Penggembara dunia dan akherat

Representasi Adat dan Tradisi dalam Festival Kebudayaan Yogyakarta 2025

2 jam lalu
Bagikan Artikel Ini
img-content
Press Conference FKY 2025 (04/10/2025)
Iklan

"Adoh ratu, Cedhak watu", Tema yg diusung dalam perhelatan FKY 2025 dengan representasi adat istiadat dan nilai tradisi masyarakat Gunungkidul

YOGYAKARTA - Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 tahun ini berpusat di Kabupaten Gunungkidul, DIY dari tanggal 11 hingga 18 Oktober 2025 mendatang. Acara tahunan ini mengusung tema berkonsep local wisdom "Adoh Ratu, Cedhak Watu" yang secara khusus merepresentasikan adat istiadat dan nilai tradisi yang terdapat dalam masyarakat setempat.

Kepala Dinas Kebudayaan/Kundha Kabudayan DIY, Dian Lakhsmi Pratiwi, menjelaskan bahwa FKY kini bertransformasi menjadi forum kebudayaan yang lebih dari sekadar panggung pertunjukan. Festival ini berupaya merayakan objek budaya bersama seluruh pelakunya, menciptakan interaksi yang mendalam. Lokasi utama penyelenggaraan akan dipusatkan di Lapangan Logandeng, Kapanewon Playen, Gunungkidul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemilihan Gunungkidul sebagai tuan rumah FKY 2025 merupakan bagian dari peta jalan rebranding lima tahunan festival ini, setelah sebelumnya digelar di Kulon Progo dan Bantul. Wilayah ini dipilih karena kekayaan adat istiadat serta tradisinya yang beragam dan masih hidup secara organik. Tema yang diusung juga mencerminkan filosofi kuat masyarakat Gunungkidul. Gunungkidul dipilih karena kekayaan adat istiadat dan kekhasan lingkungan alamnya yakni bukit, gunung, lembah, dan laut, yang sangat dihormati masyarakatnya.

Poster Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) Tahun 2025

Tema “Adoh Ratu Cedhak Watu” sendiri bermakna “jauh dari raja, dekat dengan batu,” yang menggambarkan kemandirian komunitas serta kedekatan mereka dengan tanah dan alam sebagai sumber kehidupan. Dian menegaskan bahwa FKY bukan sekadar festival, tetapi “laboratorium budaya” yang memungkinkan terjadinya dialog dan pertukaran gagasan antar pelaku budaya. Festival ini tidak hanya merayakan, tapi juga menghidupkan kembali praktik-praktik budaya di tengah masyarakat.

“FKY 2025 dibangun atas kolaborasi setara antara panitia, pelaku seni budaya, dan komunitas lokal Gunungkidul. Masyarakat bukan penonton pasif, tapi pelaku aktif yang turut menghidupkan pengetahuan adat istiadat yang tumbuh di tanah mereka sendiri,” ujar Dian.

Program yang digelar dalam FKY 2025

Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 menghadirkan sembilan program utama dan pendukung. Pembukaan festival ditandai dengan Pawai Rajakaya, arak-arakan ternak yang terinspirasi dari tradisi Gumbrengan, sebagai ungkapan syukur warga Gunungkidul terhadap kelimpahan dan keselamatan hewan ternak.

Selain itu, Kompetisi FKY membuka ruang bagi masyarakat untuk berkreasi melalui lomba Panji Desa, Ternak Sehat, dan Jurnalisme Warga, yang akan menunjukkan inovasi, kesehatan lingkungan, serta pameran budaya dari sudut pandang warga.

Program Jelajah Budaya menjadi sarana pertukaran pengetahuan tentang adat melalui kegiatan Telusur Tutur, Lokakarya, dan Sandiswara, sedangkan Gelaran Olah Rupa menampilkan kolaborasi antara seniman dan warga lokal Gunungkidul. Terdapat pula Panggung FKY, FKY Bugar, Pasaraya Adat Ruwang Berdaya, Pawon Hajat Khasiat, serta diskusi bertajuk FKY Rembug.

Prosesi pemotongan tumpeng pada Jumpa Pers FKY 2025, Sabtu (04/10)

Sinergisitas Elemen Masyarakat luas

Seluruh program FKY 2025 terbuka untuk umum. Para pengunjung dapat melihat agenda harian festival melalui media sosial Instagram @infofky dan wesbite FKY (fky.id). Selain itu, beberapa program di atas juga hadir melalui kolaborasi setara antara panitia pelaksana, pelaku budaya/seniman, serta komunitas lokal Gunungkidul. Seperti karang taruna, PERWOSI, maupun 18 Kapanewon di Gunungkidul.

Program Telusur Tutur misalnya. Sebagai salah satu program pre-event yang berlangsung sejak 26 September-4 Oktober 2025, program ini melibatkan karang taruna dan komunitas penghayat kepercayaan.

Ada pula program Pawon Hajat Khasiat. Program ini akan hadir sebagai ruang eksperimental pangan yang berangkat dari adat istiadat dan kekayaan bahan lokal Gunungkidul. Program ini berkolaborasi dengan komunitas lokal mulai dari karang taruna, kelompok ibu-ibu, petani, pegiat pariwisata, hingga penggerak pangan desa.

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler