit Menular di Perdesaan Indonesia
Iklan

***

Wacana ini ditulis oleh Olivia Putri Natasya, Luthfiah Mawar M.K.M., Helsa Nasution, M.Pd., dan Dr. M. Agung Rahmadi, M.Si. Lalu diedit oleh Nadia Saphira, Amanda Aulia Putri, Naysila Prasetio, Winda Yulia Gitania Br Sembiring, dan Annisa Br  Bangun dari IKM 5 Stambuk 2025, Fakultas Kesehatan Masyarakat, UIN Sumatera Utara.

Penyakit menular hingga kini masih menjadi persoalan kesehatan global yang tidak kunjung reda, dan Indonesia termasuk dalam kawasan yang terus menghadapi tantangan serius dari persoalan ini. Penularannya dapat berlangsung melalui udara, air, makanan, maupun kontak langsung dan tidak langsung dengan individu yang terinfeksi. Masyarakat perdesaan, yang sering hidup dengan keterbatasan infrastruktur dan fasilitas kesehatan, berada pada posisi yang amat rentan. Dalam konteks tersebut, faktor lingkungan memiliki peran yang sangat menentukan, karena kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat memperburuk sekaligus mempercepat proses penyebaran penyakit menular.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu aspek yang paling menonjol dalam memengaruhi kejadian penyakit menular adalah kondisi sanitasi dan kebersihan lingkungan. Di banyak desa, akses masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang layak masih terbatas. Tidak sedikit warga yang bergantung pada sumur tradisional, sungai, atau sumber air yang tidak terjamin kebersihannya sebagai kebutuhan konsumsi sehari-hari. Air yang terkontaminasi sering menjadi sarana penyebaran penyakit seperti diare, kolera, dan disentri yang mudah menular di lingkungan dengan tingkat kebersihan rendah. Lebih jauh lagi, pengelolaan limbah yang kurang baik menambah kompleksitas persoalan ini. Sampah yang menumpuk tanpa penanganan bisa menjadi tempat ideal bagi berkembangnya vektor penyakit, misalnya nyamuk yang menularkan malaria dan demam berdarah. Lingkungan yang kumuh secara langsung meningkatkan risiko terjadinya wabah.

Selain sanitasi, keberadaan vektor penyakit juga menunjukkan pengaruh besar terhadap persebaran infeksi. Wilayah perdesaan yang berdekatan dengan area perairan atau hutan sering kali menjadi habitat ideal bagi nyamuk, lalat, dan tikus yang berfungsi sebagai perantara penyakit. Malaria, demam berdarah, serta filariasis merupakan contoh nyata dari penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Pertumbuhan populasi vektor umumnya dipengaruhi faktor lingkungan seperti curah hujan tinggi, perubahan iklim, dan kepadatan penduduk di sekitar area rawan. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai langkah pencegahan, misalnya penggunaan kelambu atau pengelolaan genangan air, memperbesar potensi penyebaran penyakit ini.

Perubahan iklim global juga memberikan kontribusi signifikan dalam memperburuk epidemi penyakit menular. Banjir dapat mencemari sumber air bersih dengan limbah berbahaya, sehingga menimbulkan wabah diare maupun penyakit kulit. Di sisi lain, musim kemarau panjang menciptakan genangan air pada wadah-wadah terbengkalai yang menjadi tempat ideal perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, penyebab demam berdarah. Ketidakstabilan iklim secara langsung memengaruhi distribusi penyakit menular di pedesaan, sementara kesiapan masyarakat untuk menghadapinya masih sangat terbatas.

Dimensi ekonomi turut menambah kompleksitas persoalan. Tingkat kemiskinan yang tinggi membuat akses masyarakat desa terhadap layanan kesehatan amat terbatas. Banyak dari mereka kesulitan memperoleh perawatan medis yang memadai, sementara pengetahuan tentang pencegahan penyakit juga minim. Fasilitas kesehatan yang terbatas serta kurangnya tenaga medis semakin memperbesar kerentanan mereka. Akibatnya, penyakit yang sesungguhnya dapat ditangani secara dini malah menyebar lebih luas dan menjadi masalah kesehatan yang serius.

Faktor sosial budaya juga memperlihatkan dampak yang tidak dapat diabaikan. Kebiasaan sederhana seperti tidak mencuci tangan sebelum makan atau sesudah buang air besar meningkatkan risiko penularan penyakit. Kepercayaan kuat terhadap pengobatan tradisional sering membuat masyarakat enggan mencari layanan medis yang lebih tepat, sehingga penanganan penyakit menjadi tertunda dan penyebaran semakin cepat. Pola hidup komunal yang padat serta interaksi sosial yang tinggi di desa memperbesar kemungkinan penyakit menular ditransmisikan dari satu individu ke individu lain.

Selain itu, tata kelola pertanian dan peternakan yang kurang ramah lingkungan turut berkontribusi pada penyebaran penyakit. Pemakaian pestisida yang berlebihan dapat mencemari air dan tanah, mengganggu keseimbangan ekosistem, sekaligus memengaruhi kesehatan manusia. Peternakan yang tidak dikelola dengan baik meningkatkan risiko penyakit zoonosis, seperti rabies, leptospirosis, dan brucellosis, yang dapat berpindah dari hewan ke manusia. Hal ini menjadi semakin krusial karena masyarakat desa sangat bergantung pada sektor pertanian dan peternakan, namun masih kurang memiliki kesadaran mengenai pentingnya pengelolaan yang berkelanjutan.

Upaya penyuluhan kesehatan yang dilakukan pemerintah dan lembaga terkait menjadi komponen penting dalam menekan laju penyakit menular. Pemberian informasi tentang kebersihan, sanitasi, serta pentingnya vaksinasi massal merupakan strategi kunci untuk melindungi masyarakat. Akan tetapi, keterbatasan akses informasi, rendahnya kesadaran masyarakat, serta minimnya tenaga kesehatan di daerah terpencil kerap menghambat efektivitas program tersebut. Oleh karena itu, kolaborasi yang erat antara pemerintah, lembaga kesehatan, dan komunitas desa diperlukan untuk menciptakan kondisi hidup yang lebih sehat.

Keseluruhan uraian ini menegaskan bahwa faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap kejadian penyakit menular di wilayah perdesaan. Mulai dari sanitasi buruk, keberadaan vektor, perubahan iklim, hingga hambatan sosial ekonomi dan budaya, semua saling terkait dalam memperkuat risiko penularan. Jalan keluar yang komprehensif membutuhkan sinergi antara pembangunan infrastruktur sanitasi, peningkatan akses kesehatan, edukasi masyarakat, serta kebijakan lingkungan yang berkelanjutan. Dengan dukungan pemerintah dan kesadaran kolektif warga desa, masa depan perdesaan yang lebih sehat dan terbebas dari ancaman penyakit menular bukanlah hal yang mustahil.

Corresponding Author: Olivia Putri Natasya
([email protected])

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler